Aku duduk di tengah ranjang dengan gitar akustik di pangkuanku. Jari-jariku menari-nari di atas fretboard, menciptakan melodi lembut yang bergema di segala penjuru ruangan. Ini bukan gayaku bermusik yang biasanya. Aku cenderung lebih suka riff rock atau blues yang lebih ceria, tetapi jika mereka menginginkan emosi, ini harus dilakukan.
Saat mengurutkan nada-nada selaras kegemaranku, aku mulai bereksperimen dengan melodi acak dengan menyanyikan hal-hal pertama yang terlintas dalam pikiran.
"I've been waiting for you a long time, Because I need to give you back this... lime. And I need to know where not to go,
To find the right... kind."
Aku meringis sedikit mendengar lirik tadi keluar dari mulutku, tapi mau tak mau omong kosong ini harus dilanjutkan.
"I'll hang out near the...window pane, wondering if it'll ever be the same.
Some nights I cry myself to sleep, Hoping I'll learn my own name."
"Yang itu juga sedikit ... ah, biarlah." Gumamku lagi.
"Lions roar and pigs have chins, I have eyes like fish have fins.
I haven't a clue what's going on,
But I need to write this stupid song."
Astaga, ini sia-sia. Mengambil nafas dalam-dalam, kusapu rambutku dan kulihat jam dinding.
Dua jam sudah aku berkutat dengan ini namun seolah tiada hasil.
Ada apa denganku? Ini dulunya sangat mudah!
Sejenak kukesampingkan perihal lagu, sebab kurasa sudah waktunya pergi ke pemotretan. Jika aku terlambat lagi, aku yakin manajer Hyung akan membunuhku.
Segera kuambil kunci apartemen sembari mengirim pesan pada Soogeun hyung, sopirku. Ketika lift membawaku ke lobi, dia sudah siap sedia di luar pintu.
Dengan cepat kulempar tubuhku ke kursi belakang, aku menutup pintu di belakangku dan mengangguk sebagai gestur bahwa aku siap untuk pergi. Mengintip ke luar jendela dengan lelah, pandangan mataku meluncur di atas arus pejalan kaki yang memadati jalanan.
Sebagian diriku iri pada mereka. Aku rindu menjadi sebentuk anonimitas di lautan manusia. Sekarang aku hampir tak bisa pergi ke mana pun tanpa mata dan kamera mengikuti . Sial, jika ada di antara mereka yang tahu aku ada di mobil ini, mereka mungkin akan tiba-tiba menyergap.
Detik berikutnya aku semakin larut dalam pikiran, meski tak lama kemudian sudah dipaksa kembali ke kenyataan. Mobil sudah berhenti di depan tempat tujuan, tapi aku tergoda untuk meminta Soogeun hyung mengemudi beberapa putaran lagi sebelum membiarkanku turun.
"Anda di sini, Tuan Kang," kata-katanya seakan menyegel nasibku. Aku bisa merasakan kelegaan dalam nada bicaranya nya ketika dia melihat tidak ada wartawan yang menungguku. Soogeun hyung semakin tua, bahkan meski dia tidak mau mengakuinya, dan berjalan melewati tukang gosip dan tikus media bukan waktu yang disukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TERJEMAHAN+REMAKE] GRAVITY
FanfictionKang Daniel mendapatkan ketenaran pertamanya, tetapi dia tidak yakin dia menyukainya. Industri musik mengendalikan segalanya. Musiknya. Kepribadiannya. Citranya. Teman kencannya. Dia muak dengan semua itu. Dengan bayang-bayang tenggat waktu untuk hi...