Memperhatikanmu dari jauh, sudah lebih dari cukup untukku. Tersenyumlah, aku tahu, kamu hebat dan kamu kuat dengan caramu sendiri.
Sudah waktunya sekarang untuk terbiasa dengan rasa rindu. Kenangan yang begitu melekat dan teramat sulit untuk dilupakan.
Ku harap kenangan ini tetap tersimpan rapi di ingatanku, dan aku tak akan pernah berhenti bersyukur karena takdir sudah memberiku waktu untuk bertemu dengan kalian.
Tetap baik, meskipun kamu merasa dunia itu jahat. Tetap tersenyum, meskipun banyak beban dan rasa lelah yang tersimpan.
Boleh menangis jika sudah tak tertahan. Setelah itu, hapus air matamu. Dan bilang ke dirimu sendiri, kalau semua yang terjadi di dalam hidupmu adalah suatu proses perjalanan yang akan membuat dirimu kuat.
Tuhan tidak pernah memberi kesedihan yang teramat dalam, Tuhan juga tidak pernah memberi kesenangan yang terlalu berlebih. Semuanya ada porsinya masing-masing. Tetaplah bersyukur dalam keadaan apapun.
Everything meant to you, never pass you.
"Tiiii sini deh." panggil Ziva supaya Tiara mendekat ke arahnya.
"Mau apa kamu, Ziv?" tanya Tiara menghampiri Ziva yang sedang duduk sendirian diatas tempat tidurnya. Iya, untuk terakhir ini dirinya berada di satu kamar yang sama dengan Ziva.
"Ti, cuma mau bilang."
"Mau bilang apa hayo?"
"Ziva beruntung kenal Titi." Ungkap Ziva tersenyum tulus menangkup pipi Tiara, "Jangan berusaha untuk berubah jadi orang lain ya, tetap jadi Titi yang Ziva kenal."
"Jangan buat aku nangis deh, Ziv. Masih pagi banget ini."
Ziva menggeleng, terkekeh pelan, "Aku cuma mau ungkapin apa yang aku rasain aja. Aku tahu apa yang kamu rasain, Ti. Hatimu terlalu lembut, terlalu baik untuk dijahatin sama mereka."
"Gapapa, Ziv. Kita nggak punya banyak tenaga dan waktu untuk membalas omongan jahat mereka. Tapi, kita punya dua tangan yang bisa kita gunain untuk menutup mata dan telinga kita, supaya tidak mendengarkan dan melihat apa yang mereka katakan. Tetap kuat dan harus tetap tersenyum, meskipun dunia terlalu jahat ke kita. Ingat, masih banyak yang sayang juga kan? Jadi untuk apa berlarut-larut. Kepikiran akan perkataan mereka iya wajar pasti kepikiran. Rasa sedih, rasa kecewa, rasa kesel pasti ada kok, namanya kita cuma manusia biasa. Tapi, ya balik lagi yang tahu tentang gimananya kita adalah diri kita sendiri, bukan mereka. Mereka hanya bisa menilai dari apa yang mereka lihat, dari apa yang mereka dengar, tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu." Jelas Tiara tersenyum.
"Lihat deh betapa lembutnya hatimu, Ti. Kamu bilang kata-kata begitu aja, air matamu langsung turun begini." Ziva menghapus air mata Tiara yang turun dipipinya, "Kalau ada apa-apa cerita ya. Bebanmu juga butuh rumah, Ti."
Tiara mengangguk, "Kamu juga harus tetap baik-baik yaa, harus tetap bahagia sama Biel. Aku tunggu karya kamu setelah ini, aku yakin Tuhan udah kasih jalan dan takdir terbaik untuk kita."
"Siap, Bibi! Hehehe."
"Ahh bakal kangen sama anakku ini," Tiara berhamburan ke pelukan Ziva, memeluknya erat.
"Bibi harus janji. Janji nggak akan ngelupain aku ya."
"Pasti. Kamu tuh anak kesayangan Bibi."
Mereka saling menatap, dan setelah itu tertawa bersama.
"Tii, pilih Nuca apa Sam nih jadinya?" Goda Ziva membuat Tiara mengerucutkan bibirnya.
"Ziv, jangan mulai deh hm."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersembunyi di Balik Rasa
FanficAda rasa yang belum tersampaikan. Aku lebih memilih memendam, dibandingkan mengungkapkan. Biarkan saat ini hanya aku yang merasakannya. Aku harap suatu saat bisa berjuang mendapatkan rasamu. Agar rasaku dan rasamu dapat menyatu - Raja Giannuca Berpu...