1. Gembok Terbuka

123 1 2
                                    

"CUNI!"

Aku berbalik ketika mendengar namaku dipanggil.

"Hahh, engap aku lari-lari,"

Gadis yang baru saja memanggilku kini sudah berdiri dengan posisi badan membungkuk memegangi lutut.

"Lagian pake lari-lari."

"Cuni, kamu dapet bus nomor 8 kan?"

Gadis ini adalah Ramaniya Taruni yang akrab disapa Runi. Ia kini menunjukkan foto daftar nama pembagian bus untuk outdoor study hari ini.

"Duduk sama aku, ya?"

Ia kemudian memeluk lengan kiriku serta menempel-nempelkan bahunya ke bahuku.

Aku pun memutar kedua bola mataku.

"Emang pernah aku nggak duduk sama kamu?"

"Kali aja gitu, kamu udah berpindah ke lain temen,"

Runi menunjukkan deretan giginya.

"Ayo ke barisan kelas. Upacara pembukaannya udah mau dimulai,"

Aku menggandeng tangan Runi yang masih setia menempel padaku.

"Selamat pagi, para Siswa. Hari ini sesuai agenda, kita akan mengadakan outdoor study. Dimohon nanti ketika kalian sampai di sana, tetap menjaga sikap dan tutur kata. Jangan lupa lakukan pengamatan sesuai dengan lembar tugas yang sudah dibagikan. Mengerti?"

"Mengerti, Pak,"

Seluruh siswa serempak menjawab.

"Syukur jika sudah mengerti. Bapak ucapkan selamat jalan-"

"Pak! Kita belom mau mati!"

Teriak salah seorang siswa.

"Siapa itu?"

Dan para siswa kembali serentak menjawab,

"Satria, Pak."

"Satria lagi, Satria lagi. Kamu jangan berulah ya, di sana. Jangan pacaran melulu sama Echa,"

Lagi dan lagi, serentak riuh celotehan menggoda memenuhi gendang telingaku.

"Ya sudah. Hati-hati di jalan. Selamat belajar. Selamat Pagi!"

"Terima kasih, Pak!"

Apa yang terjadi selanjutnya? Tentu kami membubarkan diri dan menuju bus masing-masing.

Aku memangku bawaanku setelah berhasil duduk di tempat yang dipilihkan oleh Runi.

"Cun, liat deh langitnya. Lumayan mendung ya?"

"Iya,"

Aku mengikuti arah pandang Runi dan tersentak.

"Run, kamu bawa mantel atau payung?"

"Bawa dong. Kamu nggak bawa?"

Aku langsung membuka tasku dan menemukan mantel bermotif polkadot ada di bagian paling atas.

"Nah itu bawa,"

Runi kemudian menyumpal telinganya dengan earphone dan memejamkan mata.

Aku yang ingin membalas ucapannya, terinterupsi oleh suara notifikasi ponselku.

Ibu

Ibu masukin mantel kamu tadi sebelum berangkat. Kayaknya hari ini hujan.

Aku tersenyum membaca pesan dari ibu. Ia memang selalu tahu apa yang aku butuhkan.

Ibu

CitrapataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang