Gahran menghela napas kasar, memandang tubuh Arven yang tiba-tiba masuk ke dalam gudang. Merusak suasana yang membuat mood Gahran turun.
"Eeeh anak Paud kenapa ke sini? Ayo pulang, bobok pagi dulu." Danen mendorong pelan bahu Arven, ingin mengusir anak itu dengan halus.
Arven menepis kasar tangan Danen, ia mendecak tidak suka. "Gue bukan anak Paud!"
"Iya maaf, anak TK," ujar Danen sembari tersenyum.
"GUE BUKAN ANAK TK!"
"Suara Adek lo keras juga, Ran." Danen mengusap kedua telinganya. "Lo betah tinggal sama bocil ini?" lanjutnya lagi.
"Lo jangan apa-apain Adek gue, anjing!" geram Gahran dengan nada datar dan dingin. Sejujurnya ia tengah kesal dengan Arven, akan tetapi ia juga tidak suka ketika temannya mengganggu adik kesayangannya.
Danen cemberut, ia mendekati Gahran yang masih mencengkram kerah baju Fero. Berdiam di samping Gion, tidak ingin mengeluarkan kata-kata, takut dicincang habis oleh si ketua.
"Lo apain si Kak Fero?" tanya Arven langsung, sedikit mendongak untuk menatap wajah datar sang Kakak.
"Lo ngapain ke sini?" Nada Gahran terdengar sangar datar.
"Ngapain ya gue ke sini?" Arven berdiam sejenak. "Oh iya! Fero kan umpan gue, lo ngapain ngambil dia dari gue, hah?!"
"Gue mau balas dendam sama nih kutu, enak-enaknya aja lo gangguin Adek gue kemarin!"
"Heran gue, kalian sama-sama ayam kenapa pada ribut? Harusnya kalian itu berbagi makanan, dapat jagung, ya bagi. Kalian itu sama-sama berandalan dan---"
"Bicit lo jubaedah!"
Arven langsung diam mendengar ucapan dari Gahran, matanya menatap Fero yang memasang wajah takut, sesekali melirik ke arah teman-teman Gahran yang duduk santai sembari menghisap rokok.
Tidak ingin membuang-buang waktu, Gahran segera mengeratkan cengkraman pada kerah baju Fero. Tangannya melayang hendak memukul wajah mulus anak itu, namun segera ditahan oleh Arven.
"Jangan pukul dia, yam! Nanti kalo dia mati siapa yang bakal liat gue bahagia sama bidadari cantik, hah?!"
"Apa sih lo, jing?!" Gahran menatap Arven kesal.
"DIA UMPAN GUE JANGAN LO EMBAT BEGEEE! Kesel Dedek jir!"
Gahran memutar bola matanya malas, ia melepas cengkraman dari kerah baju Fero. Melangkah pergi dari gudang, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Lah, Ran?! Nape lo biarin si Fero sama Arven? Ntar Arven malah kanibal di sini!" Daven meneguk ludah kasar, memandang wajah polos Arven yang aslinya galak luar biasa.
"GUE BUKAN KANIBAL ANJENG!"
"Buset, perawan ngamuk." Danen bangkit dari duduk, berlari dengan kencang meninggalkan gudang. Ingin menyusuri Gahran yang sudah menjauh.
Fero mengembuskan napas lega, tersenyum menatap Arven. "Maka--"
"Sama-sama, gue emang baik, sopan, ramah dan tidak sombong. Makanya banyak orang yang pengen potoin gue. Em, biasa, gue artis gitu. Lo mau potoan nggak sama gue?" tanya Arven sambil mengedipkan matanya.
Tiba-tiba jantung Fero berdetak dua kali lipat, mengingat kata-kata Daven yang mengatakan bahwa Arven itu kanibal. "Eng-enggak."
"Jangan takut, tuyul. Gue cuman mau ngelanjutin yang kemarin aja. SKUY KITA JAMBAK-JAMBAKAN!" Arven mengambil ancang-ancang, menatap kedua jari tangannya. Nampak bersih dan putih, hanya jari telunjuk kirinya saja yang terbalut perban putih. Tidak apa-apa bagi Arven, ia hanya perlu bersiap untuk menjambak rambut Fero.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Arven
Teen FictionHanya berisi tentang kehidupan Arven yang dipenuhi dengan kartun dan Kpop. BROTHERSHIP! BUKAN YAOI! BUKAN HOMO!