Jangan lupa vote dan comment
Follow juga akun iniTypo bertebaran
Happy reading\^^/Senja kala itu terasa sejuk dengan angin yang bertiup pelan, menerbangkan dedaunan kering yang berserakan di atas tanah.
Seorang cowok ber-hoodie terlihat bersandar pada tembok rumah seseorang. Rambutnya terlihat bergerak karena tertiup angin.
"Selamat sore calon pacar," sapa seseorang dengan senyuman manisnya.
Cowok tadi tersenyum kecut lalu membalikkan badannya menghadap sang gadis. Tangannya yang semula berada di dalam hoodie kini terangkat.
Pletak.
Sentilan kecil itu sukses membuat Sisil, sang korban, mengaduh.
"Sakit tau," protesnya.
"Gue gak pernah minta Lo jadi pacar gue." Devan berjalan meninggalkan Sisil yang masih mengelus jidat cantiknya setelah mengatakan itu.
"Tapi 'kan nanti kita jadian, ehe," sahut Sisil setelah menjajarkan langkahnya.
Namun cowok disampingnya itu hanya tersenyum kecil tanpa niat ingin membalas. Senyuman yang sangat kecil hingga gadis itu tidak menyadarinya.
Sisil dan Devan ini hanya sahabat yang bertemu dengan cara yang tak elegan beberapa tahun lalu. Saat itu Devan menangis di pojokan perpustakaan setelah melihat laba-laba yang hinggap di kepalanya. Sisil yang saat itu lewat pun menghampiri cowok tersebut. Tentunya setelah dia puas menertawai Devan. Sejak itu, mereka menjadi dekat. Dan siapa yang tidak menyangka bahwa cowok cengeng yang dulu takut dengan laba-laba itu kini berubah menjadi cowok yang- Umm.. Menurut Sisil dia lumayan ganteng dengan hidung mancung dan tubuh tinggi.
Sudahlah, lupakan.
"Di minum tuh, jangan bengong terus." Devan duduk di depan Sisil setelah meletakkan secangkir Hot choco dihadapannya.
Mereka kini duduk di Cafe kecil yang berjarak lumayan dekat dari rumah.
"Tumben ngajakin gue dating. Biasanya mah ogah banget." Sisil menyesap hot choco-nya setelah mengatakan itu.
Devan menatap Sisil yang masih bertahan dengan cengiran di wajahnya. "Ini bukan dating, gue cuma mau ngajak Lo keluar. Badan Lo tuh butuh asupan cahaya matahari biar ga lemes mulu."
"Gue udah sering dijemur di belakang rumah sama abang," cibir Sisil.
"Pantesan lo agak gosong."
Tak berapa lama setelah Devan mengucapkan itu, sebuah tisu bekas melayang ke arahnya. Dengan cepat cowok itu menghindar lalu terkekeh.
"Enak aja!" protes Sisil karena kesal. Lalu tiba-tiba dia teringat seseorang dan sebuah pertanyaan muncul di pikirannya. "Tante Dinda udah sadar?"
Tante Dinda adalah ibunya Devan. Beliau menderita penyakit jantung sejak lama. Beberapa hari yang lalu, tante Dinda masuk ke rumah sakit untuk menjalani operasi.
Sisil merupakan salah satu dari teman Devan yang diketahui memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Dinda. Wanita paruh baya itu juga terlihat menyukai gadis bersurai panjang dengan lesung pipit itu.
Devan menggelengkan kepalanya setelah mendengar pertanyaan Sisil. "Mungkin sebentar lagi."
"Waah, ternyata lo nggak cengeng kayak dulu lagi, ya. Nggak nyangka gue, lo udah gede sekarang," decak Sisil kagum.
"Siapa juga yang cengeng!" Devan mengangkat cangkir kopi miliknya dengan kasar. Dia paling tidak suka jika diingatkan tentang masa lalunya, apalagi saat mengingat betapa cengengnya dia dulu. Itu terdengar sangat memalukan bagi Devan.
Ya, dulu Devan adalah sosok yang cengeng. Dia selalu menangis ketika sang Ibu pergi ke rumah sakit. Bahkan jika beliau pergi hanya untuk sekedar mengecek kondisi kesehatannya.
Namun, setelah ibunya mengancam akan meninggalkan Devan jika dia tetap cengeng, akhirnya anak itu jadi jarang menangis.
***
Setelah mengobrol berbagai hal random yang terjadi di belahan dunia serta joke receh yang kadang terlontar, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang.
"Masuk sono, jangan keluyuran kek anak ayam ilang," ucap Devan.
"Iya iya. Sana pulang, aku gak bakal diculik, kok. Tapi kalau kamu yang mau nyulik sih, enggak papa." Sisil mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih.
Devan merotasikan matanya. "Belom diculik aja udah nyusahin."
Tanpa mengatakan apapun lagi, Devan berbalik dan berjalan menjauhi Sisil yang masih tersenyum. Cowok itu memutuskan untuk pulang.
"See ya later my future boo. Sering-sering ya, dating-nya," teriak Sisil.
Setelah Devan benar-benar hilang dari pandangannya, Sisil masuk dan menutup pagar.
Sisil akui, dia memang senang menggoda Devan. Entahlah.... Tapi nyaman sekali rasanya bisa bersama dengan cowok itu. Baiklah, sebut saja Sisil 'agak' menyukainya. Ayolah, siapa yang tidak suka dengan cowok baik nan tampan serta pintar seperti Devan.
Di kejauhan, Devan berjalan dengan senyuman kecil yang juga muncul di wajahnya. Sangat kecil.
Chapter 1 selesai^^
Maaf ya kalo ada typoJangan lupa follow, serta comment dan vote nya ya. Karena itu berarti banget buat aku.
See ya in the next chapter^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Reply
Teen Fiction[Jangan lupa follow] Sisil dan Devan memiliki masa lalu dengan orang yang sama, namun dengan kejadian yang berbeda. Sehingga membuat mereka 'memandang' orang tersebut dengan tatapan berbeda pula. Masa lalu kelam Devan dengan 'dia' membuat mereka s...