2. Mengintip Celah

50 0 0
                                    

"Pengumuman-pengumuman,"

Speaker kelas tiba-tiba berbunyi. Kelas yang tadinya sepi kini mulai ramai dengan bisik dan kasak-kusuk para penghuninya.

Bu Ratna yang sedang berdiri di depan kelas menghentikan kegiatan pemaparan materinya dan membentuk semacam huruf "T" dengan kedua tangannya, meminta kami diam.

"Diumumkan bagi seluruh ketua kelas sepuluh, sebelas, dan dua belas atau yang mewakili untuk berkumpul di kelas XI-3 untuk melakukan rapat permusyawaratan kelas sepulang sekolah. Terima kasih. Selamat belajar kembali,"

Pengumuman selesai diikuti dengan bel pulang sekolah yang dibunyikan.

Bu Ratna lalu menutup kelasnya hari ini dan keluar dari kelas.

Buku dan alat tulis yang ada di meja segera kukemas dan aku bersiap untuk pulang lebih awal hari ini.

Namun, ketika aku selesai berkemas dan berdiri dari bangku, semua pasang mata yang ada di kelas tertuju kepadaku.

"Apa?"

"Cun,"

Si ketua kelas memanggil lengkap dengan kedipan mata.

Wah, nggak beres ini.

Aku tau sekarang kenapa mereka menatapku.

"Ogah, kalau disuruh ikut kumpul. Lagian, cuma hari ini aku bisa pulang lebih awal dari hari biasanya.

Si ketua kelas kini berjalan mendekat dan merangkulku.

"Justru itu, Cuni. Nih kita nih yang ada di sini,"

Ia menunjuk seluruh sudut kelas.

"Hari ini ada agenda, ada yang ekskul, ada yang rapat event,"

"Ya terus hubungannya sama aku?"

"Kan tadi katanya kamu bisa balik cepet, berarti belum ada rencana dong. Jadi, bisalah ngewakilin kelas kita buat rapat permusyawaratan kelas,"

Alis Sang ketua kelas naik turun.

"Oke kan, Cun? Oke dong! Lagian rapatnya juga di kelas ini,"

Iya sih di kelas ini, tapi kan nggak tahu mau bahas apa.

"Kamu tinggal catet apa yang ada di rapat, terus sampein ke kita-kita. Okay?"

Aku belum sempat mengiyakan permintaannya tapi ia sudah melenggang pergi.

"Bye, Cuni. Aku anggap diemmu itu sebuah persetujuan."

Helaan nafas keluar dariku. Teganya mereka membuatku batal pulang cepat dengan mengikutsertakan aku dalam rapat yang entah apa ini.

Setelah beberapa menit aku bisa melihat anak-anak OSIS dan juga ketua kelas dari kelas lain mulai memasuki ruangan.

Aku menepuk jidatku.

Raksa kan OSIS, dia nanti di sini juga?

Entahlah, aku sedang malas bertemu dengannya. Kalian tau apa yang dia maksud sesuatu di ponselku tempo hari?

Ternyata prasangka bahwa ia mengambil gambar saat di ruang peraga itu benar. Setelah aku meninggalkan lokasi outdoor study, pesan darinya yang berisikan foto wajahku masuk.

Aku kesal dengannya karena dia selalu menampilkan senyum puasnya ketika berpapasan denganku pasca mengirimkan foto-foto—jelek ku.

Ingatanku tentang hal itu buyar ketika seseorang menarik kursi di sampingku.

Woylah! Baru aja bilang aku males sama ini orang.

Iya. Itu Raksa.

"Boleh duduk di sini, Non?"

CitrapataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang