#1

72 34 14
                                    

"Disalahkan ketika benar, dibenarkan ketika salah. Dunia oh dunia. Yang kuat berkuasa, yang lemah tertindas."

Have a nice day!

***

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Juna menyelak.

"Ya! gue serius."

Keadaan menjadi hening, keduanya terdiam tak bersuara.

"Juna apaan sih, ga lucu." balas Tasya dengan ketus. 

"Eh, ngga ngga ga jadi. Lupain hhe."

"Bodoamat lah, gue pengen balik. Balik gue ya Jun, udah malem nih... bye!" 

"Hm" Juna hanya bergumam lalu menatap Tasya sebentar.

Tasya melambaikan tangan pada Juna disertai dengan senyum khas yang manisnya itu. Diabetes gue lama-lama Sya hadeuhh, batin Juna. Tapi kok kenapa pas Tasya senyum, jantung gue jedag-jedug kayak yang lagi konser Rock ya? ah gatau lah, bodoamat...

***

"Nak, kamu sudah memikirkan pernikahanmu dengan Satya?" tanya wanita paruh baya itu yang berdiri didepan pintu kamar Tasya.

Lagi-lagi bertanya soal pernikahan huh, gerutu Tasya dalam hati. Tasya mengacak-ngacak rambut pirang nya dengan tatapan menuju ke arah wanita paruh baya itu. Menurutnya, ia terlalu berlebihan menyikapi masalah pernikahannya dengan Satya. Nampak wanita paruh baya itu berjalan mendekati Tasya, lalu duduk berhadapan dengan Tasya sebelum akhirnya memasang wajah penuh harap dari jawaban Tasya. 

"Mamah, kan Tasya udah bilang kalo Tasya ga suka sama Sa-" 

"Lho, kenapa ga suka? bukannya dia tampan, berprestasi, keturunan bangsawan juga. Coba kamu bayangin, setiap hari hidup mewah. Mamah kayak gini juga buat kebaikan kamu Tasya, supaya bahagia...." timpal Mamah menyelak pembicaraan Tasya. 

"Mah, dengerin aku dulu... Mamah tau arti bahagia menurut Tasya? bahagia menurut Tasya itu ga harus punya banyak harta Mah, ga harus hidup mewah juga. Mah, Tasya bahagia ketika apa yang Tasya mau terkabul. Bukan harta yang Tasya mau, bukan juga soal ketampanan, apalagi kecerdasan. Yang Tasya mau cuma yang setia dan tulus sama Tasya mah.... gak lebih." Tasya menghela napas panjang. Hingga sedetik kemudian, matanya meneteskan air. Tasya menangis. 

Mamah mencoba mendekati Tasya, dan memeluknya. Namun, Tasya menepis keras tangan Mamah yang hendak memeluknya.

"Nak, maksud Mam-"

"Cukup Mah! Tasya mohon sama Mamah, jangan bahas lagi soal Satya. Tasya ga suka sama Satya, Tasya juga berhak memilih siapa yang Tasya mau. Pernikahan itu bukan sekadar moment biasa Mah, tetapi moment yang sakral Mah. Please... Mamah ngertiin Tasya pengen nikah sama orang yang Tasya suka. Bukan terpaksa kayak gini..." bentak Tasya, dengan nada serius. 

Mamah terbungkam diam. Tidak nampak sepatah kata pun yang akan keluar dari mulutnya yang terlihat keriput itu. Sebaiknya aku cepat pergi, pikir Tasya.

Tanpa menunggu lama lagi, Tasya segera mengambil tas miliknya lalu bergegas pergi ke sekolah tanpa berpamitan. Dan Mamah lagi-lagi hanya bisa menatap punggung gadis cilik kesayangannya itu yang perlahan hilang dari jangkau pandangannya.

I Don't Care, cause I love UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang