PBS🥀Kedua

13.6K 648 12
                                    

Mari mampir kak. Bantu vote ya, gratis kok. Komentar nya juga di tunggu.

"Aku,tidak bisa seperti ini terus." aku mengusap air mata yang melintas begitu saja di pipiku.

"Sedaknya aku harus mencari siapa wanita itu, dan apa hubungannya dengan bang Reza."

Flashback

Seperti biasanya, setiap pagi aku selalu menyiapkan sarapan buat bang Reza dan tentunya sebelum dia berangkat kerja ke kantor.

Aku bersenandung kecil dengan tangan yang sibuk pada peralatan dapur. Alunan yang keluar dari mulutku berhenti saat merasa ada yang melingkar di pinggangku.

"Happy banget," ucap bang Reza membuatku jengah.

"Kebiasaan, ganggu istri lagi masak." dia hanya cengengesan dan meletakkan dagunya di atas bahuku.

"Happy anniversary sayang," ucapnya membuat kegiatanku terhenti. Aku memutar tubuhku menghadapnya dengan senyum manis.

"Kirain, abang lupa."

"Mana mungkin abang lupa, ada-ada aja kamu. Kamu kali yang lupa," ucapnya mencubit hidungku gemas.

"Makasih ,bang. Adek bahagia banget," ucapku langsung memeluknya.

"Eits ... jangan peluk-peluk nanti badan abang bau bawang. Kan gak banget," ucapnya terkekeh. Sedangkan aku mencebik kesal, dan kembali membelakanginya.

"Masih lama dek?" tanyanya.

"Gak kok bang, abang duduk aja dulu. Bentar lagi adek datang," ucapku.

Dia hanya menurut dan melangkah ke tempat meja makan dan bermain handphonenya.

Aku hanya tersenyum tipis, saat bang Reza senyam-senyum sendiri dengan matanya yang fokus pada handphone. Aku tidak tau, apa yang membuatnya tersenyum seperti itu.

"Adek datang ...," ucapku dengan membawa makanan.

Aku melihat ke arah bang Reza yang langsung menyimpan handphonenya ke dalam saku celana.

"Yok, bang sarapan." ajakku, dia hanya mengangguk dan mengambil piring dengan menu yang sudah kuambil dan kuberikan padanya.

___

"Abang, pergi dulu ya."

"Hati-hati ya, bang."

Aku masuk kembali ke dalam rumah saat mobil bang Reza sudah tidak kelihatan.

Notif handphone membuat langkahku terhenti. Aku meraih handphone yang berada di saku celana dan membukanya.

[Jadikan siang ini?]

Aku menepuk jidatku, lupa. Bagaimana bisa aku lupa, kalau hari ini aku ada janjian dengan sahabatku Leni. Segera kukirim balasan, supaya dia tidak menunggu.

[Jadi Len, nanti siang ya.]

Aku segera berlari ke kamar untuk membersihkan diri, sengaja lebih awal agar tidak terburu-buru jika udah sampai waktunya.

Saat ini aku sudah siap dengan baju gamis warna maroon serta jilbab yang senada. Aku memberikan sedikit make up tipis pada wajahku, dan tersenyum di depan kaca riasku.

Tak lama suara klakson membuatku tersadar dan segera berlari ke luar rumah. Aku menguncikan rumah dan segera masuk ke dalam taksi yang kupesan.

"Ke Restoran Nuangsa Indah ya, pak." sopir tersebut hanya mengangguk dan tersenyum ramah.

20 menit adalah waktu yang lumayan cepat untuk sampai ke Restoran ini yang lumayan jauh dari rumahku. Aku bersyukur jalanan hari tidak terlalu macet seperti biasanya, karena aku tidak mau terlalu berlama-lama di dalam taksi tersebut.

Aku masuk ke dalam restoran tersebut setelah memberikan sejumlah uang pada sopir taksi.

Aku melihat ke segala penjuru dan berhenti pada satu meja dengan seorang perempuan yang melambai ke arahku.

"Udah lama, ya?" tanyaku saat sudah sampai pada meja itu dan mengambil posisi duduk.

"Gak juga," ucapnya tersenyum ramah.

"Kamu belum pesan Len?" tanyaku yang dibalas gelengan olehnya.

"Yaudah, pesan sana."

Sambil menunggu pesanan datang, kami hanya bercerita hal-hal kecil dan sesekali tertawa.

"Kok bisa sih, aku gak nyangka lo kalau si Bram ngambekan. Hahaha ...," ucapku tertawa sedangkan Leni hanya mengedikkan bahunya.

"Mas Bram yah gitu orangnya, cuma gara-gara aku gak ada pas dia bangun tidur. Aku di diemin," ucap Leni dengan raut kesalnya.

"Yaudah, sabar aja." dia hanya mengangguk.

"Btw ... gimana hubungan mbak sama bang Reza?" tanya Leni.

Aku tersenyum penuh arti.

"Alhamdulillah baik-baik aja, dan pagi ini bang Reza baru aja ngucapin anniversary kami yang kedua."

"Wah, selamat ya mbak. Moga hubungan kalian tetap bahagia tanpa ada yang mengacaukannya," ucap Leni dan aku hanya mengaminkannya.

"Tapi, kok sampai sekarang kami belum dikasi amanah seorang bayi kecil." aku menunduk lemah, diusia pernikahan kami yang lumayan lama membuatku terasa sakit . Karena sampai saat ini belum ditumbuhi sangat buah hati di tengah keluarga kami.

"Kamu harus banyak bersabar mbak, dan selalu berdoa. Mbak juga tahukan, aku aja baru sekarang dikasi amanah ini. Jangan pernah putus asa dalam berdoa," ucap Leni menguatkanku.

"Udah ah, gak usah mewek. Ntar anak aku jadi kek mbak cengeng," ucap Leni yang kubalas dengan cubitan.

"Hehe ... yuk makan, laper banget nih."

Kami memakan makanan yang sudah disediakan oleh waitress dengan candaan yang selalu saja Leni lontarkan.

"Langsung pulang atau kemana dulu?" tanya Leni.

"Mau belanja dulu, ikut yuk." Leni hanya mengangguk.

Kami berjalan ketempat mobil Leni terparkir, untung dia bawa mobil sendiri jadi gak perlu lagi memesan taksi.

"Mbak bentar deh," ucap Leni membuat langkah terhenti.

"Ada apa?"

"Mbak ,bukannya itu ... bang Reza, suamimu." aku mengikuti ke arah yang di tunjuk Leni dan benar itu suamiku bang Reza.

Tapi, siapa wanita yang ada di sampingnya. Rekan kerjanya kah? Tapi ,kenapa bang Reza harus pakai acara memeluk pinggang wanita itu posesif.

"Tapi ... siapa wanita itu mbak?"

"Mbak ...," panggil Leni membuat pandanganku teralih.

"Eh iya Len, apa?" tanyaku.

"Wanita ,itu siapa?" aku menggelengkan kepala tidak tau.

"Rekan kerjanya kali," ucapku berusaha tenang dan menyembunyikan sesak di dalam sana saat melihat keromantisan kedua insan tersebut.

Aku kembali melihat ke arah bang Reza, tapi tidak lagi menemukannya. Kupandang seluruh penjuru, tapi hasilnya nihil.

"Tapi, mbak. Kenapa bang Reza harus memeluk pinggang wanita itu," ucap Leni.

'Kamu benar Len, kenapa bang Reza harus melakukan itu.' bathinku.

"Aku pulang duluan ya Len," ucapku meninggalkan Leni.

"Eh, mbak. Katanya mau belanja," ucap Leni.

"Gak jadi, lain kali aja. Aku pulang dulu ya," ucapku.

Leni mengangguk dan mengucapkan hati-hati. Kurasa dia mengerti dengan hatiku saat ini. Aku memberhentikan taksi dan masuk ke dalamnya. Meninggalkan tempat yang membuat hatiku sakit dan kembali ke rumah itu mungkin lebih baik.

28April2020

Permainan Busuk Suamiku (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang