Akhirnya, hari pertama ku bersekolah di Surabaya telah usai. Budi dan Sarah berpamitan padaku. Aku berjalan ke arah parkiran motor untuk mengambil motor vespaku. Banyak sekali siswa yang memakai motor yang bagus bahkan mobil sendiri tidak membuat ku iri ataupun minder. Ketika akan ke gerbang, aku melihat ada Momo yang sedang dipaksa untuk bareng dengan seorang lelaki. “Apakah harus ku tolong ya??” kataku dalam hati. Siswa itu berkata pada Momo “ayolah momo, sehari aja aku barengin kamu. Lagipula kamu jalan kan?” “Maaf meskipun aku cosplayer, bukan berarti aku murahan. Aku gak mau bareng denganmu, maaf!” Momo menolak. Siswa itu pun berkata “Dasar, wanita sok jual mahal. Lihat aku kan aku ganteng dan kaya, kenapa kamu gak mau hah?!” “Maaf aku mencari seorang yang bisa membuat ku nyaman dan tidak membentak juga menjelekkanku.” kata Momo. Akupun menghampiri mereka berdua. “Hei Momo, bukannya kita ada kerja kelompok?” aku membohongi siswa itu agar aku dan Momo bisa pergi. Momo terlihat sedikit bingung dan akhirnya ia tau maksutku “Ohh iya, kita punya kerja kelompok ya Surya? Yaudah ayo.” Ia pun menaikki vespaku. Siswa itu terlihat geram. Tetapi aku langsung menancapkan gas ku dan meninggalkannya. “Terima kasih ya Surya, berkat mu aku bisa pergi darinya.” Momo berterima kasih padaku. “Bukan apa apa kok, aku juga minta maaf soalnya Cuma bisa nganter pake vespa.” Momo tertawa kecil dan bilang “Aku tidak melihat cowok dari apa yang dia pakai ketika pulang. Aku lebih suka orang yang bisa menjagaku dan membuatku nyaman. Suka menolong juga tentu saja tampan. Sepertimu Surya.” Pernyataan Momo membuat ku kaget juga baper karena aku gak pernah mendengar pernyataan seperti itu dari cewek lain. Akhirnya kami sampai dirumah Momo. Tertulis angka 21 rumah dengan lantai 2 yang tidak terlalu besar tapi tidak terlalu kecil pula. Rumahnya bercat hijau dan di halaman nya terdapat banyak sekali bunga. “Makasih ya udah nganter aku pulang.” Aku agak malu untuk bilang tetapi akhirnya akupun memberanikan diri untuk berkata. “Uhmm Momo? Boleh aku minta ID Line?” Dia mengambil hapeku dan tersenyum. Sebelum ia mengembalikan HP ku ia berkata “Jangan lupa chat aku ya nanti malam.” Sambil memainkan mata kirinya seolah menggodaku. Akupun bersemangat dalam perjalanan pulang. Dan aku udah sampe ke rumahku. Rumahku sederhana dengan keramik hijau tosca, pagar putih, dan tertulis angka 95 yang ditulis dengan cat hitam. Aku melihat seseorang yang tidak asing untukku. Ternyata, itu adalah Isma. “Hei, Isma.” Sapaku untuk menyapa Isma. “Ehhh Surya kenapa ada disini?” tanyanya dengan keheranan. Aku menjelaskan bahwa rumah dibelakang ku adalah rumahku. “Oh, jadi ini rumahmu? Kita se gang dong? Tapi kenapa gak pernah ketemu ya?” Tanyanya lagi. “Mungkin karena aku baru satu hari disini jadi gak begitu kenal orang sekitar.” Kataku. Sebenarnya aku ingin meminta ID Line dari Isma. Akhirnya, aku memberanikan diriku untuk bertanya. “Uhmm Isma? Boleh aku minta ID Line mu? Mungkin sewaktu waktu aku perlu.” Tanyaku dengan gugup. Dia mengambil hapeku dan berkata “Kalo aku gak bales maaf ya. Selain karena sibuk aku juga dibilangin oleh Abiku gaboleh terlalu sering untuk chat laki karena bukan mahromnya. Tapi untukmu, aku usahain buat bales meskipun jarang jarang ya, hihi.” Dia tertawa kecil dan berpamitan denganku. “Assalamualaikum, Buu? Surya udah pulang.” Aku salam dan membuka pintu. Rumahku terlihat gelap dan kosong. Piring masih belum dicuci pertanda bahwa Ayah dan Ibu belum pulang. Aku pun membersihkan Piring piring yang ada dicucian piring. 15 menit kemudian “Assalamualaikum, Ayah sama Ibu pulang.” Ayah dan Ibu pulang. “Waalaikumsalam, Ayah Ibu. Kenapa terlambat pulang?” tanyaku. “Ibu tadi 10 menit terlambat pulang soalnya lembur dikit.” Ibuku adalah seorang tuna wicara, tapi aku paham dengan bahasa isyarat yang diberikan ibuku. Meskipun demikian beliau adalah seorang yang penyayang dan sabar. Bahkan, 18 tahun aku dibesarkan tidak pernah yang namanya dipukul. Tapi aku pernah dicubit sih kadang kadang. Ayahku berbeda beliau adalah seorang ekstrovert yang suka bercanda. Ia adalah orang yang agak disiplin, meskipun kadang cerboh sih. “Surya, gimana hari pertama mu bersekolah di Surabaya?” ayah menanyaiku tentang hari pertamaku. “Jangan kaget ya Ibu Ayah, aku punya 2 teman. Daaaaannn 9 orang cewek suka padaku.” Mereka kaget, saling bertatap muka dan akhirnya tertawa. “Mana mungkin kamu disukai banyak cewek. Di Bandung aja yang suka kamu dikit.” Ayah dan Ibu seolah gak percaya dengan kata kataku. “Kalo gak percaya yaudah” setelah aku berbicara seperti itu, bel dirumahku berbunyi. Ketika aku buka pintunya, ternyata dia bukan orang asing. Lebih tepatnya ia adalah Nana. “Ini nasi goreng, tadi ibuku bertanya padaku. Siapa kah kamu, trus aku bilang pada Ibuku. Itu Surya, dia masa depanku.” Dia memberikan satu rantang penuh nasi goreng. “Eeeee....iya, kamu mau masuk?” aku menawarkan Nana untuk masuk kerumahku dan duduk. “Boleh!” iapun menerima tawaranku dan duduk. Aku menyuruh Nana untuk memperkenalkan dirinya sendiri pada kedua orangtuaku. “Namaku Nana dan..... Aku suka pada anak anda” Kedua orang tuaku kaget. Ternyata yang aku ucapkan emang benar. Ibuku memberi bahasa isyarat. Nana terlihat agak bingung. Ayahku menjelaskan “ Kata Ibunya Surya, kenapa kamu suka dengan anak kami? Emangnya apa kelebihannya?” akhirnya Nana memberitahu alasannya menyukaimu. “Aku suka dengan anak bapak karena aku lihat, dia adalah seorang yang tidak suka iri, tidak terlalu memaksakan, dan baik juga ganteng sih hihihi.” Pernyataan Nana membuat kedua orang tuaku tersenyum. Ibuku mengambil sebuah kaleng berukuran lingkaran yang isinya adalah kue kering. “Ibu, kenapa gak bilang ada kue kering?” aku kaget karena ada kue kering dan ibu tidak menawariku dan malah menawari Nana. “Maaf ya Nana, anak kami kadang kadang dewasa. Tapi juga kadang kadang kekanak-kanakan.” Ayah ku menggodaku. Setelah agak lama berbincang, Nana memutuskan untuk pulang. Tetapi, ayahku menyuruhku untuk mengantarkannya pulang. Akhirnya aku keluarkan vespaku dan berkata “ Maaf ya masih nganterin pake vespa.” Nana tertawa kecil dan bilang bahwa ia tidak melihatku dari kendaraan yang aku tunggangi. Sekitar 15 menit berlalu, Nana tiba tiba berkata “Stop stop disini rumahku.” Tetapi aku hanya melihat gang kecil. “Boleh aku tau dimana rumahmu?” tanyaku. Dia menunjukkan rumahnya dan aku pun terkejut. Rumahnya hanya selebar ruang tamuku. “Maaf, aku bukan dari keturunan orang kaya. Ayahku hanya seorang ojek online, dan Ibuku seorang ibu kantin.” Aku mengelus pundaknya dan menenangkan hatinya. “Suatu saat, aku akan membuat restoran ku sendiri!” ia lalu bersemangat dan menunjukkan cita citanya padaku. “Semoga tercapai ya! Aamiin” “Aamiin, semoga cita citanya juga tercapai, Surya!” Sebelum aku berpamitan Ayah dari Nana telah pulang. Beliau terlihat sangat letih atau mungkin beliau memang seperti itu. Aku ingin salim pada ayah dari Nana, tapi malah ayah Nana menghempaskan tanganku dan berkata “Siapa kau, kenapa ada disini! Nana, bukannya ayah bilang gak boleh ada orang lain di rumah! Bikin repot aja, udah suruh dia pulang!” beliau memarahi Nana dengan bentakan dan menyuruhku untuk pulang. “Maaf ya Surya, ayahku emang kayak gitu. Jangan diambil hati ya.” Kata Nana sambil seperti mau menangis. Akhirnya kami berpamitan dan akupun pulang. Dalam perjalanan, aku melihat sebuah masjid yang dipenuhi oleh banyak sekali remaja masjid. Dan disana ada Isma. Isma terlihat sangat kesusahan dalam membawa banyak barang. 3 detik setelahnya, semua barang yang ia bawa berhamburan. Terdapat banyak sekali makanan ringan yang terjatuh. Ia dimarahi oleh seseorang yang terlihat seniornya. “Kamu ini gak becus, begini aja bisa jatuh! Bukan berarti kamu anak dari pendiri organisasi kamu bisa santai santai yah.” Kata senior dari Isma sambil memarahinya. Bukannya menolong, senior itu meninggalkan Isma sendirian. Menurutku, Isma tidak salah bahkan kalau itu aku, sudah pasti barang itu sudah jatuh sejak ku bawa. Aku menghampiri Isma dan membantunya. “Hei Isma, butuh bantuan?” Kataku menawarkan bantuanku pada Isma. “Ehh, kenapa kamu ada disini Surya?” tanyanya yang kaget melihatku. “Baru aja lewat, aku bantu sini.” Aku mengambil semua jajanan ringan yang terjatuh. Sambil membawa barang barang tersebut menuju masjid, aku bertanya pada Isma. “Kenapa banyak sekali jajanan ringan?” tanyaku pada Isma. “Organisasi kami emang kayak gini, setiap hari senin kami membagikan jajanan kecil untuk orang yang membutuhkan. Diharapkan bisa meringankan beban mereka.” Kata Isma. Aku kagum dengan Isma juga organisasinya. Setelah selesai membantu Isma, seniornya menghampiri dan melihat kami. Ia menyelat kata kata Isma dan bertanya padaku. “Siapa namamu? Aku gak pernah lihat kamu.” Ia terlihat seperti menyukaiku, terlihat dari bagaimana dia berbicara. “Aku Surya, teman dari Isma.” “Ohh pantes, kamu sekolah dimana?” ia terus menanyaiku dan menganggap Isma tidak ada disana. Isma pergi karena ia tidak dianggap olehnya. Namun, aku mengejar Isma dan berkata “Hei, mau kemana? Aku mau pulang ini, bukannya dianterin hihi.” Aku bercanda dengan dia agar dia tidak sedih lagi. “Ohh iya ayo, aku anter” sebelum ia mengantarku, ia pergi entah kemana. Setelah ia kembali ke padaku lagi, ia mengantarkan ku pergi menuju ke vespa ku. Sebelum aku pergi, Isma memberiku jajanan kecil dengan sebuah kertas bertuliskan “Dari Isma dimakan ya❤.” Akupun pulang dengan perasaan bahagia. Ketika aku pulang, aku menyempatkan untuk sholat dan tidur pada jam 21:00. Aku langsung tidur sebab tidak ada PR hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Tale About My Love (?)
Romance(Update Setiap Hari) Seorang pemuda berumur 18 tahun yang baru saja pindah dari kota Bandung ke Surabaya dan masuk ke Sma Merpati. Ia bernama Putra Surya Radimas yang sering dipanggil Surya. Anak dari Harun Surya Radimas dan Ainun Putri Puspa Kencan...