ENEMY
"Setelah adik beranjak dewasa,
gue sadar kalau jadi anak tunggal lebih enak."
- Park Seonghwa————————
"Ma, pindah yuk."Mama noleh, "Pindah rumah?"
"Pindah tempat duduk, ma."
Mama ngehembusin nafas. Agak kesel mungkin ya, gue daritadi ngomong ba-bi-bu banget.
"Kenapa nggak daritadi, kita udah keburu naro makanannya. Ribet ah kalau dipindahin segala," ucap mama.
Ya.. enggak salah, sih.Tapi kenapa mama harus milih duduk sebelah meja kak Wooyoung, plis.
"Yaudah, deh."
Ryujin, tujuan lo kesini buat makan. Anggap aja si kak Wooyoung cuma pajangan semata.
"Emang kenapa, Ryu?" tanya mama sambil masukin irisan daging sapi tipis ke dalem kuah.
Gue senyum gak ikhlas.
"Nothing, sih. Enggak enak aja."Gue pengen banget ngasih tau ke mama soal kak Wooyoung ini, si oknum penyebab kotornya baju gue karena ketumpahan jus stroberi dan hilangnya eskrim viennetta incaran gue.
Tapi gimana mau curhat, orangnya tepat ada disebelah gue. Walaupun kehalang jeda, tetep aja kedengeran kalau gibahin dia.
Untungnya dia cuma jalan berdua bareng kak Yeosang, enggak sama antek-anteknya.
Kak Yeosang sebenernya udah say hi ke gue, tapi waktu ngeliat mama, dia jadi urung. Mungkin enggak enak, apalagi baru kenal sama gue tadi sore.
"Ryu, belakangan ini kamu bolos les, ya?"
Tangan gue tiba-tiba berhenti. Lagi tenang-tenangnya makan, gue malah kena skak mat.
Gue akhirnya cuma nyengir kuda.
"Hehe, maap ma. Belakangan ini lagi ngejar tugas, jadi suka pulang sore bener-bener dari sekolah."Bagian ini enggak bohong.
Kalian tau kan derita jadi siswa kelas akhir gimana? Kumpulan nilai adalah segalanya bagi guru.Terkecuali waktu gue hangout sama kak Yeji. Itu termasuk bolos sih, tapi udah izin sama mama.
"Yaudah, atur-atur waktu aja, ya. Jangan keseringan. Ekskul kamu tetep jalan, kan?"
Gue ngangguk.
Sebentar, kok gue makan suki berasa ada yang kurang, ya.
"Ma, kita nggak pesen minum?" tanya gue. Mama seketika nyari-nyari gelas di meja, padahal jelas-jelas nggak ada minuman.
"HAHAHA astaga, kok kita bisa lupa ya? Kamu pesen gih! Thai tea aja kayak biasa," ucap mama sambil ketawa. Gue ikutan ketawa aja, menertawakan kebodohan sendiri.
Guys, guess what? Gue nggak sengaja denger percakapan kak Yeosang sama kak Wooyoung.
"Woo, jangan habisin minuman gue."
"Bodoamat, gak peduli."
"Beli lagi sana jingan!"
"Gak ada uang."
"Nyoh! Kere amat si lu, makannya jangan minum-minum kalau lagi tanggal tua."
"Hehe, yaudah gue beli dulu."
Intinya.
F you, kak Wooyoung.Hhh, gue harus ngantri beli minuman bareng dia? Kenapa dia lagi dia lagi?
Ya. Sekarang gue sama dia lagi sebelahan, saling tatap-tatapan dengan konteks membunuh, karena berebut siapa yang mau pesen duluan.
"Gue dulu," ucap kak Wooyoung, enggak protes kenapa gue disini karena udah nyadar ada gue daritadi.
"Enggak, gue duluan," tolak gue nggak terima.
"Tenggorokan gue udah seret."
"Gue disuruh mama, udah ah gue duluan!"
Mbak-mbak kasir yang liat kita berdua masang ekspresi heran. Nggak habis pikir mungkin, punya pelanggan kayak gue sama kak Wooyoung.
Gak, gue tarik. Cuma kak Wooyoung doang, gue mah pelanggan normal.
"Pesen apa, mbak?"
"Thai t—"
"Thai tea."
Sabar, Ryujin. Sabar.
"Jadi siapa yang mau pesan duluan?" tanya mbak kasirnya.
"Sa—"
"Gue, mbak. Udah buruan tenggorokan gue udah kering keburu jadi gurun pasir."
APA SIH.
Jokes macam apa itu? Gawat, gue hidup di sekitar orang-orang yang gagal jadi pelawak."Pesanannya sama, ya? Saya ketik barengan aja," ucap mbak kasir, nggak mau ambil pusing.
"Saya pesen dua ya mbak," ucap gue. Mbaknya ngangguk.
Setelah nyetorin uang dan ambil struk, gue buru-buru balik ke meja mama.
"Kok lama?" tanya mama.
Gue senyum lebar. "Baku hantam dulu, ma."
"Hah? Ryujin, mama tau kamu kuat tapi—"
"Nggak astaga, bercanda!"
—————————