Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi

2. Membeli Waktu

86.1K 8.4K 1.5K
                                        

Permintaan Sima masih sama seperti tahun kemarin. Ia tidak pernah ingin merayakan ulang tahunnya dengan pesta seperti yang diinginkan anak-anak seusianya. Jadi sore ini, sepulang dari kantor, Akala sengaja menjemputnya dari tempat les ballet dan mengajaknya ke sebuah pusat perbelanjaan untuk memilih mainan apa saja yang ia inginkan.

Beberapa toko boneka dilewati begitu saja, Sima masih terus berjalan memegangi telunjuk Akala dengan wajah menunduk. Setiap kali Akala bertanya, "Mau boneka itu?" atau "Mau mainan itu?", anak itu pasti menggeleng dengan wajah tidak antusias.

Sampai akhirnya, Sima mengeluh lelah setelah berputar-putar cukup lama.

Akala mengajak Sima beristirahat di sebuah kedai favoritnya. Tidak lama setelah mereka menunggu, menu yang Akala pesan sudah datang: oreo crepes cake, waffle cokelat dan berry, serta semangkuk es krim stroberi. Sementara bubble tea kesukaannya datang menyusul setelah itu.

Dan sesaat setelah itu, ponselnya berdering, ada sebuah telepon masuk dari Maura. "Halo, Mo?" Sejak kecil, Maura kesulitan menyebut namanya, sehingga nama Maura berubah menjadi Mora. Dan panggilan kecil itu berlaku sampai dewasa. "Jadi ke sini?"

"Jadi. Aku masih di jalan. Masih di Senci, kan?" tanya Maura dari seberang sana.

"Masih. Di kedai biasa."

"Oh, oke. Sebentar lagi sampai. Mobilku masih di bengkel Mas, jadi naik taksi."

"Hati-hati kalau gitu."

"Iya." Maura terdengar akan mengakhiri telepon, tapi tidak lama suaranya kembali terdengar. "Mas ..., gimana Mbak Sairish?"

"Maksud kamu?"

"Nggak kamu coba ajak gabung sama kita? Ngerayain ulang tahun Ima?"

Akala tidak punya alasan kuat untuk jawaban yang akan diungkapkannya, jadi ia hanya melepaskan satu napas kencang dan bergumam, "Dia pasti menolak."

"Belum juga dicoba!"

"Aku tahu jawabannya. Tanpa harus mencoba."

Gumaman putus asa Maura terdengar. "Oke, deh. Aku sebentar lagi sampai. Tunggu ya." Dan sambungan telepon terputus.

Setelah menaruh kembali ponselnya ke meja, perhatian Akala kembali teralihkan pada Sima. "Ima?" Akala melihat Sima hanya menusuk-nusuk crepes cake-nya dengan wajah cemberut. Seharian ini Akala mencoba menghiburnya, tapi raut wajah kesal itu tidak kunjung berubah. "Mau Handa suapin?"

Sima menggeleng, lalu menggigit remah-remah cake di ujung sendok.

Akala putus asa, ia tidak mengerti bagaimana lagi harus membujuk anak itu agar menikmati hari ulang tahunnya. "Handa bikin kamu kesal ya hari ini?" tanyanya, membuat gadis kecil itu berhenti menusuk cake-nya dan mengangkat wajah.

Sima menggeleng pelan. "Nggak."

Akala mengusap puncak kepalanya. "Kalau kamu capek, nanti Handa aja yang cari hadiahnya. Kamu mau apa?"

Dua tangan Sima meninggalkan sendoknya. Lalu duduk bersandar ke sofa beludru yang di dudukinya. Gadis kecil itu diam, tidak menjawab. "Mungkin hadiah yang aku mau nggak bisa Handa beliin."

Akala tersenyum. "Semua uang Handa adalah milik Ima, apa pun yang Ima mau pasti Handa beliin."

Sima mengangguk. "Aku tahu, uang Handa banyak."

Akala terkekeh pelan. "Lalu?" Ekspresi Sima terlalu polos saat mengatakannya.

"Tapi Handa nggak bisa beli waktunya Ibun untuk aku."

7th AnniversaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang