4

5 0 0
                                    

Aku jadi kelupaan mengisi buku kegiatan. Antara lupa dan sibuk sih hahaha. Tapi untunglah bisa melanjutkannya di kesempatan ini.

Oh iya, bagaimana dengan puasa kalian? Semoga amalnya diterima. Kalimat yang barusan terkesan keluar dari jalur.

Puasa di hari ke-4 entah mengapa membuatku menjadi aware. Dalam artian aku jadi sadar bahwa tidak pasti aku dapat kesempatan untuk berpuasa di waktu yang akan datang. Dan tidak pasti pula bila aku merayakan puasa bersama orang yang aku kenal.

Entah mengapa memikirkan hal tersebut membuatku lebih mawas diri.

Bisa jadi karena puasa, hormonal tubuhku berubah, hingga seengaknya aku dibuat lebih melodramatik.

Tetapi dari perasaan biru itu, aku tersadarkan. Waktu itu ternyata singkat ya. Bayangkan, paruh hidup manusia dibandingkan lama galaksi ini. Sangatlah kecil sekali.

Tak heran bila manusia bagaikan debu kosmik.

Terkadang merenungi hal itu membuatku campur aduk. Terkagum namun di sisi lain menjadi terenyuh.

Maksudku, pencapaian di dunia itu tak ada pengaruhnya.

Namun bukan berarti aku menglorifikasi sikap nihilis atau apa.

Meraih angan dan cita itu adalah bagian dari hidup. Malahan itulah yang membuat seseorang itu hidup.

Di sini, eksistensial manusia itu bisa menandingi roda alam.

To live life with fullest.

Sekiranya semua telah usai, aku hanya ingin menutupnya dengan kata "Hei, yang tadi itu aku yang 100%!".

Kau pasti sedikit-sedikit mengerti tentang perkataanku.

Aku seseorang yang terlalu lama mengobrol dengan diriku sendiri, lantas menjadi kepayahan saat berkomunikasi dengan orang.

Maksudku itu kurang lebih adalah menjadi diri sepenuhnya. Dan dari kepenuhan itu, Ia jadi sadar.

Pernahkah kamu sudah bersusah payah belajar sebelum ujian. Merangkum, membacanya, dan mengerjakan soal latihan. Akan tetapi entah darimana saat hari ujian tiba, kamu mendadak lupa, tidak sehat, dan perihal lain.

Ya aku sebut itu versi diri yang tidak penuh.

Kepenuhan yang 100% bukan berarti selanjutnya menjadi malas dan tidak berkembang melainkan..

Hmm, aku jadi teringat tipikal plot anime Shonen. Terutama yang isinya bertarung dan menjadi kuat. Sebut saja Dr*g*n B*ll.

Tokoh utamanya berlatih lalu melawan musuh. Seiring waktu datanglah musuh yang lebih kuat. Selanjutnya si tokoh utama berlatih lebih keras untuk mengalahkan musuhnya. Dan siklus pun berulang.

Membayangkan cerita tersebut aku jadi merasa iba dengan karakter figurannya. Jadi penduduk bumi yang harus menyaksikan tanda-tanda kiamat secara literal.

Tapi hei, itu seperti potret dari hukum alam yang ada di dunia ini. Sunatullah.

Meskipun yang dilawan adalah faktor eksternal tetapi yang bisa memicu tokoh utama bisa menang adalah dari dalam.

Kekuatan dari dalam.

G*ku memang kuat tapi yang membuatnya semakin berkembang adalah sikapnya yang pantang menyerah dalam berlatih (meskipungaragaraseringlatihansampailupadengananakdanistri).

Akhir kata, aku tak hentinya mengucapkan terimakasih bagi kamu yang telah membaca halaman ini. Adalah suatu kebahagiaan tersendiri mengetahui ada yang membaca celotehan ini. Bila ada satu dua hal yang ingin dikatakan, silahkan berkabar denganku.

Buku Kegiatan Ramadhan KolpikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang