Fall from Cloud 9th

4.5K 89 2
                                    

Ajang pelombaan menyanyi yang melegenda di Western HighSchool telah di laksanakan beberapa waktu lalu. Seperti sudah jelas, pemenang kali ini adalah Bianca. Lagi. seperti tahun-tahun lalu. Ia memang berbakat.

Atas kemenangannya itu, Bianca terlihat lebih bahagia. Kepopulerannya membuatnya lupa sejenak akan kesalnya ia kehilangan Justin. Dan situasi itu cukup menguntungkan Liah, karena Bianca jadi kurang memerhatikan Justin yang beberapa waktu ini mulai akrab dengan Liah.

Liah menghembus nafas lega, ia tak ingin mengingat kejadian diseret kekamar mandi oleh Bianca, apalagi mengulang kejadian itu.

Liah menyerah, ia betul-betul menyukai Justin dan ia tak ingin menjauhi Justin seperti yang di ancamkan oleh Bianca. Untungnya, keadaan cukup terkendali beberapa waktu ini.

Dengan sebuah buku di tangannya, Liah melangkah ringan menuju bagian belakang sekolah. Tempat dimana ia selalu mendapat kedamaiannya. Di bawah pohon.

Liah berhenti menatap sosok yang tidur persis di tempat yang biasa ia duduki. Sosok itu menghalau sinar matahari dengan tangannya, namun Liah dapat mengenali hidung dan bibir siapa itu.

"Apa yang kau lakukan disini Justin?" Seulas senyum tebersit di bibir Liah.

Justin pun tersadar dengan kehadiran Liah, gadis yang memang sedari tadi ia tunggunya. Justin bangkit duduk.

"Tidak melakukan apapun." Jawabnya. Liah duduk di sebelahnya.

"Lalu?"

"Kenapa banyak tanya begitu. Memangnya aku tak boleh ada disini? Seperti ini adalah tempatmu saja." Nada sengit Justin malah terdengar lucu.

"Well, bukan begitu, tapi secara teknis ini memang tempatku." Ujar Liah ringan.

"Tidak juga, aku datang lebih dulu. Jadi hari ini, ini adalah tempatku." Justin menjulurkan lidahnya.

"Tapi dari dulu aku selalu ada disini, ini tempatku." Liah memanyunkan mulutnya.

"Oke, oke, ini tempatmu, Liah si gadis di bawah pohon." Olok pria itu. Liah menumbuk pelan bahu Justin.

"Ngomong-ngomong aku memang datang kesini karena suatu tujuan." Ujarnya lagi.

"Apa?"

"Aku mengundangmu ke pestaku. Nanti malam, di rumahku."

Liah membetulkan duduknya, lebih lurus menghadap Justin. Ia sangat antusias mendengar undangan Justin tersebut, hingga matanya berbinar-binar. Maklum saja, Liah belum pernah di undang ke pesta mana pun.

"Oh ya? Pesta apa?" Liah kurang yakin apa yang ia tanyakan, memangnya pesta itu ada apa jenisnya? Pesta ulang tahun dan tipikal pesta remaja america?

Entahlah, mungkin pertanyaan itu lebih mengarah kepada apa yang akan mereka lakukan di pesta, ia harus berpakaian seperti apa dan sebagainya. Pertanyaan yang diajukan oleh orang yang benar-benar clueless.

Justin mengernyit dahi, sedikit bingung dengan pertanyaan itu.

"Ehmm.. Ya pesta. Bersenang-bersenang. Ya kau taulah, hanya bersenang-senang sebelum aku pergi 3 bulan untuk tur kecil di eropa. Bisa di bilang pesta perpisahan, walau... sebenarnya tidak seperti itu." Cerocos Justin panjang lebar.

"3 bulan?" Tanya Liah. Semangat pestanya mendadak sirnah mengetahui Justin akan pergi selama itu.

"Ya." Justin mengangguk pasti.

"Ta.. Tapi 3 bulan itu terlalu lama." Ujar Liah yang mendadak jadi panik. "Dan.. Dan kau tak bisa meninggalkan sekolah selama itu."

Tidak ini tidak adil. Liah baru merasakan kebahagiaan, kenapa sekarang kebahagiaannya harus pergi selama 3 bulan, meninggalkannya dengan kekosongan yang selama ini selalu menghantuinya. Liah merasa seperti terbang dan dijatuhkan begitu saja.

"Nyatanya aku bisa. Sekolah memberikan banyak kelonggaran padaku, mereka mengerti situasiku. Lagi pula aku akan tetap belajar selama tour. Sejujurnya aku masuk SMA hanya ingin merasakan hidup normal dan prom saat lulus nanti, hal yang tak bisa ku dapat dalam homeschooling. Maka itu aku memaksakan diri masuk SMA di tahun terakhir ini. Dan management ku telah meminta kelonggoran dari sekolah. Ssngat terkendali." Tuturnya. Liah terdiam, tak tau harus berkata apa.

"Semua hanya karena aku ingin merasa normal. Namun bagaimana pun ku mencoba, hidupku sudah terlanjur tak normal." Kata-kata itu keluar dari mulut Justin dengan lirih.

Liah menelan ludahnya. Ia turut sedih dengan Justin yang menginginkan kehidupan normal, namun ia juga sedih dengan dirinya sendiri yang harus kembali merasa kosong dalam waktu 3 bulan kedepan.

Liah menghela nafas, membuang rasa yang ia rasakan.

Aku bisa menunggu. Batinnya.

Sekarang ia fokus dengan apa yang Justin rasakan. Mengutamakan perasaan orang yang kau sayang jauh lebih penting dari pada perasaanmu sendiri.

"Kau normal." Ujar Liah. "Dengan segala lagu, penghargaan, fans yang mengejar-ngejarmu, dan perlakuan istimewa yang kau terima karena kau adalah popstart terkenal yang di gilai satu dunia. Itu adalah arti nomal bagi hidup mu. Yaa.. Kita semua memiliki cara hidup 'normal' yang berbeda-beda."

Justin menatap Liah. "Itu 'normal' yang aneh." Justin mulai tertawa.

"Tidak juga."

Justin kembali merebahkan diri dengan tangan sebagai bantal kepalanya, ia menatap matahari terang di langit. Liah yang duduk disebelahnya, menunduk melihat wajah damai Justin.

"Lagipula untuk apa sih kau susah payah ingin normal yang dimiliki remaja kebanyakan jika kau punya hidup luar biasa seperti saat ini? Kau berada dalam impianmu." Pandangan Justin berpindah dari matahari menuju mata Liah yang berada di atas kepalanya.

Justin berpikir. "Entahlah, mungkin aku kurang bersyukur dengan hidup yang kumiliki. Ini mimpi ku apalagi yang kucari?" Ia bertanya kepada dirinya sendiri.

"Terima kasih kau telah membuatku menyadari itu. Kau benar-benar mengerti." Ujar Justin tulus.

Jantung Liah berdegub kencang. Salah tingkah melihat wajah tampan pria itu, ia pun memalingkan wajah memandang rerumputan, jari telunjukkan mengetuk-ngetuk tak karuan. Punggungnya bersandar tak nyaman di pohon. Sementara Justin tidur santai di sebelahnya.

Tak banyak yang mereka katakan, namun apa yang mereka rasakan itu jauh dari lebih berharga dari pada kata-kata yang keluar percuma.

~

Baca cerita terbaru aku ya. Koment jgn lupa vote. Siap menerima kritik kok :D

https://www.wattpad.com/45808747-exactly-the-same-justin-bieber-fanfiction-ff-bls

The Way You Are (bahasa Indonesia) Justin Bieber fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang