Ep. 2 - Rahasia

495 53 25
                                    

Sembari menunggu Shion selesai mengemas buku dan peralatan sekolah pribadi lainnya, Shosei mematut diri di depan cermin, memastikan tidak adanya kantung hitam di bawah mata mengingat semalam tidak bisa tidur dengan nyenyak. Bukan hal yang besar, hanya belum terbiasa menetap di ruangan asing bersama seseorang yang tidak familiar.

"Shosei, sudah minum suppressant?" tanya Shion sambil mondar-mandir di belakangnya, mencari kaus kaki. Kemeja putih yang ia pakai bahkan sudah nampak sedikit kusut.

"Sudah," jawab si pirang, pendek. Kini dirinya tengah mengamati seragam baru yang ia pakai. Kemeja putih lengan panjang, dasi kotak-kotak merah hitam, celana panjang bermotif senada dengan dasi, knitted vest biru tua dengan garis luar berwarna kuning, dan blazer hitam berlogo sekolah Shiratsuyu di dada kiri. Sebuah keajaiban yang tidak pernah eksis sebelumnya bahkan di dalam angan-angan sekalipun.

"Patch?!" Seruan Shion menggema dari dalam kamar mandi. Dia mencari kaus kaki sampai ke kamar mandi?

"Lukaku masih belum kering, jadi belum bisa dipasangi patch!" balas sang putra tunggal keluarga Ohira setengah berteriak mengingatkan. Ia memandangi kain kasa yang baru saja diganti, yang menyembul sedikit melalui perpotongan kerah kemeja. Luka gigitan itu masih sedikit menyisakan nyeri, tapi dokter bilang dalam tiga hari lukanya akan mengering dan tak lagi terasa sakit.

"Inhibitor? Injekto-OW!!"

Shosei tersentak ketika mendengar suara benda keras beradu. Ia berbalik, menemukan Shion tengah berjongkok sambil mengusap-usap kepalanya di sudut ruangan dekat kabinet.

"Kau baik-baik saja?"

"Tidak..." Anak itu berdiri dengan sempoyongan, kaus kaki putih menggantung di satu tangan. Sepertinya jatuh di sekitar kabinet dan ketika diambil, kepala tak sengaja terantuk sisi kabinet yang keras. "Tapi yah, aku masih hidup. Jadi tidak masalah!"

Cengiran konyol Shion tak pernah menggagalkan Shosei untuk tertawa. Anak itu bangkit berdiri, memakai kaus kakinya. Sebelum berlanjut memakai vest dan blazer secara terburu-buru.

"Kau sudah bawa inhibitor dan lainnya?"

"Ada di dalam tas." Shosei mengambil satu tarikan nafas panjang sebelum menambahkan. "Shion, kau tidak perlu mengabsen satu demi satu apa saja yang harus kubawa dan kupersiapkan. Aku sudah hafal semuanya."

Tatapan keduanya beradu.

"Hanya memastikan." Sang alpha tersenyum kecil, hendak mengambil sepatu dari rak ketika sebuah benda kecil di atas meja menarik perhatiannya. Sebuah pita berwarna putih. "Lihat, kau melupakan sesuatu."

Shosei kalah cepat, Shion lebih dulu menyambarnya dan menyematkan pita tersebut pada sisi depan kanan blazer yang dikenakan omeganya. Pita itu sejatinya digunakan untuk membedakan omega dari para alpha. Ini akan memudahkan mendapat pertolongan pertama jika terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Selesai. Kau kelihatan keren."

Pundaknya ditepuk dua kali oleh pemuda yang lebih tinggi. Tentu saja seragam yang dipakainya keren, tapi Shosei lebih setuju kalau sosok Shion yang mengenakan seragam identik seperti miliknya jauh lebih terlihat keren.

"Ayo berangkat!"

🍀

"Perkenalkan, namaku Ohira Shosei. Untuk tiga bulan ke depan, mohon bantuannya."

Shosei membungkukkan badan di depan 29 teman sekelasnya yang baru. Ini kali pertamanya berada dalam lingkungan yang dipenuhi oleh kaum elit, alpha. Anehnya, itu tidak semenakutkan yang selalu ia bayangkan. Melihat bagaimana sosok-sosok asing itu memperhatikannya tanpa tatapan menghujat pun cukup membuatnya lega. Shosei mulai berpikir bahwa mungkin opininya tentang kaum alpha selama ini tidak terlalu benar.

The Pheromone Outbreak (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang