PBS🥀Keenam

10.7K 641 18
                                    


Sebelum saya lanjut, saya mau kasi tau dulu. Mari kakak mampir keakun saya. Bantu follow+baca+vote+komentarnya. Satu dari semuanya sangat membahagiakan. Terimakasih. 🙏💕

Pagi ini, aku bangun sedikit lama dari biasanya. Aku melihat ke arah samping, sudah tidak ada bang Reza lagi. Di mana dia? Udah pergi kerjakah?

Aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, rasanya ingin sekali aku terpejam kalau tidak mengingat hari sudah semakin siang.

20 menit aku keluar dari kamar berjalan menuju dapur, langkahku terhenti saat mencium aroma yang mengunggah perutku ini.

'Alah, semakin lapar.'

Tapi siapa yang memasak? Bukankan di rumah ini tidak menyewa asisten?

Aku mempercepat langkahku menuju dapur, aku menatap punggung seseorang yang sedang menyajikan nasi goreng ke dalam piring.

Dialah bang Reza, melihat dirinya membuat aku teringat hal kemarin. Kamu bermain di belakangku akan kubalas dengan cara cantik supaya kamu juga tidak menyadarinya.

Aku langsung mengambil posisi duduk, tanpa menyapanya dahulu.

"Astagfirullahalazim ... adek ngagetin abang," ucapnya saat membalikkan tubuh dan mendapati aku di meja makan.

"Apaan sih, bang? Kamu kira aku setan," ucapku memutar bola mata malas.

"Gak, abang kira adek belum bangun." dia menyerahkan nasi goreng yang sudah tersedia dalam piring padaku.

Dengan senang hati aku mengambilnya.

"Terimakasih," ucapku mengambilnya.

"Gak, perlu terimakasih dek." aku tersenyum penuh arti.

'Yaiyalah, kamu main aja aku diam. Tapi ada masanya, aku bongkar ini semua di depanmu serta orang tuamu.'

Aku mengangguk tanda mengiyakan. Tiba-tiba terlintas pikiran ingin mengerjainya saat melihat dia begitu bersemangat sarapan pagi ini.

"Gak kerja, bang?" tanyaku  masih fokus pada nasi goreng di piring.

"Hari ini, abang libur. Ingin nemani adek di rumah," ucapnya tersenyum padaku.

Aku membalasnya dengan senyum paksa, dasar lelaki gak sadar diri.

"Oh ... ya. Abang sosweet," ucapku walaupun aku geli sendiri.

"Tapi  ...."

Aku menatapnya yang berhenti mengunyah, dan menatapku penasaran. Dirinya sedikit kaku, entah ada apa dengannya?

"Aku lupa kasi tau kalau semalam pergi sama Lenii," ucapku kembali memakamkan nasi yang tinggal sedikit.

"Owh, gak papa dek."

Dirinya sedikit lebih rilek dari sebelumnya yang kelihatan tegang dan kaku.

"Tapi ...."

Wajahnya berubah menjadi pucat, ingin sekali aku terbahak-bahak melihatnya.

"Aku semalam lihat kamu jalan sama wanita," ucapku meletakkan sendok di atas piring dan membersihkan sisa makanan pada mulutku menggunakan tisu.

"Uhuk ... ukhuk ...."

"Abang, kenapa?" tanyaku saat melihat dia terbatuk dan mengambil air yang jauh dari jangkauannya.

Tanpa ada niat membantu, aku membiarkan dia bersusah payah mengambil air dan menahan sakit akibat keselek nasi goreng pedasnya

Bolehkah aku tertawa atas penderitaannya? Setelah apa yang dia perbuat di belakangku?

"Adek, ngomong apa tadi?" tanyanya setelah minum air dan menetralkan diri.

"Abang, gak dengar?" tanyaku.

"Bukan, samar-samar dek."

"Kemarin, aku lihat abang jalan sama WANITA lain. Siapa dia bang?" tanyaku dengan menekankan kata wanita tersebut.

Dia tampak salah tingkah, seperti kucing yang ingin melahirkan.

"Kamu salah lihat kali, dek. Mana mungkin abang jalan sama wanita lain," ucapnya gugup.

"Iyakah?" tanyaku menatap matanya lekat.

Dia memalingkan wajahnya, ada apa dengannya? Biasanya tatapan adalah hal yang paling dia suka saat berdua, dasar kambing belang. Lain di depan lain di belakang.

"Iya, dek. Adek ada-ada saja," ucapnya tertawa walaupun bagiku itu hanya tawa hambar.

"Tapi ... mirip ya kayak suamiku," ucapku seakan menginterogasinya.

'Jujurlah bang, kalau kamu jujur dari sekarang mungkin aku bisa memaafkanmu.' bathinku.

"Bukan abang, dek."

"Semua pakaiannya mirip," ucapku lagi.

"Bukan, abang. Kamu salah lihat," ucapnya dengan meninggikan suara.

Aku reflek saat  mendengarnya.

"Kok abang  meninggikan suara sih, bang?" tanyaku tak suka.

"Abang, heran aja sama adek. Masa gak percaya sama suami sendiri," ucapnya.

"Terkadang, orang yang kita kasih percayaan menghancurkan kepercayaan itu."

"Tapi, kalau emang benar itu kamu bang. Adek tidak akan memaafkanmu, enak saja kamu bermain dengan wanita lain sedangkan adek adalah istri kamu. Adek gak segan-segan  menghancurkan kalian," sambungku membuat dirinya bungkam.

"Abang, sakit ya? Kok pucat," ucapku iseng.

"Ga--gak kok dek," ucapnya gugup.

"Kalau abang gak kerja abang temani adek keluar yuk," ajakku berharap dia mau.

"Kemana?" tanyanya.

"Ke butik gak jauh dari taman itu lo bang," ucapku.

"Maksud ,adek yang di dekat restoran Nyangsang?" tanyanya gusar.

"Iya, adek pengen beli baju muslimah di situ."

Sengaja aku mengajaknya pergi ke situ, biar aku tau bagaimana reaksinya.

"Di situ gak ada baju muslimah dek," ucapnya.

Aku mengernyitkan keningku.

"Abang, tau dari mana?" tanyaku.

Dia menutup mulutnya dan memalingkan wajah kembali.

"Dari teman abang," ucapnya.

"Oh ya? Adek gak percaya bang. Ayo temani adel nanti," ucapku mengambil alih piringnya  dan meletakkan di atas wastafel sekalian dengan piringku sendiri.

Aku meninggalkannya yang kelihatan begitu pucat, aku menghentikan langkahku seraya berbalik padanya.

"Bang ...."

Dia menatapku heran dengan senyum hambarnya.

"Kalau sempat abang ketahuan selingkuh, adek tidak segan-segan mengkhitan abang dua kali. Kalau perlu dalam satu bulan buat untuk tiga khali khitan," ucapku dan segera melanjutkan langkah.

Aku tersenyum riang akhirnya bisa mengerjai suamiku itu, aku terbayang bagaimana reaksi dirinya saat mendengar itu.

Biarlah aku dibilang jahat karena mengerjai suami, asalkan dia bisa sadar. Mana yang seharusnya dia perjuangi dan di tinggalkan.

Terimakasih udah sempetin baca. Selamat menunaikan ibadah puasa. Komentarnya kk.

29April2020
QueenPen

Permainan Busuk Suamiku (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang