PBS 🥀Pertama

24.8K 783 12
                                    

Hallo kakak, mari mampir isi waktu di hari libur. Kasi votenya ya kakak, gratis kok.

'Mbak, bukannya itu ... bang Reza, suamimu.'

Kata-kata itu masih tergiang ditelingaku, pikiran ini menolak kenyataan, hati ini merasakan sakit,  serta mata ini adalah saksi dari kebusukannya.

Aku bersandar pada sisi ranjang dengan tatapan kosong, aku tidak percaya dengan semua ini, sangat tidak percaya. Ingin sekali aku berteriak melepaskan semua emosi yang sudah kutahan sejak lama.

Mulut ini sudah begitu gatal ingin bertanya, tapi rasa sesak di sana membuatku urung untuk mengutarakannya. Aku tidak sanggup mendengar jawabannya yang mungkin akan menambah rasa sakit di hati ini. Aku lebih memilih mendiamkannya untuk sementara waktu, aku tidak ingin mengambil keputusan dalam satu masalah begitu saja tanpa mengetahui isi-isi didalam masalah tersebutlah.

Sudah seminggu aku mendiamkannya,dan dalam seminggu ini aku tidak terlalu bertegur sapa dengannya. Aku tau dia juga bingung, mengapa sikapku berubah.

Aku tidak lagi sarapan bersama, mengantarnya keluar saat pergi kerja, menunggunya pulang kerja hingga larut malam seperti mana hal yang kulakukan selama 2 tahun hidup bersamanya.

Hingga pada suatu malam, dia memanggilku saat aku melewati ruang kerjanya yang kebetulan pintunya terbuka dan menampakkan sosok yang sangat aku sayangi memandangku.

"Dek ...," panggilnya.

Aku menghentikan langkahku, "Iya, ada apa?"

Aku hanya menjawab tanpa sedikitpun menoleh padanya.

"Seharusnya abang yang bertanya, kamu kenapa?"

"Gak kenapa-kenapa," ucapku dengan posisi yang sama.

Dia menghela nafas berat, aku tidak lagi mendengar jawaban darinya. Aku yang merasa didiami tentu tidak terima. Oh ya, kalian pasti bilang aku sendiri tidak terima didiami, terus apa kabar dengannya? Ya, aku memang tidak suka didiami, tapi kalian perlu tahu bahwa aku mendiaminya mempunyai alasan sendiri.

Aku membalikkan tubuhku dan betapa terkejutnya saat melihat dirinya sudah berada tepat di sampingku.

Aku beristighfar di dalam hati, dan berusaha tenang.

"Ada perlu apa lagi bang, kalau gak ada aku mau istirahat."

Aku melihat wajah yang sangat aku rindukan seminggu ini,tapi tidak lama. Aku memalingkan wajahku saat sebuah kalimat yang membuatku sakit hati tergiang jelas di telingaku.

Rasa rindu itu kusimpan jauh-jauh dan selalu berusaha bersikap tenang.

"Kamu kenapa dek?" tanyanya.

"Gak papa," ucapku.

"Gak mungkin, gak biasanya kamu kayak gini. Ngomong dek kalau kamu punya masalah, siapa tau abang bisa bantu. Jangan kayak gini," selanya.

"Kamu diamkan abang tanpa alasan," ucapnya dengan nada sendu.

'Masalahnya sekarang adalah abang, dan semuanya alasannya ada pada abang.' pekik batinku.

"Sudahlah bang, aku gak papa."

"Kenapa ucapanmu berubah, kamu gak pernah ngomong pakai 'aku' ke abang. Ada apa dek?"

Aku terenyuh. Iya, aku mengaku aku tidak pernah bicara dengannya dengan embel-embel aku. Tapi, sakit hati ini membuatku seperti ini.

"Adek, capek bang. Maaf ya bang, adek ke kamar dulu." aku meninggalkannya yang masih mematung di depan pintu ruangan kerjanya.

Aku mempercepat langkahku masuk ke dalam kamar, air mataku sudah tidak dapat dibendung lagi. Aku meluahkan air mata ini sendiri di dalam kamar, dan menguncinya.

Terimakasih udah sempetin baca.
Selama menunaikan ibadah puasa.
Komentarnya mak☺
Lanjut apa stop.

#26April2020

Permainan Busuk Suamiku (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang