H

16 3 0
                                    

Asalamualaikum wr. wb..

___________

"Ayah...," panggil Winda yang kini berada di ruang keluarga.

Mereka sedang berkumpul bsrsama. Menonton tv menjadi pilihan mereka untuk mengisi kekosongan waktu. Dan, kosentrasi mereka terpecah atas panggilan Winda.

"Hmmm...," jawab singkat ayah Winda.

"Winda mau ijin ke Semarang. Winda juga mau ijin buat pisah sama Rizki."

"Bukan urusanku," jawab ayah Winda kecut.

"Winda nggak bisa ngambil keputusan tanpa ijin dari ayah sama ibu."

"Tiga tahun kamu nggak minta ijin ayah dan bunda kamu bisa, kan, ngambil keputusan. Terus kenapa sekarang ngomong kayak gitu?"

"Ayah, meskipun Winda nggak pulang, Winda tetap minta ijin, kok. Ayah aja yang nggak pernah mau ndengerin Winda."

Pernyataan Winda tak mendapati respon apapun dari ayahnya. Ayah Winda hanya menatapnya sekilas dan kembali membaca koran di tangannya.

"Ibu ngasih ijin," seperti paham apa yang terjadi, ibu Winda mencoba menghapus ketegangan.

"Makasih, Bu. Winda harap ayah ngasih ijin juga."

"Terserah!"

Ayah Winda hendak naik ke lantai atas. Namun, urung karena mendengar panggilan putrinya.

"Ayah!" Winda terdiam sejenak.

"Tiga tahun, Winda nggak pulang. Bukan berarti Winda nggak sayang kalian. Winda sayang ayah. Winda sayang ibu. Dan, Winda sayang adik-adik Winda. Winda-" ucapannya terpotong oleh suara Salsa, adik perempuannya.

"Kalau, Lo, sayang sama kami. Lo, nggak mungkin pergi selama itu."

"Kalau Winda pulang dengan tangan hampa. Itu sama saja Winda menyerahkan diri Winda ke orang yang pernah hina Winda untuk dihina lagi. Kalau Winda yang dihina, nggak masalah. Tapi, Winda nggak akan terima kalau aya dan ibu yang dihina. Winda nggak rela adik Winda yang diejek. Winda nggak bisa melihat keluarga Winda direndahin!" ujar Winda dengan mata memanas.

"Ayah kira itu mobil Winda? Bukan. Itu fasilitas dari kantor Winda. Winda kerja keras selama tiga tahun; hidup irit sebisa Winda; untuk kalian. Winda ngelakuin apa pun buat kalian meskipun Winda harus pisah sama orang yang paling Winda sayang. Winda...," ucapannya menggantung.

"Maaf, Yah. Winda harus tetap pergi. Maaf.... Asalamualaikum," lanjutnya sembari mencium tangan ibunya.

Winda berjalan menuju pintu rumahnya. Dibukalah pintu itu perlahan. Berharap ayahnya memaafkan dirinya. Dengan berlinang air mata, ia melangkahkan kanannya ke luar rumah. Dan, terdengar suara lelaki memanggilnya.

"Winda...."

Winda menoleh. Dan, mendapati ayahnya telah berada di belakangnya.

"Maafin, Ayah. Ayah tahu seperti apa perjuangan kamu untuk keluarga ini."

Winda tak menjawab dengan mulutnya. Melainkan dibalas dengan pelukan. Winda membuka satu tangannya dan memeluk ibunya.

"Ayah kasih ijin,"

Winda tersenyum lega. Sepasang suami istri itu memeluk putrinya yang telah lama tidak pulang. Kemudian, seorang remaja juga ikut bergabung. Mereka berempat berpeluk dengan melupakan seorang anak kecil yang tingginya baru sepinggang Winda.

"Kak, maafin Salsa juga, ya. Salsa nggak pernah ngertiin Kakak," permintaan maaf si adik dijawab dengan anggukan.

"Kakak.... Kok Faris nggak dipeluk?" rengek adik bungsunya.

arwindaniel || Alfin DanielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang