Teladan 1

18 1 0
                                        

Part ini berkisah pada masa kecil pak bos Ardan, latar belakang kenapa mental si pak bos ini bisa dibilang begitu kaku, bahasanya Risa kayak fir'aun hahahaha.
Langsung saja cekidot masuk ke tkp.

"Dan, Bapak sama Ibu berangkat dulu ya, kamu dirumah baik-baik" Aisyah, Ibu Ardan sambil mengelus kepala anaknya itu. Ardan kecil hanya mengangguk tanda mengiyakan.

Ardan hanya melihat Bapak dan Ibunya pergi dan berlalu setelah beberapa saat.

Bapak Ardan adalah seorang penjual koran di Kota Semarang, penghasilan sehari - hari hanya cukup untuk makan, sedang Ibu Ardan hanya seorang buruh cuci di rumah tetangga sekitar.

"Koran, koran koran, korannya mas korannya pak" tanpa lelah Pak Danu menawarkan dagangannya kepada orang yang berhenti di lampu merah.

Siang begitu terik, peluh dan keringat bercucuran dari tubuh pak Danu, sehari berjualan koran pak Danu baru mendapatkan uang 40 ribu rupiah, itupun belum dihitung uang yang harus dibayarkan ke agen koran tempatnya mengambil koran-koran tersebut.

Ditempat lain Aisyah juga tak kalah lelahnya, setiap hari ia selalu berjibaku dengan pakaian kotor orang-orang yang memakai jasanya. Dari hasil kerjanya sebagai buruh cuci ia hanya mendapat penghasilan paling tinggi 50 ribu rupiah sehari, sedang uang itu harus digunakan untuk keperluan sehari-hari dan uang untuk membayar kontrakannya.

Sementara kedua orang tua Ardan bekerja dengan sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ardan sedang asyik bermain dengan teman sebayanya.

"Dan ayo giliran kamu main" teriak suryo teman bermainnya yang usianya lebih tua dua tahun.

"oke" jawab Ardan dengan mantab.

Ditengah sinar matahari mereka bermain kelereng. Setelah lelah mereka berdua-pun pergi untuk mencari jajan, biasalah anak kecil. Namun siang itu berbeda, Ibu Ardan sudah berpesan jika Ardan haus atau lapar diminta untuk pulang dan makan di rumah, karena hari itu Aisyah tidak memberi uang jajan untuk Ardan.

"Aku mau pulang aja ya sur" dengan mata berkaca-kaca Ardan pamit undur diri.

Suryo yang usianya 8 tahun sudah paham akan situasi, ia mengerti betul kondisi keluarga Ardan yang kekurangan.

"ayo ikut aja Dan nanti aku traktir" Suryo lalu merangkul bahu Ardan yang tubuhnya jauh lebih pendek darinya. akhirnya mereka berdua pun pergi untuk sekedar jajan.

Satu bulan sejak cerita Ardan dan Suryo yang kompak saling berbagi.

"Uhuk, uhuk uhuekk" Ibu batuk terus menerus, suaranya cukup keras hingga terdengar sampai ke teras rumah keluarga Ardan yang hanya berukuran 7 x 3 meter, meski rumah itupun adalah hasil mengontrak dari seorang juragan beras disekitar situ.

"Kita periksa ya bu?" Pak Danu menghampiri istrinya dengan rasa iba.

Aisyah hanya menggelengkan kepala, suara batuk terus saja memenuhi kamar sempit itu.

Ardan yang sedang bermain dengan yoyo pemberian Suryo pun menghampiri ke kamar, hampir anak itu menangis melihat kondisi ibunya, Aisyah melambaikan tangan pada Ardan.

"Ibu kenapa?" Tanya Ardan dengan polos.

"Gak papa, cuman masuk angin paling nak"Aisyah mencoba menenangkan Putra semata wayangnya itu.

Ardan pun kemudian tidur dipangkuan ibunya.

Jam tua yang terlihat sudah sangat lusuh menunjukkan pukul setengah dua pagi, Ardan terbangun karena suara batuk Ibunya, ia tak menemukan sosok sang Bapak di samping ibunya.

"Bapak kemana Bu" tanya Ardan mengagetkan Aisyah.

Aisyah tak enak hati karena batuknya, Ardan jadi terbangun.

"Ardan ambilkan minum ya bu?" tanya Ardan kembali.

Aisyah hanya tersenyum dan mengangguk, lantas Ardan masuk ke dapur, di sana ia melihat Bapaknya sedang sholat tahajud. Ardan memperhatikan sejenak Bapaknya itu, tanda tanya terbesarnya adalah jam segini Bapak kok Sholat, Sholat apa ya?  Ardan hanya menerka-nerka dalam hati, apa Sholat shubuh, tapi kok pagi banget anak seusia itu belum mengerti perihal waktu sholat paling Indah tersebut.

Batuk ibunya yang memecah rasa bingung Ardan, tak lama ia lalu berlari kearah ibunya membawakan segelas air putih untuk diminum ibunya.

Ardan yang masih kecil tak kuat menahan kantuknya. Ia terlelap di pangkuan ibunya kembali. Melihat kepolosan anaknya tak terasa Aisyah menitikkan air mata. Sepertinya ia menyembunyikan sesuatu yang serius.

Jangan bosen baca cerita Author ya, komen kalau sekiranya ada kata atau kalimat ambigu, tetep santuy dan stay at home, COVID 19 itu penyakit berbahaya, jadi waspadai cara pencegahannya bukan orangnya.

Ngaji Yuk Bos [Bersambung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang