PART 3 - USAHA MAKAN SAMA ALIN

60 4 0
                                    

Alin mempercepat langkahnya saat Pak Didit, satpam, hendak menutup gerbang sekolah. Untung saja ia lari, jika tidak sudah bisa di pastikan ia akan masuk ke dalam barisan murid yang terlambat.

Di sepanjang koridor tak henti-hentiya Alin mendapat tatapan sinis dari beberapa cewek yang sepertinya fans Dimas. Ia mengerti jika mereka marah atas tindakan Alin yang begitu kasar kemarin. Tapi jujur, Alin sangat tidak suka jika ada pria yang mempermalukan cewek apalagi atas dasar fisik.

Alin masuk ke dalam kelas dan melihat tatapan temannya yang seolah mengisyaratkan sesuatu. Ia menoleh ke arah bangkunya dan menemukan Dimas sedang duduk dengan posisi kaki dia atas meja dan kedua tangan di lipat di depan dada.

"Hai Lin."

Seketika raut wajah Alin berubah marah dan mendekat ke arah mejanya. Ia mendorong kasar kaki cowok itu hingga membuat nya jatuh. Suara tawa memenuhi kelas, bahkan parahnya ada yang sampai merekam kejadian itu.

"Lo kok kasar banget sih jadi cewek!"

"Lagian siapa yang nyuruh lo duduk di kursi gue. Lihat tuh meja gue jadi kotor."

"Untung cakep, kalo nggak udah gue kandangin lo!"

"Udah sana mending lo keluar dari kelas gue!" usir Alin yang sudah habis kesabaran.

"Nggak ah, gue masih mau di sini." Dimas kemudian mengambil kursi dan meletakkannya di samping kursi Alin. Alin membuang nafas kasar dan memejamkan matanya untuk bersabar menghadapi cowok di sampingnya itu.

"Selamat pagi anak-anak," sapa bu Idah yang masuk ke dalam kelas.

"Pagi bu."

Kening bu Idah mengkerut saat mendapati Dimas di dalam kelas 12 Mipa 3. "Dimas, kamu nggak salah masuk kelas kan nak? Ini bukan kelas kamu"

"Saya tahu kok bu ini bukan kelas saya, tapi ini kelas calon masa depan saya dan saya harus jaga dia selama pelajaran ibu Idah berlangsung." Alin menatap tajam ke arah Dimas dan menggertak gigi kesal.

"Oalah, udah keluar sana ibu mau mengajar," suruh Ibu Idah, tapi Dimas tidak mengindahkan perkataannya.

"Dimas Lo di panggil Ibu Novi! Pelajarannya masuk lo kok malah keluar," teriak Anji yang saat ini sudah berdiri di ambang pintu dengan kedua temannya yang lain.

"Udah sana bilangin sama dia, kalo gue lagi ngejaga masa depan gue," suruh Dimas mengibaskan tangannya agar ketiga temannya itu pergi. Bukannya pergi mereka malah menghampiri Dimas dan menggotongnya keluar dari kelas. Masalahnya ini bukan soal kehadiran Dimas, tapi mereka bakalan di hukum habis-habisan kalau nggak bisa bawa Dimas balik ke kelas.

"Berhenti woi! Gue mau ngomong ke Alin dulu."

"Nggak!" balas Yadi.

"Habis ini gue traktir sepuasnya!"

"Oke!" Anji, Yadi dan Ronal berhenti sebentar membiarkan Dimas menyampaikan kata-kata terakhir sebelum kembali ke kelas.

"Alin, lo mau kan makan bareng sama gue pas istirahat?"

Semua murid menatap Alin penuh harap agar dia mau mengiyakan ajakan Dimas. Karena jika tidak, waktu belajar mereka akan terbuang sia-sia.

"Iyakan saja apa yang di katakan Dimas nak," ucap Ibu idah.

"Iya, yaudah sana!" putus Alin terpaksa.

"Janji?"

"Janji!" Dimas kemudian berteriak kegirangan sementara ketiga temannya terlihat kesulitan mengangkatnya karena Dimas yang banyak gerak.

👑👑👑

Kring!!!

Bel istirahat berbunyi, semua murid berhamburan ke kantin dan mulai memesan makanan. Alin mengemas bukunya dan menyimpannya ke dalam tas.

"Alin cepetan nih, gue udah nunggu lo dari tadi!" teriak Dimas di depan kelas. Alin mendongkol saat mengingat kejadian tadi pagi. Sebenarnya dia tidak mau makan dengan cowok itu. Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah berjanji.

Alin berjalan keluar dan berhenti di depan Dimas. Cowok itu tersenyum lebar saat melihat kehadirannya meski dengan wajah jutek.

"Ke kantin yuk." Dimas menarik tangan Alin tapi ia segera menepisnya.

"Ini nggak ada dalam perjanjian yah, jadi nggak usah ambil kesempatan dalam kesempitan!"

"Yaelah gitu doang marah, gue berasa kayak najis."

"Cepetan!" Alin jalan mendahului Dimas yang saat ini mengekorinya. Lagi dan lagi, semua orang menatap mereka layaknya pengantin baru membuat Alin risih.

Dimas menyuruh Alin bergabung dengan ketiga temannya yang lain di salah satu meja.

"Lo jadi kan traktir kita?" tanya Yadi memastikan.

"Iya jadi."

"Gue boleh makan sepuasnya?"

"Boleh, tapi nggak boleh di bungkus, apalagi di bawa pulang."

"Alin mau makan apa?" tanya Dimas ramah mengalihkan pandangannya dari temannya itu.

"Bakso aja sama es teh manis."

"Yaudah tunggu di sini."

"Eh Mas! Gue titip dong, pesenin gue bakso, nasi goreng, es teh manis sama gorengan secukupnya," suruh Ronal.

"Gue bukan pembantu lo!" Alin tertawa pelan saat melihat tingkah kedua cowok itu.

"Hai Lin, kenalin nama gue Ronal Dianto , lo bisa panggil gue Ronal." Ronal mengulurkan tangannya sebagai salam pertemanan.

"Hai, gue Alin." Alin membalas uluran tangannya.

"Nah kalo ini, Yadi, yang ini Anji. Kalo yang jual bakso itu Mang Arif, istrinya bu Ripah, anak---"

"Udah-udah Lin, nggak usah di dengerin dia emang rada gesrek," sahut Yadi di sebelahnya.

"Nih." Dimas memberikan Alin semangkuk bakso dan segelas teh sesuai pesanannya. Dia duduk dan makan di bangku sebelah Alin.

Selama makan, tak henti-hentinya mereka mengobrol dan tertawa bersama, sekali-kali mengerjai satu sama lain. Alin sempat berpikir bagaimana bisa Dimas mampu bersahabat dengan ketiga temannya itu khusus nya Ronal dan Yadi.

"Gue nyobain kuah lo dong Lin," ujar Ronal santai.

Alin sedikit terkejut tapi ia langsung mengubah ekspresinya. "Iya boleh."

"Jangan!" Dimas langsung menepis sendok Ronal yang ingin terjun bebas di mangkuk Alin.

"Dia punya riwayat penyakit keras Lin, ntar yang ada nular ke elo."

"NAUDZUBILLAH! LO KALO NGOMONG SUKA NGGAK PAKE REM YAH!" Ronal mulai mengetuk-ngetuk kepalan tangannya ke meja dan kepalanya secara bergantian, berharap itu tidak terjadi.

Spontan Alin tertawa saat melihat tingkah Ronal. Cowok terus itu menggerutu tak terima dengan tuduhan berencana yang di layangkan oleh Dimas.

"Lin pulang sekolah bareng gue yah," ajak Dimas.

"Nggak!"

"Yaelah sama Ronal aja lo baik, tapi sama gue jutek nya minta ampun."

"Yah, secara gue kan ganteng dan lucu, jadi nggak heran Alin ketawa terus kalo sama gue. Iya nggak Lin." Alin mengangguk sambil tersenyum menyetujui ucapan Ronal.

"Dasar teman laknat!"

BERSAMBUNG...

PRINCE LOKALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang