Holla kakak, selamat pagi. Mampir yuk, tapi jangan lupa.
Follow dulu ya, vote+komentarnya.
100 vote untuk partai ini ya😍PovReza
Jantungku hampir copot saat mendengar penuturan Mira kalau dia melihatku bersama wanita lain, siapa lagi kalau bukan Valesa.
Hampir aja, aku ketahuan. Ya ampun rasanya tubuhku bagai kesamber petir, kalimat yang keluar dari mulutnya sangat membuatku takut. Apalagi saat dia mengatakan akan menkhitanku 3 kali.
Astaga, dek. Tega sekali dirimu.
Hari ini dengan terpaksa aku harus menemani dirinya pergi keluar, sudah banyak usaha agar dia membatalkan rencana keluarnya apalagi saat dia mengatakan akan pergi ke butik di dekat taman tempatku bersama Valesa pergi kemarin.
Tubuhku seperti orang yang sedang demam saja, menggigil dan mengeluarkan keringat terlalu banyak. Rasanya diri ini ingin sekali menghilang disaat waktu seperti ini.
Aku ketakutan atas kesalahanku sendiri, aku menyesal. Mengapa aku harus melakukan hubungan ini, jika akhirnya membuat aku takut sendiri.
Dia masuk terlebih dahulu kedalam butik tersebut dan meninggalkan aku yang bagai diserang segalanya. Entah kenapa, sebentar itu juga aku ingin buang air kecil, kepalaku pusing, serta keringat yang sudah membawa tubuh ini.
Aku bercermin pada layar handphone milikku, bibirku sedikit gemetar dan pucat. Astaga, yang benar saja.
Begitu takutlah, aku?
Bagimana, kalau hari ini semua rahasiaku terbongkar?
Bagaimana, jika Mira meninggalkan aku?Berbagai pertanyaan melayang begitu saja, membuat kepalaku merasakan nyeri.
Aku meraih handphone dan menelpon Valesa.[Halo baby ... ada apa? Aku sedang kerja, apa kau tidak masuk?]
Suara itu, pemilik suara itulah yang membuat diriku seperti ini. Terombang-ambing seperti orang mencuri saja, ketakutan.
[Valesa ... aku mau ngomong sesuatu sama kamu.]
Aku mondar-mandir menunggu jawaban dari seberang telpon sana. Kemana dia? Kenapa lama sekali menjawab, ucapanku.
[Kau, dengar ap--
"Bang ...." Mira, ya itu suara Mira.
Aku segera mematikan sambungan dan melihat ke arahnya yang berjalan mendekat.
"Kamu, kenapa sih, bang?" tanyanya.
"Gak papa, dek." padahal hatiku sedang dag dig dug.
Astaga!! Dia tetap nekat mengajakku masuk ke dalam. Oh, tidak ....
Aku hanya pasrah dan mengikutinya masuk ke dalam, aku hanya menurut dan memilihnya baju tersebut. Tak lama, aku menangkap sepasang baju yang cantik bagi diriku bila dipakai oleh Mira.
"Yang ini cocok untukmu dek," ucapku menyerahkan baju yang berwarna biru itu padanya.
Aku memalingkan wajah saat Mira memanggil ibu yang sedang merapikan pakaian-pakaian yang ada di butiknya.
Sebisa mungkin aku menghindar dari pandangan ibu tersebut. Bisa gawat ... gawat gawat ini.
"Suaminya, ya?"
Deg.
Ini, kenapa pakai bertanya sekali sih? Aku masih mempertahankan posisiku, dan tidak ingin memutar tubuh dan ikut gabung bersama dua wanita itu.
"Bang, kenalin ini pemiliknya."
Jangan dek, jangan kenalin abang.
Mira memegang tubuhku dan memutarnya. Kali ini aku hanya pasrah, biarlah apa yang akan terjadi.
"Bapak?"
Aku hanya bisa menghembuskan nafas kasar dan menatap ibu tersebut.
"Bapak, bukannya yang kemarin datang sama istrinya."
"Ibu, kenal sama suami saya?"
Hatiku yang awalnya pasrah, kembali berusaha untuk membuat mereka berhenti bicara ini.
"Bapak ini pernah datang ke--"
"Saya baru pertama kali ke sini, bu," potongku cepat.
Ibu tampak berpikir dan mengangguk. Sedangkan Mira menatapku,aku mohon percayalah Mir. Aku berusaha tenang saat Mira mempertanyakan hal ini, tapi tetap saja tubuhku ini tidak bisa di ajak kompromi.
"Iya, mbak. Mungkin saya yang salah, maklum udah tua."
Huh ... aku bersyukur. Untung saja ibu ini tidak lagi menginterogasi, kalau tidak bisa ketahuan beneran.
"Berati wajah suami saya pasaran bu."
Aku melotot tida percaya, bisa-bisanya Mira mengatakan wajah suaminya ini pasaran. Yang benar saja?
Tapi, setidaknya aku bersyukur rahasiaku tidak terbongkar.
Kami keluar dari butik tersebut setelah aku membayarnya. Kami masuk ke mobil menuju restoran Nuangsa yang sudah sejak lama menjadi tempat favorit kami.
Drrt ... drrt ....
Hais, siapalah yang menelpon disaat seperti ini?
Baru saja aku ingin menerima panggilan tersebut, Mira lebih dulu meraihnya.
"Biar adek aja yang angkatnya," ucap Mira.
Aku hanya mengangguk, jangan sampai itu Valesa.
[Ya, halo.]
[....]
[Bisakah kamu, kalau mau ngomong pekerjaan di kantor saja. Ini waktu suami saya bersama saya, tidak lagi membahas pekerjaan.]
[....]
Mira mematikan sambungan tersebut secara sepihak, dia menatapku dengan cemberut.
"Kenapa, dek?" tanyaku.
"Kenapa, dia manggil abang sayang ha?" tanya Mira tajam.
Jantungku terasa berhenti berpacu, astaga ini pasti Valesa. Karena cuma wanita itu yang berani memanggilku seperti itu.
"Kamu, ada hubungan apa sama dia ha?" tanya Mira tajam.
"Ga--gak ada dek," ucapku gelagapan.
"Siapa, Valesa?"
"Karyawanku dek," ucapku menghentikan mobil saat Mira memukul lenganku kuat.
"Adek gak mau tau, kenalin adek ama dia. Kalau benar-benar dia ada apa-apa dengan kamu, akan adek ulek-ulek kalian."
Aku hanya mengangguk dan kembali menjalankan mobil.
"Iya dek, abang serius gak ada apa-apa sama dia."
"Bawa adek ke kantor, dan kenalin ama dia."
"Tapi dek--"
"Cepat," ucap Mira.
Aku hanya mengangguk. Habislah aku saat ini, jika Valesa tidak bisa memberi alasan yang becus.
PovEnd
Terimakasih udah sempetin baca, selamat menunaikan ibadah puasa. Komentarnya kaka, selalu ditunggu. 100 vote dong untuk partai ini.30April2020
QueenPen
KAMU SEDANG MEMBACA
Permainan Busuk Suamiku (Terbit)
Ficção GeralJudul di WP: Permainan busuk suamiku Judul di novel: Amira- Air mata kesabaran wanita. Terbit Selingkuh, bukanlah hal yang asing bagi kita. satu kata itu mampu merusak dan menyakiti salah satu pihak korban. Apa gunanya selingkuh jika kita sendiri s...