8

5 0 0
                                    

Racun itu sepertinya telah menjangkit otakku.

Semakin hari, kepalaku dibuat tidak sanggup untuk berkonsentrasi.

Aku menjadi linglung dan tidak mampu mengendalikan diri.

Region bawah otak, bagian yang primitif, yang selalu muncul kala segala yang ada mengancam itu tergerak.

Tak terkontrol. Tak terhentikan.

Lalu layaknya bom waktu, badan ini terlihat normal begitu saja hingga sesuatu letupan kecil membuatnya hilang.

Apakah aku takut?

Wahai kawan, bila boleh berkata jujur, aku sangatlah gemetar.

Hanya pengharapan dan berjalan tetap menghadapi yang baru, adalah jawaban.

Mungkin ini terdengar aneh sekali.

Tetapi aku juga tidak memaksa kalian untuk memahaminya.

Satu dua hal sulit pasti akan kalian alami.

Mungkin tidak harus sekarang.
Mungkin esok, atau esoknya lagi.

Namun, seberapa sulit itu. Aku hanya ingin berbagi saran, tenangkanlah terlebih dahulu.

Riuh pusaran spiral yang seakan tidak pernah berhenti itu.

Karena sejatinya dalam diri orang Indonesia adalah warisan leluhur. Yang nekat menerjang ombak kala badai. Yang damai lapang dadanya saat memanen padi.

Untuk menjawab masa depan, individu perlu menengok masa lalunya.

Memandang jangkauan yang lebih luas dari apa yang di lihatnya sekarang. Begitu bila aku harus katakan.

Sedari tadi mungkin itulah maksud hati ingin menorehkan catatan.

Sebab kehidupan dunia ini fana. Temporer. Tidak berlangsung lama.

Aku sudah lupa akan surga, hingga aku buai diriku dengan kecintaan dunia.

Tuhan, maafkan hamba. Oleh karena, adanya akal namun tidak selalu kuganakan untuk bertindak.

Oh, Tuhan.

Aku takut akan hukuman-Mu atas dosa yang ku perbuat. Tetapi aku lebih takut amarah dari-Mu saat melihat diriku tak pernah bersyukur.

Aku hilang arah. Itu saja.

Buku Kegiatan Ramadhan KolpikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang