Chapter 2

80 20 25
                                    

Bel pulang telah berbunyi, suasana kelas mulai sepi, para siswa SMAN 76 mulai berhamburan di lapangan utama sekolah, pandangan itulah yang dilihat Hendra dari dalam kelas. Sengaja ia menunggu sekolah sepi untuk pulang karena ia tidak ingin diganggu siswa lain.

Suara burung mulai lenyap dari pendengarannya, keributan para siswa kini sudah mulai hening, saat itu pula Hendra lekas beranjak dari tempat duduknya.

Terlihat di koridor kelasnya dia hanya sendirian, suara hentakan kakinya menggema di tiap ruang yang ia lewati.

Hendra berjalan di tepi lapangan utama berpapasan dengan pohon yang ditanam di sepanjang sisi lapangan. Masih ada beberapa siswa yang duduk di tepi lapangan karena ada kegiatan ekstrakulikuler, mereka menatap sinis kearah Hendra sambil berbisikan satu sama lain dengan tangan menutupi mulutnya dari samping.

" Anak dari pria pemabuk, penjudi, pencuri, dan dari ibu penyakitan, miskin tak tahu diri. Udah miskin, maksa sekolah, darimana uang untuk beli seragam, buku, dan biaya sekolah lainnya? Nyuri kali ya, atau nipu orang, bisa jadi juga dia pesugihan, maklum orang miskin bakal ngelakuin apa aja untuk dapet uang, hahaha..." batin Hendra sambil tersenyum tipis.
Sudah biasa bagi Hendra mendengarkan celotehan seperti itu.

" Anak orang kaya, yang bisanya merengek ayahnya untuk bisa beli ini-itu, gak akan pernah ngerasain betapa sulitnya, betapa menderitanya kami hanya untuk dapet sesuap nasi. Anak para koruptor yang makan uang rakyatnya hanya demi dirinya sendiri, gak akan bisa hidup sehari pun sepertiku. Coba aja.." gumam Hendra pelan sambil melangkah melalui gerbang sekolah.

Hendra berangkat sekolah dan pulang sekolah berjalan kaki, rumahnya cukup jauh sehingga dia menyusuri jalan kecil yang hanya muat untuk mobil pribadi sampai ke rumahnya.

Sepanjang jalan dengan teriknya matahari dia berjalan beralaskan sepatu butut sedari kelas 9 SMP dia belum mampu beli lagi. Hembusan angin mulai terasa sejuk, terdengar suara daun padi yang bergesekan membuat hati Hendra mulai senang. Berjalan dengan hati-hati menyusuri jalanan tanah sebagai pembatas sawah dengan senyum yang kental segera ia mempercepat langkahnya.

" Hendra pulang!" teriaknya dengan senyum saat sampai didepan rumah kecil dengan menampakkan batu bata yang belum selesai direnovasi, sambil mendorong pintu yang sudah bersiul cukup keras saat dibuka maupun ditutup.

Tampak tikar yang menjalar di sebelah kanan ruangan dengan sebuah meja kecil dengan televisi diatasnya dan antena kecil yang menempel di tembok diatas tv itu.

Tak lama setelah Hendra duduk di tikar sambil mencopot sepatu dan kaos kakinya ia memandang sorang gadis yang beberapa tahun lebih tua darinya keluar dari dapur memakai kaos oblong bergambar love berwarna pink di tengah dan memakai celana pendek selutut menghampirinya dengan tatapan tajam mengarah langsung ke mata Hendra. Dilihatnya sapu lidi yang orang itu bawa.

"BERDIRI!" kata gadis itu dengan nada galak, dan Hendra pun langsung berdiri dengan sigap,

"Siap Kak" jawab Hendra tegang

"Abis dari mana aja kamu?!" tanya Lisa ketus sambil menepuk telapak tangan yang satunya dengan sapu lidi,

" baru pulang sekolah kak, aku jalan kaki, jauh" jawab Hendra dengan lemas dan menunduk,

Lisa menengkat dagu Hendra dengan tangan kirinya sampai menghadap kearahnya dan menatap mata Hendra dengan tajam,

" Hayuk makan," ajak Lisa dengan senyum lebar dan muka imutnya,

" Hayuu meluncurr..." jawab Hendra menarik tangan Lisa berjalan menuju ruang makan.

Seperti inilah kebiasaan Acting mereka setiap Hendra pulang sekolah, dan Hendra juga menerima kebiasaan ini karena ia tahu kakaknya yang ingin mejadi artis sejak ia masih kecil.

KELAM (SEMENTARA LIBUR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang