Chapter 1

154 21 25
                                    

Pagi hari yang cukup terik di kelas XII IPS yang baru saja memulai pelajaran terlihat semua siswa memperhatikan Pak Handoko yang tengah menuliskan materi yang dipelajari hari ini tentang struktur anatomi tumbuhan, dan para siswa laki-laki dan beberapa siswa perempuan yang berada di meja bagian belakang terlihat sibuk sendiri, ada yang sedang memainkan handphone, mendengarkan musik dengan earphone, dan ada beberapa yang tidur dengan jaket sebagai bantal di meja.
Namun terlihat ada sepasang bangku dipojok depan depan meja guru yang kosong. Sudah 15 menit pelajaran berlangsung Pak Handoko memandang meja itu.

"Kalian lihat si Hendra nggak?" tanya Pak Handoko dengan tampang yang sedikit kesal

" Mungkin dia lagi mulung pak cari sisa nasi buat makan, dia kan miskin, hahaha", teriak Aldo, siswa laki-laki yang duduk dipojok kiri paling belakang, sontak semua siswa langsung tertawa jahat.

Pak Handoko hanya menggelengkan kepala dan mengelus dadanya. Saat semua diam Pak Handoko kembali menulis di whiteboard, tiba-tiba pintu kelas terbuka dan tampak seorang siswa laki-laki yang terengah-engah seperti sehabis berlari. Pandangan para siswa dan Pak Handoko langsung tertuju padanya.

"Maaf Pak, saya terlambat" katanya sambil menunduk.

" Gausah bilang saya juga tahu! Sini kamu!" bentak Pak Handoko

" Saya lihat dijurnal setiap pelajaran pertama selalu ada siswa yang konsisten rertulis namanya, HENDRA KUSUMA!" bentak Pak Handoko sambil menunjuk papan nama di dada sebelah kirinya.

Ia hanya menunduk diam sambil berusaha mengatur napasnya,

"Lu kenapa kecapean gitu?! Dikejar massa? Abis nyuri apaan lu?! Nyuri Gorengan? Belum sarapan? Makanya jangan MISKIN!!" teriak Baron yang duduk didepan bangku Aldo membuat seisi kelas tertawa.

Hendra menunduk malu dengan tangan yang mengepal dengan erat.

" Sudah, jangan ribut!" Pak Handoko sedikit berteriak, semuanya kembali tenang.

" Kamu duduk! Besok sampai kamu terlambat pelajaran saya lagi, kamu bersihin semua toilet di sekolah ini! PAHAM!" bentak Pak Handoko sambil menunjuk wajah Hendra dengan jari telunjuknya.

Hendra hanya mengangguk dan berjalan ke bangku kosong sambil menunduk kesal. Saat ia duduk hendak memasukkan buku ke lacinya ia sadar lacinya penuh dengan sampah. Dia menahan kekesalannya karena tahu tidak akan ada satupun yang membelanya.

Saat pergantian jam Pak Handoko meninggalkan kelas dan kelas kembali ramai menunggu guru selanjutnya datang. Saat Hendra tengah memasukkan buku kedalam tas, ia diuluri sebuah kertas oleh Gita, siswa perempuan yang duduk dibelakangnya sambil tersenyum.

Saat dibuka hendra terkejut dan kembali pengepalkan tangan dibawah mejanya karena kesal, Gita dan teman disebelahnya, Disa tertawa kencang saat itu.

MATI AJA LO MISKIN GAK PANTES LO HIDUP DI DUNIA INI DASAR ANJING!! SAMPAH!!

Yang tertulis didalam surat itu.
Keramaian di kelas itu terhenti setelah Bu Yuni masik ke kelas untuk mengisi pelajaran berikutnya.
Jam istirahat semua siswa berhamburan keluar kelas menuju kantin sekolah.

Terlihat hanya ada beberapa siswa yang tinggal dikelas sedang bermain handphone setelah mengeluarkan sebuah kotak berisi bekal makanan dan sebotol air minum, termasuk Hendra. Namun hendra tak mengeluarkan handphone maupun kotak bekal karena ia memang tak punya.

Kemudian ia berjalan menuju kantin yang paling sepi dan membeli sebuah roti dan segelas air mineral kemudian duduk di bangku depan kantin itu.

Tak lama setelah ia duduk terlihat Aldo, Baron, Chandra, dan Dikas masing-masing membawa segelas air mineral berjalan menuju Hendra tanpa sepengetahuannya. Mereka melewati Hendra dengan menuangkan air tersebut ke kepala dan punggung Hendra secara bersamaan dan tertawa.

" RASAIN TUH MISKIN! HAHAH" Ejek Baron sambil rertawa jahat memandang Hendra yang tertunduk.

" UDAH MISKIN SOK-SOKAN SEKOLAH! SOK-SOKAN JAJAN DI KANTIN! EMANG LU PUNYA DUIT NJING!" maki Aldo yang mulutnya terkenal pedas di sekolah ini, sekaligus siswa yang paling ditakuti karena kenakalannya.

Mereka pun berlalu setelah melemparkan gelas-gelas bekas minuman itu kearah Hendra.

" Dek, kamu gak kenapa-kenapa kan?" tanya Ibu kantin

"Gakpapa Bu, maaf jadi basah lantainya, banyak sampah pula, maaf ya bu" kata Hendra sambil memunguti gelas plastik tadi dan membuangnya ke tempat sampah.

" Duh, gausah dibersihin dek gak apa-apa, nanti Ibu aja yang bersihin, kamu keringin badan dulu gih, ntar masuk angin" kata Ibu Kantin dengan mengangkat tubuh Hendra yang membungkuk hendak membersihkan air dengan tangannya.

" Yaudah bu, sekali lagi maaf ya, saya permisi dulu, terima kasih" kata Hendra sambil tersenyum kepada Ibu kantin.

" Mungkin Ibu kantin merupakan manusia satu-satunya yang peduli dengannya di sekolah ini." Pikirnya sambil tersenyum berjalan menuju belakang sekolah mencari panas matahari untuk mengeringkan bajunya.

Saat menjemur bajunya ia melampiaskan kekesalannya kepada tembok benteng sekolahan dan memukulnya dengan keras hingga tangan kirinya berdarah.

Kepalanya bersandar ke tembok dengan lengan tangan kanan sebagai tumpuan kepalanya, memandang telapak tangan kirinya dan berkata dengan pelan,
" Satu orang teman saja Ya Tuhan, yang benar benar mengerti perasaanku, berilah seorang teman hamba-Mu ini untuk meluapkan perasaan ini, untuk menyemangati hidup ini" kata Hendra sedih dengan mata berkaca-kaca menahan kesedian yang dia rasakan.

Bel berbunyi tanda pembelajaran akan dimulai dalam lima menit lagi. Hendra lekas memakai seragamnya yang masih belum kering sepenuhnya dan berlari menuju kelasnya karena tidak mau terlambat pelajaran lagi.

Saat ia masuk ke kelas semua memandanginya dengan tatapan sinis namun Hendra mengabaikan mereka dan berjalan menuju bangkunya.

Namun ia menahan kesal, mengepalkan tangannya karena ia sadar ia melihat kursinya yang berkilau dan berbau seperti lem kayu. Ia Cuma memejamkan matanya sejenak dan mengambil nafas panjang dan menukarkannya dengan kursi disebelahnya.

Terlihat Aldo, Baron, dan Dikas memegang pundak Chandra sambil tersenyum, sedangkan Chandra meringis dengan muka yang kesal karena gagal menjebak Hendra.

Saat Chandra berdiri dan hendak menuju meja Hendra, Bu Muya yang terkenal galaknya masuk ke kelas membuat seisi kelas mendadak senyap. Pembelajaran terus berlanjut sampai bunyi bel untuk pulang.

Terima kasih udah baca sampe sini, tunggu lanjutnya ya :v

Gimana menurut klean? Tolong kritik dan sarannya disini ya, masih newbie :)

Jangan lupa tombol bintangnya:v

Follow akun ini untuk update cerita selanjutnya, stay tune:)

KELAM (SEMENTARA LIBUR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang