3. Tengara

44 0 9
                                    

Notebook milikku yang berada di atas meja mengingatkanku pada hasil rapat permusyawaratan minggu lalu yang belum aku sampaikan.

Aku mengambil dan membuka halaman di mana aku mencatat hari itu.

"Nih, hasil forum rapat minggu lalu. Aku lupa buat ngasih ke kamu,"

Ia yang aku ajak bicara mengacungkan dua jempolnya.

"Mantap, Cun. Makasih, ya."

Aku kembali ke bangkuku. Tetapi baru saja aku duduk, ia memanggilku lagi.

"Cun, lusa ada rapat itu lagi. Kamu yang dateng sekalian ya? Terakhir deh,"

Dasar ketua kelas nggak mau tanggung jawab!

Aku menarik nafas panjang kemudian meniup beberapa helai rambut yang entah sejak kapan ada di depan wajahku.

---

"Huft! Akhirnya selesai juga hari ini,"

Runi menghela dan mengipasi wajahnya dengan tangan.

"Gila, ya! Soalnya nggak kurang-kurang. Udah banyak, beranak lagi,"

Ya, gitulah yang namanya Runi. Ngeluh udah jadi kebiasaan. Aku juga sih.

"Tau, mana jam terakhir. Panas-panas gini suruh mikir,"

Kan? Aku ikut ngeluh.

"Kantin dulu yuk, Cun?"

"Sekalian bawa tas, ya, Run. Biar sekali jalan langsung pulang,"

Runi mengangguk dan ia berjalan mendahuluiku menuju ke kantin.

"Runi! Jangan ninggal dong!"

Aku berlari mengejarnya.

Tunggu, tapi di bangku panjang depan kelas tadi kayak ada orang?

Aku berhenti sebentar dan menoleh ke arah bangku tersebut.

Raksa? Ngapain dia?

"Cuni!"

Aku mengarahkan daguku kepadanya.

"Ditungguin, taunya malah keluar lari-lari,"

Ia berjalan menghampiriku.

"Kenapa ke kelasku?"

Aku bertanya memastikan.

Kali aja dia nyamperin aku. Eh?

"Bidangku pindah ke kelasmu. Kelas lama dipake bidang lain,"

Pedenya ketinggian, Non!

"Oh, kirain,"

"Kirain apa hayo?"

"Nggakpapa. Duluan ya, Sa. Udah ditunggu Runi,"

Badanku berbalik dan hendak melangkahkan kaki.

Namun, tanganku ditahan. Raksa membalikkan badanku lagi.

"Hati-hati, ya,"

CitrapataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang