Tujuh

88.7K 6.9K 145
                                    

Mengendap-endap layak nya seorang mata-mata ternyata melelahkan sekali. Pinggang dan mataku terasa pegal karena terlalu banyak menunduk dan juga melirik untuk memindai keadaan sekitar.

Parkiran khusus dosen masih terisi penuh oleh berbagai macam tipe mobil dan juga motor yang berseberangan sisi.

Dan mataku yang sudah lelah harus kembali dipaksa bekerja keras untuk mencari sebuah mobil rover, seperti kata Arjuna di telepon tadi. Aku ingin menangis rasanya. Sudah lelah, masih ditambah lelah lagi karena mencari-cari seperti apa kira nya penampakan dari mobil rover tersebut.

Sampai di sisi sudut parkiran, aku tak bisa lagi menahan rasa senang karena melihat adanya tulisan rover elegan di bagian belakang bodi mobil.

Dan tak bisa kusangka, Pak Arjuna saat ini tengah bersandar dengan tangan yang menyilang di depan dada, memaksa otot-otot liat nya untuk mengencang. Dan jujur saja, pemandangan itu sangat sangat seksi bagiku.

Pak Arjuna berjalan menuju diriku, dan tak kusangka lagi, ia meraih jemariku dan menuntun pelan menuju sisi penumpang. Dengan romantisnya, Arjuna bahkan membukakan pintu dan membimbingku lembut untuk duduk manis di kursi samping kemudi.

Aku jadi canggung. Arjuna sangat manis memperlakukanku, tapi di sisi lain, aku juga jadi was-was karena kebisuannya sepanjang aku menemuinya hingga kini mobil yang kami tumpangi sudah membelah jalan raya yang lumayan padat karena berbarengan dengan jam pulang kantor para pekerja.

Kalau sebelumnya aku dan Arjuna tidak terlibat cekcok, aku tak akan peduli akan kebisuannya. Tapi ini tidak nyaman bagiku, mengingat sebelumnya kami sempat tarik urat ketika berbincang via telepon.

Aku melirik takut-takut. Menatapi wajah nya yang tak beriak dan justru terlihat tenang dengan jemari kokoh yang memainkan kemudi mobil. Ya Tuhan, seksi sekali.

"Jangan buat Mas terpaksa nyari hotel terdekat buat mesumin kamu."

Aku melotot kaget. Apa-apaan dia?! Setelah cukup lama bungkam, sekali ia berbicara, yang keluar justru kalimat laknat seperti itu.

"Mas ngomong apaan sih?!" tukasku sewot. Dasar om-om! Ternyata, umur memang nggak bohong ya. Pola pikirnya yang seharusnya sudah berumah tangga dan paling tidak sudah memiliki dua anak itu tetap saja berkembang secara alamiah. Aku yang masih gadis mau tak mau jadi tercemar karena pikiran melenceng nya.

"Makanya jangan berani nya cuma lirik-lirik aja, Andrea. Mas akan tanggapi kok kalo mau kamu ajak ngobrol." tanpa dosa sekali gaess jawabannya!!

Aku menggerutu dalam hati. Berkali-kali kurapalkan kalimat 'sabar Andrea. Jangan ngelawan orang lebih tua.'

Kualihkan pandangan ku ke arah jalanan yang kini bak semut karena saking banyak nya mobil yang juga ikut meramaikan jalanan sore ini. Langit yang mulai menggelap semakin membuat riuh jalanan karena pantulan cahaya dari mobil yang ada.

"Ketemu Mama, ya."

Deg.

Tanpa tedeng aling-aling, aku segera menoleh. Menatap Arjuna bak setan yang baru saja lewat. "Apa Mas? Ketemu Mama? Mama yang di maksud itu...Mama nya siapa ya?"

Aku berusaha menggoblokkan diriku yang sebenarnya cerdas ini. Aku masih takut menghadapi kenyataan kalau...

"Ketemu Mama. Mamaku, Andrea."

Glek.

Saliva yang kutelan bak cairan korosif yang melukai kerongkonganku. Apa Arjuna gila? Mengajakku bertemu Mama nya? Dadakan seperti ini? Tanpa perundingan terlebih dahulu? Dan bahkan, di saat aku lebih mirip babu seperti ini?

Aku tertawa sumbang. "Nggak lucu ah Mas ngelawak nya. Aku harus ke perpustakaan kota buat ngerjain tugas."

"Mas nggak ngelawak, sayang. Mama sudah nungguin kita dari siang tadi."

Bertambahlah sudah ke hororanku sore ini. Bagaimana ini? Arjuna tampak nya tak main-main dengan ucapannya. Bagaimana cara menghindar yang elegan ya? Aku belum siap dunia akhirat untuk bertemu dengan sang nyonya besar.

"Jangan sekarang dong Mas. Ditunda ya? A-Aku...aku belum siap." pintaku memelas dengan memberanikan diri menggenggam jemari besar nya yang tampak hangat itu. Kalau tidak kepepet seperti ini, ogah banget aku pegang-pegang dia. Bisa langsung besar kepala dia!

Tak kusangka, Arjuna justru balik menggenggam tanganku dan membawa ke hadapan bibir nya untuk ia kecup. Badanku bahkan sampai gemetaran saking gugup nya.

"Mas dan Mama nggak bisa lagi menunda, Andrea. Izinkan Mas buat mengenalkan kamu ke Mama sebagai calon istri Mas."

Ucapan lembut nya bak jatuhan bom yang langsung membinasakanku. Membinasakan hatiku lebih tepat nya.

Sejak kapan sih Arjuna jadi berubah manis seperti ini?!

🍁🍁🍁🍁

28 April 2020

Epiphany Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang