Chapter 6

37 9 23
                                    

" Kenapa ada mobil polisi dan ambulan disini?" tanya Fito

Vika langsung menoleh kedepan, Hendra masih menganga melihat rumahnya dikerumuni warga dan beberapa polisi,

"Apa?-" Vika menunjukkan ekspresi yang sama dengan Hendra

Mobil mereka berhenti dibelakriang mobil polisi, Hendra langsung membuka pintu dan berlari menuju rumahnya

"Hendra, tunggu!" teriak Vika berlari mengejar Hendra, sementara Fito terburu buru menutup pintu mobil dan menyusul mereka.

Hendra berlari menyusup keramaian didepannya.

Ia ingin melihat apa yang dikerumuni mereka.

Ia masuk kedalam rumah, ada beberapa polisi dan dua pria berpakaian serba putih dan Pak RT disana mengerubungi seseorang terbaring yang ditutup rapat dengan selimut putih,

"Kak Lisa?" suara Hendra lemah

"Nak Hendra? Kamu yang sabar ya," kata Pak RT menepuk pundak Hendra dan berlalu keluar disusul para polisi dan dua pria berbaju serba putih tadi

Vika dan Fito sampai di ambang pintu melihat Hendra mendekati jenazah Lisa. Hendra melangkah lemas, air matanya deras mengalir di pipinya, namun tak ada suara yang keluar dari mulutnya yang terus bergetar. Vika hendak menghampiri Hendra namun Fito menahannya untuk tetap diam.

Perlahan tangan Hendra terangkat untuk membuka selimut itu dengan gemetaran yang luar biasa.

Saat Ia membukanya, nampak wajah kakak perempuan tercintanya. Matanya dan mulutnya sudah tertutup, tak ada udara keluar masuk dari hidungnya, tali sudah terikat di kepalanya.

Hendra ingin berteriak, menangis sekencang-kencangnya, namun teringat kata Lisa dibenak Hendra ; "Hendra itu cowok, gaboleh cengeng, kalo Hendra nangis, kakak juga sedih"

Namun hatinya berontak, Ia hanya menangis dalam diam, hanya rintihan suara teriakan yang tertahan yang keluar dari mulut Hendra. Ia memeluk kakaknya yang sudah terbaring lemas tanpa nafas diatas meja itu. Hatinya benat-benar hancur, akalnya sudah tidak bekerja, Ia hanya ingin menangis, berharap keajaiban akan terjadi, kakaknya bisa bangun lagi, namun itu mustahil, Tuhan berkehendak, Ia harus menerimanya.

Hari sudah menjelang malam, pemakaman Lisa akan dilaksanakan sebelum Maghrib. Pak RT datang untuk mengurus pemakaman Lisa. Saat Pak RT akan mendatangi Hendra, Fito menghentikannya.

"Permisi Pak, apakah biaya pemakamannya sudah diurus?" tanya Fito

"Belum Nak," jawab Pak RT, "Ada perlu apa ya?"

"Hendra masih belum mampu untuk mengurusnya, biar saya saja," kata Fito, Vika hanya diam terpaku melihat kakaknya yang sangat perhatian kepada siapapun yang membutuhkan.

"Maaf, saudara ini siapa? Ada hubungan apa dengan keluarga Hendra?" tanya Pak RT

"Oh iya, maaf sebelumnya, saya Fito Ardiansyah, dia adik saya Avika Elizabeth, kami yang bertanggung jawab atas Hendra setelah ini" jelas Fito

"Gini Nak Fito, Non Avika, Ibunya Hendra sudah meninggal tiga tahun yang lalu, ayahnya pergi tanpa kabar, dan kini Hendra yang tadinya tinggal bersama Lisa hanya tinggal seorang diri, saya tidak tau lagi siapa yang harus dihubungi karena tidak ada seorangpun yang peduli dengan mereka berdua," terang Pak RT

Vika terdiam mendengar penjelasan dari Pak RT barusan. Ia tak menyangka selama ini Hendra hidup seperti itu.

"Saya mengerti, Pak, bagaimana urusan pemakaman ini Pak? Biar saya yang tanggung" ucap Fito,

"Oh ya, ikut saya ke Rumah sebentar, dekat kok" ajak Pak RT

"Ya Pak," jawab Fito, "Dek, lu disini bentaran ya, gue ke Pak RT dulu, liatin Hendra, jangan diganggu dulu ya"

" Iya Kak" jawab Vika lemas

Urusan pemakaman telah selesai, pemandian jenazah telah dilaksanakan, para pelayat segera menjunjung keranda menuju pemakaman. Hendra yang ditemani Vika dan Fito hanya terdiam memandangi keranda itu. Lisa dimakamkan disebelah makam Ibunya, Sulastri.

Seusai pemakaman Lisa, Hendra tetap terdiam diantara makam kedua wanita yang hebat, Ibunya, dan Kakaknya.

Ia menunduk menangis sambil mengulangi kata yang sama ; "Maaf,"

Vika dan Fito yang merasa tersentuh langsung menghampirinya.

Hendra masih menunduk, terdiam, dirinya masih hancur. Vika berjongkok disamping Hendra dan memegang pundaknya, Hendra masih tidak memalingkan pandangannya

"Ayo pulang, udah gelap" ajak Vika, ingin sekali Vika menenangkan Hendra, tapi Ia tau, sangat berat bagi Hendra, Hendra butuh waktu untuk menenangkan dirinya sendiri.

Hendra beranjak tak berpaling dari makam Lisa dan Ibunya. Vika merangkulnya dan mengajaknya pulang.

Sesampainya dirumah, Hendra terdiam di kamar Lisa. Ia membuka HP milik Lisa mencari nomor telepon bernamakan "Ayah". Hendra menelpon ke nomor itu, namun tak ada jawaban. Berkali-kali Ia telepon, berkali-kali Ia kirimi pesan, namun tak ada jawaban.

Hendra tersenyum pahit, meletakkan HP Lisa terbalik, berkata lirih namun mantap ; "Bajingan itu pasti akan mati ditanganku, harus"

KELAM (SEMENTARA LIBUR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang