Sepi

8 1 0
                                    

Halo, kawan ini sudah kembali ke timeline masa sukses Pak Bos Ardan ye, jika dua part sebelumnya belum menjawab teka-teki sifat keras Ardan, pasti lambat laun akan terjawab seiring berjalannya cerita.

Seseorang dengan setelan jas putih ala dokter memasuki gedung Cakrawala, tempat dimana Ardan Cipta Group melakukan operasional perusahaannya. Ia berjalan menuju arah meja resepsionis.

"Permisi, ruang Pak Ardan sebelah mana ya" Arsen bertanya pada karyawati dengan rambut sebahunya.

"Dokter Arsen ya?, Mari saya antar" Ajak karyawati tersebut.
Arsen hanya mengangguk, tanda mengiyakan.

Tok tok !
"Masuk" si empunya ruangan, Ardan mempersilahkan masuk.

"Hai apa kabar broooo??" Arsen berjalan kemudian memeluk tubuh Ardan, sahabatnya semasa di Asrama.

"Baik-baik, pak dokter sendiri gimana?" Ardan menggoda Arsen.

Keduanya terlibat pembicaraan santai dan lebih banyak menanyakan kesibukan masing-masing dan nostalgia semasa ada di asrama Putra Bangsa Foundation.

"Sempetin dateng ke nikahan gue ya brooo" Arsen menyodorkan sepucuk surat undangan.

"Lo jadi nikahin perawatmu?" Ledek Ardan yang dibalas dengan tepukan di lengan Ardan.

"Lo kapan mau lepas keperjakaan lo?, Keburu pisang lo busuk ntar" Arsen balas meledek.

Sedang Ardan hanya diam, entah kenapa sampai sekarang ia belum bisa menemukan seseorang yang bisa membuatnya tertarik.

Arsen berpamitan kepada sahabatnya itu, kedatangan Arsen pagi itu menunjukkan Pak Bos Ardan tak selamanya kaku, selama ia sedang berhadapan dengan orang yang dianggapnya penting ia akan menunjukkan sisi manusianya, bukan sisi Fir'aun nya, hehehe.

"Siapa yang buat laporan keuangan minggu lalu?!!" Suara Ardan menggelegar memenuhi seisi ruangan.

Karyawan hanya tertunduk tak berani menatap si Bos yang sedang dilanda amarah.

"Ee saya Pak Ardan, mohon maaf" suara Risa parau diujung sana, (Risa ini kemarin yang debat dengan Pak Bos karena Baca Al Qur'an di jam kerja, sebenarnya untuk kantor lain gamasalah sih, tapi di kantor Ardan, ehmmmm tau sendirilah kerja kerja dan kerja)

"Kamu keruangan saya sekarang" Ardan balik badan melangkah kesal ke ruangannya.

Risa nampak mengetuk pintu dengan ragu, Pak Ardan terlihat galak itu memang, tapi pagi ini kenapa dia marah banget, padahal menurutnya ia sudah membuat laporan itu dengan benar, bahkan untuk mendukung opininya ia ke ruangan Ardan membawa banyak kertas.

"Permisi pak?" Risa mengetuk pintu dan masuk kala Ardan mengkode dengan anggukan.

"Kenapa laporan dari proyek x bisa begini? Anggarannya kok besar banget, nggak kayak biasanya dengan proyek - proyek lain" Ardan mendengus kesal.

Di seberang sana Risa mengutak-atik dokumennya dan menarik sebuah stopmap hijau
"Ini pak" Risa tak bergeming sedikitpun dengan intimidasi dari Aura Bos setengah singa dari Ardan.

Ardan menyambar stopmap tersebut dengan kasar, ia membaca dengan seksama dengan teliti.

"Kamu keluar" Ardan menunjuk pintu dengan jarinya.

"Ihhh bos Aneh udah dijelasin, bilang makasih kek" gerutu Risa dalam hati.

Ia hanya menurut dan melangkah pergi dari ruangan, sementara diujung lorong Dina menunggu dengan cemas, namun wajah cemasnya berubah setelah mendapat penjelasan dari Risa.

Risa dan Dina tak sadar di ruangan tersebut yang mereka bicarakan sedang mendengus kesal sambil memijit kepala yang tidak pening.

Tiba-tiba sekelumit ingatan pagi tadi muncul di benaknya.

"Bapak nanti ke makam Ibu, kamu mau ikut Nak" Danu mengajak Ardan yang sedang makan diseberang sana.
"Enggak bisa, Ardan sibuk, Bapak nanti sama supir saja" tukas Ardan singkat.

Danu menghela nafas, dalam batinnya ia bertanya apa kesuksesan ini belum mampu memaafkan kesalahan Bapaknya dulu, kesalahan yang sebenarnya tak bisa disebut kesalahan, namun ia berharap hubungannya dengan Ardan membaik.

Danu tidak tahu saja, Ardan sering pergi ke makam Ibunya, saat ia ke sana ia akan benar-benar sendiri tanpa di dampingi supir atau siapapun.

"Pak Arif, nanti bapak pulang cepat, saya mau nyetir sendiri" perintah Ardan.

Arif melihat Arlojinya dan baru menunjukkan pukul 11, ia ingin menginterupsi namun batal mendengar info bahwa akhir-akhir ini pak Ardan sering marah salah sasaran.

Dari kejauhan nampak seorang pria yang menaruh jas di lengannya, ia duduk dengan pandangan sendu, hanya beberapa kalimat terucap kepada si empunya makam.

"Sudah 20 tahun ibu, tapi batin Ardan sulit sekali untuk menerima maaf Bapak, Batin Ardan sulit sekali untuk menerima setiap tawaran jodoh yang datang, Ardan tahu ia sangat disegani bahkan ditakuti, Ardan tidak peduli, jika dengan ini bisa menutup rasa kehilangan padamu Ibu, meski sudah 20 tahun, rasa ini semakin menjadi, Ardan menyedihkan ya bu, Ardan besar ini ingin tidur lagi dalam pangkuanmu ibu" air mata telah menetas pada pipi Ardan.

Tanpa ia sadari di seberang sana sepasang mata mengamati dan bahkan terkejut kala melihat orang yang ia perhatikan menangis.

"Dalam batinnya, benar katamu Al, manusia bukan siapa-siapa didepan kehilangan" Aliya, gadis penjual bunga.

Aliya ini tokoh kunci gaes, berperan sebagai apa enaknya? Kita lihat aja. Ikuti terus kelanjutan ceritanya hehehe,
Bagi yang berkenan dan mungkin suka dengan jalan ceritanya plisss share biar yang lain bisa ikut baca, hehehehe

Ngaji Yuk Bos [Bersambung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang