Prolog.

109 38 32
                                    

Malam itu hujan turun lebih deras dari biasanya. Juna menghela nafas panjang. Perempuan sialan, batin Juna. Seperti biasa, Juna terdiam dengan tatapan kosong nya. Dengan sigap Tasya memukul bahu Juna dengan keras.

"Woyy!! Arjuna Adiraja Dirta! diem terus ish.... gue tanya, lu masih kepikiran dia hah?" tanya Tasya dengan nada agak tinggi.

Juna tersentak kaget, lalu menatap sahabat nya itu dengan tajam. "Sakit Tasya, gausah mukul bisa kan?" balas Juna dengan nada dingin.

"Ga! lo nya ngelamun terus, gimana mau move on coba" jawab Tasya ketus

"Oh" 

"Ihh gue udah baik-baik perhatian sebagai sahabt lo, dan lo cuma jawab oh doang?!?!" Tasya menggerutu seperti anak kecil.

Juna hanya menatap Tasya, lalu mengalihkan pandangannya lagi ke arah jendela. Juna kembali diingatkan oleh kenangan nya dengan perempuan itu. Ya, perempuan yang telah pergi meninggalkan bekas luka di hidupnya. Dulu, bagi Juna perempuan itu adalah orang spesial yang benar-benar menginspirasi kehidupan Juna. Senyumnya yang manis, wajahnya yang cantik, menjadikan hari-hari Juna terlihat lebih berwarna. 

Bagaimanapun juga, kini ia hanya bisa merasakan sakit yang amat mendalam karena dikhianati.

 Seorang Juna yang terkenal dengan sifat periang nya, kini telah menjadi abu. Menghilang seperti tersapu oleh badai. Rasa sedih mendalam lah yang membuat Juna terpaksa untuk merubah sifatnya. 

Tanpa berpikir panjang Tasya langsung memeluk Juna dari belakang. Ngomong-ngomong badan Juna bagus juga yaa hhe, batin Tasya menjerit. 

Ia tidak peduli reaksi apa yang akan diterimanya dari Juna. Ia tidak peduli seberapa dingin nya Juna. Alasan Tasya memeluk Juna adalah karena ia tidak ingin Juna pujaan hatinya, larut dalam kesedihan yang amat begitu dalam. Dengan harapan pelukan ini bisa menghapus kesedihan Juna.

 suasana berubah menjadi hening

Juna terkejut melihat Tasya yang baru saja memeluknya dengan erat. Oh tidak, kedua bola tasya menempel di punggung nya... Apa yang harus gue lakuin, batin Juna. Mencoba tenang, Juna membalikkan badan nya perlahan. Lalu menatap Tasya dan menanyakannya.

"Sya, ada apa? kok nangis?" 

"Hah? engga kok engga, ini cuma ada debu aja yang masuk ke mata. Jadi kayak perih gitu" jawab Tasya gelagapan. Tasya buru-buru menyeka air matanya.

"Debu apanya, mata lu udah berkaca-kaca gitu masih belum ngaku. Ditambah pake meluk gue segala."

"Juna, serius gue gapapa beneran kok. Kalo yang soal pelukan gatau cuma mau meluk doang, dingin." jawab Tasya masih menyembunyikan kebohongan nya.

"Jangan alesan. gapapa perempuan itu beda, beribu makna." ucap Juna sambil melipat kedua lengannya.

Seandainya lu tau perasaan gue Jun, rutuk Tasya. Tak ingin berada pada situasi canggung lagi, Tasya mencoba memulai topik pembicaraan baru.

"Ah iyh itu Jun, lo udah kerjain tugas yang dari Bu Nela? gue lihat dong, kalau udah itu juga sih, hihihi."

"Jangan ngalihin pembicaraan, gue masih nanya." jawab Juna dengan nada khas dinginnya.

"Nanya apa? ga ada pertanyaan yang harus gue jawab perasaan." 

"Lu bohong, gue cium." tanpa pikir panjang Juna mengatakannya dengan lancar tanpa hambatan apapun. Bodoh kamu Juna astaga, batin Juna. 

"Juna? lu sadar kan sama apa yang lo omongin barusan?" tanya tasya dengan gugup yang diikuti dengan pipi nya menahan malu.

"Engga, cuma bercanda." ujarnya dengan santai.

"Astaga, Arjuna Adiraja Dirta! bercanda lo ga lucu tau. Ga akan ada yang ketawa Jun Sumpah garing ba-" 

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Juna menyelak.

"Ya! gue serius." 

keadaan menjadi hening, keduanya terdiam tak bersuara.

.....

Maaf anu, jadi ini cerita pertama kali... 

Maaf kalau ada typo yang bertebaran maapin ya hhe, soalnya masih belajar nulis jugaa..

Jangan lupa tinggalkan jejak kritik dan saran yang membangun yaa :)

Have a nice day kawan, terimakasih bagi yang sudah membaca !

I Don't Care, cause I love UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang