"Pak, saya mau ijin ngambil cuti, besok minggu depan saya mau berangkat umroh" tutur seorang karyawan pagi itu.
Ardan terdiam cukup lama, ia meneliti surat cuti yang saat ini sedang ia genggam.
"Minggu depan itu ada seleksi kenaikan jabatan bagi karyawan berprestasi Dim, apa kamu tidak tertarik? Secara progres kamu cukup lamban dalam kariermu, tes ini mungkin salah satu cara untuk menaikkan jabatanmu" Ardan menjelaskan dengan wajah datar
Diseberang sana lawannya bicara Dimas, seorang karyawan yang biasa saja namun memiliki sifat yang jujur, terdiam tanpa sepatah kata. Ia faham betul di kantor ini, Ardan menerapkan up progress or out. Yang mengharuskan seluruh karyawan untuk bisa menaikan level kerja mereka.
Dimas kembali ke ruangannya dengan langkah gontai.
"Kenapa Dim?" Ridwan menaikan sebelah alis matanya.
"Iku Wan, pak boss, dimintai izin cuti malah ngingetin soal progress kerja, ya aku auto mikir kalau seandainya aku tetep keukeuh mau cuti, takutnya pas ada gelombang wawancara kerja nanti aku kena pinalti" dengan wajah lesu Dimas menuturkan masalahnya.
"Iya juga Dim, kita harus hati-hati kalau soal progress, pak boss memang membebaskan kita untuk cuti berapa haripun dalam setahun, tapi progress karier harus bagus." Keduanya menghela nafas hampir bersamaan.
Dalam benak mereka berfikir kenapa bos mereka cukup keras kalau masalah progres karier, kenapa kinerja yang tekun dan disiplin saja tidak cukup sebagai pemuas dahaga seorang bos kepada bawahannya.
"Ardan Cipta Group" sebuah nama perusahaan terkemuka di Kota Semarang yang menjadi impian bagi mahasiswa semester akhir di Kota Semarang. Karena jalur masuk ke perusahaan itu biasanya melalui wawancara terbuka di beberapa kampus yang ada di Kota Semarang, tentunya kampus yang favorit dan memiliki kredibilitas tinggi saja yang bisa mendapat kesempatan itu. Dibalik nama megah perusahaan banyak cerita tersimpan di perusahaan itu.
"Pagi pak Ardan," sapa salah seorang security sembari membukakan pintu untuk sang bos.
Ardan hanya mengangguk, seulas senyum-pun tak muncul dari rona mukanya yang khas, putih tampan dan hanya berhias jambang tipis yang membelah dagu kanan dan kirinya. Wajah yang membuat seorang sekitarnya akan merasa begitu berwibawanya, eh cenderung galak sih. Kira-kira begitu pikir orang disekitarnya.
"Permisi Pak Ardan," Dina, sekretaris kepercayaan Ardan masuk.
Ardan hanya memberi kode dengan tangan tanda mempersilahkan Dina untuk duduk.
"Pak hari ini ada jadwal meeting dengan Direktur Rasyid Properti" Dina mengingatkan bosnya itu dengan nada percaya diri.
"Oke, tolong siapkan file untuk rapatnya" Tutur Ardan.
Tak lama berselang Ardan memutuskan untuk keluar dan melihat kondisi di kantornya. Baru semenit menyusuri kubikel-kubikel di kantornya, ia penasaran dengan suara lirih lantunan Al-Qur'an, ia mencari dan menemukan sumbernya di kubikel nomer 31 tempat Risa, seorang karyawati berjilbab yang biasa mengurus statistik di kantor. Melihat kedatangan Ardan Risa kaget bukan kepalang, karena Ardan hanya diam sembari memperhatikannya dengan serius.
"Kamu sudah lama kerja disini?" Tanya Ardan dingin.
"Sudah dua tahun pak, dulu saya di bagian dokumentasi perusahaan, Alhamdulillah saat ini saya sudah bisa naik ke tingkat ini" jelas Risa sembari tersenyum percaya diri.
"Sering kamu melakukan hal itu" Ardan melirik kearah Al-Qur'an yang digenggam Risa.
"Ehmmm sudah hampir setiap kerjaan saya kosong pak" percaya diri masih terlihat dari wajah Risa.
"Hentikan !!!" Suara Ardan menggelegar dan membuat penghuni sekitar kubikel Risa menengok kearah Ardan dan Risa.
"Memang apa yang salah pak? Toh saya selalu mengerjakan pekerjaan saya tepat waktu" terang Risa dengan nada heran.
Baru kali ini ada karyawan yang berani berargumentasi dengan dirinya.
"Aku Bosnya disini, aku yang membuat aturan, jika kamu sudah gaada kerjaan kamu kan bisa belajar pekerjaan level di atasmu, supaya apa? Supaya progres kariermu jelas" dengan nada tinggi Ardan membeberkan tentang peraturan di kantornya.
Hampir Risa menjawab pernyataan Ardan dengan Argumen lain, Dina keburu datang menengahi suasana. Dina selaku teman dekat Risa tahu betul watak Risa yang selalu kukuh pada hal yang benar, ia tak peduli meski lawan debatnya adalah pemilik Ardan Cipta Group, ia tak ingin Risa dipecat secara tak hormat yang nantinya bisa berdampak buruk bagi kariernya.
"Maaf Pak ini dokumen-dokumen untuk rapat, mobil dan supir sudah siap di depan dan tadi Zulham sudah menelpon dan bilang bahwa beliau sudah siap untuk rapat" Dina menuturkan dengan kalem.
Hal itu membuat Ardan lupa akan marahnya, ia mengambil dokumen dari tangan Dina dan segera berlalu, hilang sudah sosok Ardan bersamaan dengan pintu lift yang tertutup. Dina menghela nafas lega, sedang Risa masih merutuki bosnya itu dengan suara lirih, khas dari perempuan yang kesal.
"Ris ris, udah berapa kali tak bilangi, jangan debat sama pak Ardan, meskipun kamu benar beliau tidak akan mau menerimanya, ngalah wae ngopo sih, sing waras ngalah (ngalah aja kenapa sih, yang sehat ngalah)" Terang Dina
Keduanya kemudian tertawa lirih hingga akhirnya Dina kembali ke ruangannya untuk melanjutkan pekerjaan. Risa masih duduk memandangi Al-Qur'annya,
"heran kok ada bos yang ngelarang karyawan baca Alquran, emang dia siapa? Fir'aun" dalam hati Risa ia masih sangat kesal dengan perlakuan bosnya tadi.
Cerita berikutnya akan flasback ke masalalu dari Ardan, cerita nanti akan banyak mengungkap hal-hal yang membentuk sikap Ardan sampai seperti ini, mungkin akan banyak sad storynya, tapi setelah flasback Ardan, akan banyak cerita humor dan romantisnya lho,
KAMU SEDANG MEMBACA
Ngaji Yuk Bos [Bersambung]
Teen FictionSeseorang nampak membawa tas besar dan tengah terburu-buru, dan seketika braaaakkk orang tersebut tertabrak sebuah mobil, tubuh dan tas yang ia bawa terhempas ke jalan, saat itu keadaan cukup sepi, hanya ada aku dan Bapak, sementara mobil yang mena...