Intro: 0 - Ω Side

1K 74 18
                                    

"Ohira-kun? Kau bisa bergerak?"

Panggilan lembut seorang wanita berjubah medis mengembalikan kesadaran Shosei. Ia mengerjapkan kelopak mata beberapa kali, membiasakan diri dengan terangnya ruangan asing di mana ia terbaring sekarang.

Shosei beringsut, menarik tubuh bagian atasnya naik, bersandar pada tembok keramik di belakang punggungnya yang sejuk.

Salah satu perawat meraih lengannya, merekatkan manset tensimeter sebelum mengobservasi, berkata semenit kemudian, "Tekanan darahmu sudah kembali normal."

Kesibukan di dalam kamar tersebut tidak Shosei gubris. Ia justru tertarik pada gelang silikon identitas pasien berwarna biru muda yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Nama lengkapnya tertera tepat di sana: 大平祥生 - Ohira Shosei (20) - Omega. Ditambah sebaris keterangan di bawah: PENDARAHAN EKSTERNAL.

"Kau kehilangan banyak darah tadi pagi, untungnya kami masih punya stok darah yang cocok untuk transfusi." Melalui sudut mata yang sayu, Shosei menemukan sepotong kecil plester tersemat di punggung tangannya, menutupi bekas jarum. "Apa ada keluhan sakit yang ingin disampaikan? Atau hal lain yang ingin kau tanyakan, Ohira-kun?"

Ingatan anak lelaki yang baru saja menginjak usia dewasa tersebut dipaksa kembali pada peristiwa yang ia yakin telah terjadi beberapa jam lalu, namun runtutan kejadian masih begitu kabur, seperti mengidentifikasi sesosok bayangan di tengah badai pasir. Apa yang sesungguhnya terjadi sampai ia bisa berakhir di sini?

Memahami kondisi pasien yang belum memungkinkan, dokter hanya menyarankannya untuk istirahat dan mengingat secara perlahan saja. Suster meninggalkan sepaket makan siang di atas meja.

"Kami akan kembali sekitar dua jam lagi. Jika ada keluhan rasa sakit, segera saja tekan tombol merah yang ada di samping."

"Terima kasih... Sensei."

Butuh waktu sampai Shosei akhirnya membuka mulut.

Sepeninggal dokter dan perawat dari kamarnya, yang Shosei lakukan hanyalah berbaring telentang di atas tempat tidur, sesekali pandangan menyapu ruangan kosong yang dominan dengan warna klasik serta aroma kimia khas rumah sakit.

Tiga puluh menit berlalu, Shosei masih belum menyentuh makan siangnya. Ia merasa sekujur sendi dan ototnya lemas namun tidak ada selera makan sama sekali. Menimbang sesaat, pemuda itu menyibak selimut kemudian berjingkat turun dari ranjang penuh kehati-hatian. Didapatinya seragam sekolah yang familiar tergantung di sebelah pintu. Shosei mendekat. Sebuah noda kemerahan yang membentuk pola abstrak membuat kedua alisnya bertaut penasaran. Bercak itu tercetak pada permukaan kerah belakang kemeja putihnya.

Refleks Shosei mengangkat satu tangan untuk meraba area di atas tengkuk.

"Ugh-"

Itu adalah setruman nyeri yang membuat gigi Shosei spontan menekan bibir bawah dengan keras. Sekujur tubuhnya gemetaran. Pijakan kakinya melunak. Satu persatu potongan puzzle ingatan muncul dari dalam celah-celah ruangan di otaknya.

Melalui kelopak mata yang terkatup ia mendapati sekeping dua keping memori yang tercecer. Bayangan seseorang yang menyerangnya dari belakang, menahannya kuat di atas tanah, pergumulan sengit hingga berakhir dengan Shosei yang mendapati lehernya digigit begitu kuat. Tak kuasa menahan nyeri, dia pun tidak sadarkan diri. Ingatannya terbatas. Kini luka gigitan yang ia rasa lumayan parah itu telah tertutup dengan perban kasa tebal yang melingkari leher.

The Pheromone Outbreak (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang