Hurt So Good

5.1K 108 1
                                    

Everything seems perfect, but then it turns up side down.

Rambut blonde berkali-kali ia rapikan dengan jemarinya. Rambutnya tergerai lurus di punggungnya, seperti biasanya.

Membosankan. Keluhnya, terhadap penampilannya yang selalu begitu saja. Kaus berlengan panjang dan celana jeans, tapi kali ini ia mencoba mengenkan rok selutut. Namun tak banyak pengaruhnya, ia masih saja terlihat membosankan.

Ia melirik majalah yang terbuka di hadapannya. Remaja dengan pakaian fashionable, terlihat sangat menarik. Jelas terlalu jauh untuk di bandingkan dengannya.

Seorang gadis dalam majalah itu duduk dengan kaki menyilang dan bertopang dagu. Ia menggunakan baju berlengan panjang berwarna peach dan rok motif bunga yang senada, di rambutnya terdapat pita yang membuatnya terlihat semakin cantik.

Liah mengambil sebuah jepitan rambut dari segelintir perhiasan rambut yang ia punya. Ia menjepitkannya di sebelah kanan atas rambutnya, berharap bisa memberi sedikit magic pada dirinya yang membosankan.

Manis. Liah tersenyum menatap refleksinya. Walau hanya sedikit.

"Hai." Liah melambaikan tangannya ke cermin, seakan-akan ia sedang bertemu seseorang.

"Hallo." Kali ini ia menambahkan senyuman dan melambaikan tangannya lebih semangat. Namun kemudian alisnya berkerut, ia terlihat seperti gadis aneh. Mungkin sebaiknya ia tersenyum seperti biasa dan memberi sedikit lambaian.

"Sudah siap untuk pergi sekolah?" Panggil Ibu membuat Liah segera terguncang kaget, ia menoleh ke arah pintu.

"Tentu saja." Ia mengambil tasnya yang tergantung di kursi dan melangkah riang menuju pintu kamarnya.

Ibu mengerutkan alisnya. "Wow, kau semangat sekali." Liah tertawa kecil. Mereka masuk kedalam mobil, Ibu yang membawa mobilnya. Sedangakan Ayahnya sedang berada di luar kota, biasnya mereka pergi sekolah bersama. Liah cukup menyukai saat pergi sekolah, karena berarti mereka berada dalam satu mobil bersama-sama walau tak banyak yang mereka ucapkan.

"Apa kau punya orang special di sekolah? Seperti pacar?" Ibu menaikkan alisnya, bibirnya yang menyunggingkan senyum jenaka sedang ia lapisi dengan lipstick. Ibu selalu merapikan riasnya di dalam mobil, sebelum bergerak meninggalkan rumah.

Liah sedikit terkejut mendengar pertanyaan ibunya.

Orang special? Pacar? "Tentu tidak." Sangkalnya. Namun ia berfikir, jika bukan special, lalu apa yang ia rasakan ini.

Bukankah sekolah adalah tempat yang paling ia benci di muka bumi ini? lalu mengapa ia semangat sekali untuk kesekolah, Liah pasti berbohong jika ia tak mengakui bahwa Justin adalah alasan ia begini.

Dan begitu naif, jika ia tak mengakui Justin adalah sesuatu yang special. Karena dengan mengingat laki-laki berwajah tampan itu saja sudah membuat Liah tersenyum. Mungkinkah ini rasanya memikirkan seorang teman yang begitu baik? Atau mungkin ini berarti lebih?

"So?" Tanya Ibu di antara pertanyaan-pertanyaan yang berlalu lalang di pikiran gadis itu. Mobil hitam milik Ayahnya bergerak meninggalkan rumah.

"Nothing mom." Ujar Liah. Malu-malu menatap jemari tangannya yang mengetuk kedua lututnya.

"Oke, kau punya pacar dan tak bercerita pada Ibu." Ujar Ibu. Mungkin ini adalah percakapan yang terpanjang yang pernah mereka ucapkan di pagi hari. Liah sungguh menyukainya, bukankah ini sempurna? Sekolah tak terlihat begitu menyebalkan hari ini dan ia memiliki percakapan santai dengan Ibunya. Ia berharap hari seperti ini bisa terus berlanjut.

"Dia.." Liah hendak bercerita dengan wajah merah. Ini konyol, bagaimana Justin bisa membuatnya begitu aneh dan berbeda, namun ia menyukai perasaan itu.

The Way You Are (bahasa Indonesia) Justin Bieber fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang