Sebelas

80.9K 5.8K 65
                                    

Dan makan malam itu berakhir tepat pukul tujuh lewat tiga puluh menit. Demi kesopanan dan adab dalam bertamu yang diajarkan oleh Ayah dan Ibu, aku saat ini sedang berkutat dengan piring-piring kotor, bekas makan malam yang ternyata menggunakan banyak sekali mangkuk sayur, mangkuk kecil, dan juga piring.

Walaupun aku paling tidak suka mencuci piring, tapi demi menjunjung tinggi etika bertamu, mau tak mau aku turun tangan juga mencuci piring. Mama dan Papa Arjuna bahkan sampai mengoceh panjang lebar tentang fungsi asisten rumah tangga karena kengototanku mencuci piring.

Aku baru membilas piring terakhir ketika sebuah tangan berkulit sangat mulus dan putih berdiri tepat di sisiku. Aku menoleh dan seketika bertemu dengan mata sayu Bethari. Gadis yang aku perkirakan berusia kurang lebih dua puluh limaan tahun itu tersenyum anggun padaku. Ia merebut piring yang sedang kupegang untuk kemudian ia keringkan karena Mbak Santi, asisten rumah tangga yang tadi membantuku sedang menerima telepon dari orang tua nya.

"Kamu jago dan cepat sekali nyuci piring nya, Mbak. Aku bahkan nggak pernah berani pegang piring berbusa yang super licin itu." puji nya sambil terkekeh kecil. Memang ya, orang cantik itu mau mengikik, mengembik, atau menggonggong pun pasti terlihat anggun dan juga ayu. Ck, tiba-tiba terbersit di kepalaku untuk melakukan treatment perawatan wajah.

"Nggak kok, Mbak. Aku cuma bisa-bisaan aja. Semoga piring nya Tante nanti nggak ada kotorannya." sahutku. Itu jujur kok. Aku tidak sejago itu mencuci. Tapi tidak sebodoh itu juga hingga tidak bisa mencuci piring.

Bethari tersenyum lagi dan mengulurkan tangannya yang berjemari ramping. "Hai Mbak. Kenalkan, aku Bethari. Adik sepupu nya Mas Arjuna."

Aku yang kepalang bingung hanya bisa membalas jabat tangan Bethari. Bukannya tadi sudah kenalan ya?

"Kan tadi sudah kenalan, Mbak."

"Itu kan lewat Mama, Mbak. Ini perkenalan resmi nya dari aku."

Aku tersenyum kikuk. Sebenarnya pun, kalau Bethari tidak melakukan perkenalan resmi seperti ini, aku sama sekali tidak keberatan.

"Jangan repot-repot, Mbak. Asal Mbak inget namaku dan aku juga inget nama Mbak, semua nya masih aman terkendali kok."

Sepertinya ucapanku baru saja terdengar seperti lawakan di telinga Bethari. Lagi-lagi, aku terpesona dengan tawa lembut nya.

"Tentu. Mbak nggak mungkin mudah di lupain kok. Sangat cantik dan juga baik."

Aku bergerak kikuk. Ini tidak terbalik ya hingga dia malah memuji gadis yang  sangat biasa seperti ku?

"Mbak, nggak salah ya? Aku malah jadi malu dapet pujian dari perempuan sesempurna Mbak Bethari."

Bethari menelengkan kepala nya bingung. "Kenapa harus malu? Lagian, aku nggak seperfect itu Mbak."

Tuhkan! Orang cantik itu kalau lagi merendah, kadar cantik nya nambah-nambah deh.

Aku tersenyum miris. "Kalau Mbak aja merasa nggak sesempurna itu, apa kabar sama aku? Cacat produksi, maybe?"

Bethari terlihat syok karena ucapanku. Dia lantas berdecak. "Jangan suka merendah gitu ah."

Aku nyaris membantah kalau saja Arjuna tidak memasuki dapur dan menginterupsi kegiatan ngobrolku dengan Bethari.

"Sayang, udah selesai belum cuci piring nya?"

Jantungku mungkin udah tinggal nunggu waktu lepas nya saja karena tindakan Arjuna yang mendekap erat pinggangku dan juga memberikan sebuah kecupan manis di kening.

Aku tak melewatkan reaksi Bethari yang nampak senyum-senyum ketika melihat tingkah sepupu nya.

"Ehem." Bethari sengaha berdehem untuk mengingat kan kami yang bermesraan tidak tahu tempat. "Mas Arjun inget-inget dong kalo di sini masih ada yang jomblo. Bikin baper aja deh."

Arjuna menatap Bethari dengan tawa renyah nya yang sangat tampan. Tangan Arjuna bahkan sudah mengacak rambut Bethari, yang dibalas pekikan kesal gadis ayu itu.

"Makanya cari pacar sana. Jangan apa-apa nyari nya Mas terus. Mas udah ada yang punya." Arjuna dengan bangga semakin mendekap erat pinggangku, bahkan sesekali mengusapnya di sana, menimbulkan sensasi seperti tersengat listrik akibat sentuhan intim Arjuna.

Bethari memutar bola mata. "Iya iya. Dasar nggak ikhlas banget!" Bethari menggerutu sambil berlalu dari dapur setelah sebelumnya melambaikan tangan padaku, tanda perpisahan.

Arjuna menatapku begitu sosok Bethari tidak lagi terlihat. Mata yang biasa nya menatapku bak laser, kini berubah penuh senyum bahagia.

"Mas suka lihat kamu akrab sama Betha."

Aku tersenyum saja. "Bethari baik, Mas. Nggak ada alasan buatku nggak suka sama dia."

Arjuna manggut-manggut setuju. Ia mengusap pelan pipiku. "Mas antar pulang sekarang ya? Nanti Ibu sama Ayah nyariin kalau kemalaman."

Aku mengangguk. Rasanya tubuhku sudah hampir remuk. Mandi air hangat dan tidur diatas kasur rasanya terdengar menyenangkan.

🍁🍁🍁🍁

20 Mei 2020

Epiphany Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang