EKSTRA PART

5K 136 11
                                    

Ning Mazaya tertunduk. Aku tahu, ada rona di pipi putih itu. Semilir angin memainkan ujung khimarnya.

"Uwes, jangan digoda terus, Zam, adekku. Nanti kalau dia kebakaran, kamu harus tanggung jawab, lo." Gus Abizar berkelakar.

"Insyallah saya siap tanggung jawab, Gus." Aku terkekeh membuat Ning Maza semakin tertunduk karena malu.

"Halah, kamu ini! Lihat, tambah merah pipinya. Sudah ayo kita masuk, keburu telat nanti," ajak Gus Abizar menarik tanganku, menjauh dari Ning Maza yang masih tersipu.

Kami menuju gedung kuliah setelah beristirahat tadi. Ning Mazaya junior kami di kampus, tiba-tiba datang menghampiri. Sebagai mahasiswa baru mungkin dia belum mengenal banyak kawan, sehingga mencari kakaknya sebagai teman berbincang.

"Aku titip Maza, ya, Zam. Kupercayakan dia padamu."

"Memangnya Maza seumpama barang, Gus, yang bisa dititipkan. Lagian, njenengan kan gak mau ke mana-mana, kenapa harus menitipkannya padaku."

"Maza itu rapuh, Zam. Setelah kematian umi dia cengeng sekali. Sangat bergantung padaku. Aku takut nanti jika suatu saat aku tidak bisa lagi menemaninya, aku harap kamu bisa menggantikanku."

Aku pikir, saat itu Gus Abizar hanya bercanda karena memang kudengar, tak lama lagi dia akan menikah. 

"Aku si, mau mau saja, Gus. Asal ya halal dulu. Dia sah jadi istriku. Dan ning Maza mau sama aku. Bagaimana?"

"Dia pasti mau sama kamu, Zam. Aku kenal dia dengan baik. Apalagi ... kamu sahabatku."

***

"Telpon dari siapa, Mas?"

Aku tersentak. Hampir saja ponsel di tangan meluncur ke lantai. Sabrina menatapku heran. Alisnya yang tebal menaut, hampir bertemu. Kenangan itu tetiba buyar.

Haruskah jujur jika baru saja Ning Maza menelponku? Tapi jika kukatakan pasti Sabrina bersedih. Meskipun dia memberi izin untuk menikah lagi, tapi bukan berarti hatinya kebal dan tak punya rasa cemburu.

"Dari teman. Kamu baru pulang dari madrasah?"

"Iya, tadi mampir ke ndalem, Umi bawain aku ini."

"Apa itu?"

"Gule kambing, katanya .... " Sabrina menjeda ucapannya. Melihatku sekilas lalu tatapannya jatuh pada bungkusan di meja yang ia bawa.

"Katanya apa?"

"Kata Umi ... siapa tahu dengan aku makan rujak, bisa cepet .... "

Aku bangkit. Mendekat pada wanita yang mulai gelisah itu. Menatapnya dalam.

"Biar cepat hamil," lirihnya.

Aku menahan tawa. Umi kadang memang absurt. Apa hubungannya gule kambing dengan cepat hamil.

"Memangnya kamu sudah mau cepet-cepet hamil?"

"Ya ... ya, enggak, Mas. Aku cuma menyampaikan apa yang Umi katakan tadi."

"Kalau pengen cepet, doanya harus lebih khusu'."

"Sudah doa setiap habis salat, kok, Mas."

"Berarti usahanya yang harus dibanyakin. Iya, kan?"

Sabrina menunduk lagi, ada senyum di bibir manisnya.

Andai bisa kucukupkan hanya satu bidadari saja yang bertahta, aku hanya akan memilihmu Sabrina. Namun, janji tak bisa dihianati. Akan ada hati bidadari lain yang terluka. Hati yang selama ini kujaga, Ning Mazaya.

Bagaimanakah kisah selanjutnya?

Hai hai hai, Cerita JPK dalam masa PO. Ektra part ini tidak ada dalam novel, ya.

Untuk pemesanan, Lampung bisa di aku 082282531220
Jember di SilvanniMey 082336033652

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JODOH PILIHAN KIYAI (Terbit Novel & Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang