Side Story Sp. 1: 結 (Keigo x Junki)

419 36 47
                                    

結 (musubi) - Bond

🍀

「Keigo, kau sehat? Ibumu cemas menanyakanmu.」

Keigo masih setengah berbaring, menonjolkan otot yang terpampang nyata tanpa busana bagian atas, menyandarkan punggung kekar yang licin oleh peluh pada kepala tempat tidur. Sebuah termometer digital berwarna abu-abu terselip di sudut bibir. Ia masih menimbang-nimbang untuk menjawab pesan yang sejauh ini hanya berakhir dipandangi semata. Pesan tersebut dikirimkan oleh Sho, yang menjadi perantara antara anak-anak yang tengah dikarantina dengan keluarga mereka.

Dengan malas sang putra bungsu keluarga Sato menggerakkan jemari lentik panjangnya di layar, mengirim sebaris kalimat: 「Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.」

Sesudah memastikan pesan balasan terkirim, Keigo beranjak, menarik lepas termometernya sebentar untuk mengecek: 38.4 derajat celcius, lantas melempar alat medis itu begitu saja ke tong sampah. Kalau saja Junki melihatnya pasti ia tak akan segan untuk mengomel, menyayangkan bagaimana benda yang seharusnya masih bisa dipakai ulang dicampakkan sepuas hati.

Menyeret handuk putih besarnya dari gantungan baju, Keigo melangkahkan kaki masuk ke kamar mandi, melepas seluruh kain yang hanya tinggal membungkus setengah badan bagian bawahnya, kemudian masuk ke bak mandi berisi air bersuhu ruang. Keadaan tubuhnya mulai terasa tidak begitu baik.

Setelah beberapa menit menyamankan diri di dalam air, samar-samar didengarnya suara pintu kamar yang terbuka dan tertutup. Nampaknya Junki sudah kembali dari pertemuannya dengan Takumi.

Keigo mengangkat lehernya dari sandaran bak keramik, mengistirahatkan kedua mata sebelum menenggelamkan kepalanya sendiri selama beberapa saat di bawah permukaan air. Saat hidungnya kembali ke atas untuk memasok oksigen, ia menyadari satu hal yang sulit. Rasa panas di tubuhnya tidak menyusut sama sekali.


🍀

"Hei, kau tidak mati di dalam kan?!"

Benturan keras di pintu kamar mandi membangunkan Keigo. Ia mengerjapkan kelopak mata seraya mengangkat punggung yang melorot. Ketika ia menyadari bahwa dirinya baru saja tertidur, dengan buru-buru mengangkat kaki dari bak mandi, memperhatikan bagaimana ujung-ujung jemarinya terukir oleh keriput.

"Aku tidak mati," jawab Keigo singkat sambil menggamit handuk yang segera dipakai untuk menggosok seluruh tubuh yang basah dari kepala ke kaki. Tidak ada lagi suara Junki di luar sana, mungkin sudah kembali melakukan hal lain... atau tidur.

Diam-diam sang alpha jangkung berterima kasih pada omeganya. Kalau-kalau tadi ia tidak sadar dan seluruh tubuh melorot ke dalam bak mandi, nyawanya dipertaruhkan.

Keigo menoleh ke sekeliling, menautkan kedua alis. Ia tidak ingat apakah sudah membawa baju ganti bersamanya atau belum, tapi karena tidak nampak tanda-tanda keberadaan pakaiannya, maka ia hanya melingkarkan handuknya di garis pinggang. Hair dryer dinyalakan untuk mengeringkan surai hitam ikal yang jatuh secara menyedihkan di depan dahi. Keigo memperhatikan wajahnya di dalam cermin. Pucat seperti vampir.

Setelah memastikan seluruh bagian tubuhnya kering, Keigo mengambil benda lonjong dari kotak medis di balik cermin. Itu adalah suppressant injeksi khusus untuk alpha. Tanpa banyak pertimbangan segera ia tusukkan ujung jarumnya ke pembuluh darah di dekat sendi engsel lengan kiri.

Setidaknya suppressant akan membantu menekan produksi hormon meski hanya sedikit untuk malam ini, berharap memberinya cukup waktu berpikir demi mencari cara efektif melewati periode rut pertamanya dengan seorang mate.

The Pheromone Outbreak (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang