Chapter 5

53 9 3
                                    

Keesokan harinya, Hendra berangkat ke sekolah lebih pagi dari biasanya agar dia bebas dari tatapan sinis
dan cemoohan siswa lain.
Ia berjalan dengan santuy-nya melewati sawah, ditemani kicauan burung yang
bersenandung seakan mereka menikmati hidup yang diberikan oleh Tuhan. Tak seperti Hendra yang
selalu mengutuk dirinya karena tak pernah sekalipun tertawa lepas seperti dirinya dimasa kecil.
Ia berjalan beriringan dengan sinar matahari pagi yang belum nampak seluruhnya. Embun di dedaunan
dan rumput berkilauan sedikit membasahi sepatu dan celana panjang abu-abunya.

Hendra menikmati pemandangan yang tuhan berikan ini hingga Ia telah sampai di jalan menuju ke sekolahnya. Bau aspal yang basah, bau asap pabrik yang beroperasi 24jam non-stop. Sungguh malang bumi ini.

-skip-

Hendra menapakkan kaki di kelasnya sebagai siswa yang berangkat paling pagi hari ini, belum ada
seorang pun yang datang sehingga dapat dipastikan hari ini mejanya aman. Ia duduk di bangku paling
depan seperti biasa, memandang whiteboard yang masih bersih tanpa coretan, dilanjutkan memandang
keluar jendela mengamati beberapa siswa SMA N 76 yang lalu-lalang berjalan menuju kelas mereka
masing-masing.

Jam pelajaran ke-4 hampir selesai namun dibubarkan untuk ganti pakaian, pelajaran paling
membosankan, praktik olahraga, Hendra merasa bosan karena Ia hanya duduk ditepian lapangan saat
anak yang lainnya bermain basket, dan itupun selalu terjadi karena memang tak seorang pun di sekolah
itu memperdulikan dirinya selain Ibu kantin pojok dan juga seseorang yang baru dikenalnya, Vika.

Hendra memang tak pernah bersama siswa lain dalam hal apapun, termasuk ganti baju. Saat semua
siswa keluar kelas setelah mengambil seragam mereka, Hendra bergegas mengganti seragamnya
didalam kelas. Dan saat semua siswa kelasnya kembali,Ia sudah berganti pakaian. Peraturan sekolah
memang tidak mengizinkan siswa berpakaian olahraga jajan di kantin, dan mereka mematuhinya. Saat
kelas mulai kosong dan hanya tinggal beberapa siswa didalam kelas Hendra hendak mengeluarkan buku
paket sejarah, mata pelajaran selanjutnya, namun Ia terkejut saat,

"HENDRAA" panggil perempuan itu, membuat seisi kelas tertuju kepadanya, termasuk Hendra

"Vika?" gumamnya pelan

"Sini," kata Vika sambil memberi isyarat dengan tangan agar Hendra datang,

Hendra ragu melangkahkan kakinya saat seisi kelas memperhatikannya dan saling berbisik

"Hendra, makan yuk," ajak Vika sambil menggenggam pergelangan tangan Hendra,

"M-m-maaf, Vik. A-aku ga b-bawa uang, kamu duluan a-aja," sahut Hendra gugup, sambil melihat seisi
kelas yang menatap sinis ke arahnya

"Gue bawa kotak bekal kok, biasanya juga ga pernah abis, kita bagi dua aja, pokoknya harus mau!" paksa
Vika dengan raut muka aneh, "seperti marah, tapi malu, tapi jelek" pikir Hendra

"Ngga usah Vik, aku mau bac- eeehh.." belum selesai menjawab,Vika langsung menyeret Hendra, seisi
kelas meng-iyuh-kannya

Hendra dibawa Vika ke kantin pojok yang kebetulan tutup, dan mereka duduk berhadapan di salah satu
meja

"Ini, lo aja yang makan, gue lagi ga laper" kata Vika

"Loh loh, kok aku? Ini kan bekal kamu? Enggak ah, biasanya juga aku makan dirumah pulang sekolah"
Hendra 'mencoba' menolak

"Bener nih, gamau? Yaudah gue buang aja ya," Vika mengambil kotak bekalnya dan hendak
membuangnya, tapi

"Eh jangan lah, mubazir, yaudah aku yang makan," Hendra mengalah

"Hahahah, gitu dong dari tadi, mana ada gue buang, kalo lu tadi biarin, pasti gue paksa lagi lah, hahah"
"Pengen ngomong kasar :) " kata Hendra dalam hati sambil mengulurkan tangannya mengambil kotak makan Vika

KELAM (SEMENTARA LIBUR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang