File 1

106 14 1
                                    

Lamina, 10 November 1882
12.21 AM



Sekitar tengah malam, kedua netra lelaki immortal berusiakan 1220 tahun itu terbentuk, menandakan dirinya tengah terjaga. Tatapannya tak dapat diartikan, separuh tekad dan separuh sangsi—yang jelas adanya. Keningnya berkerut, menciptakan kedua alis yang saling bertaut, menandakan pula dirinya tengah dibebani oleh lebih dari seonggok masalah—kemungkinan besar. Surai coklat legamnya pun turut andil mendeskripsikan sudut-sudut pahatan tubuhnya—tubuh makhluk dengan kadar ketampanan yang luar biasa. Huh, kaum hawa benar-benar akan dibuat berdecak kagum dan berkali-kali mengerjapkan mata demi menegaskan lagi apa yang tengah mereka lihat.

Ia tak menampik kenyataan bahwa dirinya harus menyembunyikan identitasnya sebagai Sang Pengendali Cahaya masyhur— meski dua dekade yang lalu. Di rumah padat yang saling menempel tak karuan itu, Lumie diam-diam kembali berlatih apa yang jadi kemahirannya tempo dulu. Kembali pula merutuki diri sendiri atas kelalaiannya melakukan hal fatal dua dekade yang lalu. Kembali pula menayangkan kejadian tempo dulu dimana ia diusir secara besar-besaran, bahkan nyaris dirajam berjuta-juta umat Lamina.

"Hahaha bedebah memang. Mereka tidak tau saja kalau aku makhluk immortal, nyawaku takkan bisa direnggut, apalagi dengan cara rendahan semacam itu," tawanya nyaris tak terdengar. Memangnya siapa yang mendengar?

Lumie lagi-lagi tertawa sumbang kembali tak dapat menampik kenyataan bahwa berjuta-juta umat Lamina benar-benar telah melupakannya, bahkan jasanya. Lagi-lagi, siapa peduli?

Lumie kembali ke perapian untuk menjalani rutinitasnya berlatih mengendalikan cahaya. Lumie mencoba mengumpulkan berkas cahaya yang dihasilkan api di perapiannya. Setelah yakin cahaya telah tergenggam, ia membuka sebuah botol kaca yang lumayan besar ukurannya. Barulah saat cahaya berada di mulut botol tersebut, tangan kanannya yang ia gunakan untuk menggenggam cahaya ia buka. Cepat-cepat ia menyumbat botol kaca itu dengan potongan kecil kayu cinder—kayu yang menjadi masterpiece di Kota Lamina sejak tempo dulu. Memang, yang dilakukan Lumie adalah latian dasar Taktik Pengendalian Cahaya. Botol itu nampak berpendar—tidak, cahayanya yang berpendar. Satu langkah berhasil, ia tersenyum puas. Ia telah berhasil menangkap dan memindahkan cahaya.

Lumie segera berdiri, melangkahkan kaki menuju balkon, ia sibak dahulu gorden beludru mirah delima— yang menjadi sekat antara balkon kamar dan bagian dalam kamarnya. Selanjutnya, Lumie membuka sumbatan botol. Perlahan, cahaya keluar, sepersekian detik kemudian cahayanya melesat jauh dari balkon kamar.

"Welldone, Lumie, welldone!" ia berjingkrak senang seakan tak ada yang lebih membahagiakan dari hal itu. Katakanlah ia sudah gila, hingga sangat mungkin membuat para pejalan kaki yang lewat tak perlu berpikir dua kali guna melayangkan tatapannya kepada Lumie, si aneh itu. Pft, ralation, Ia tengah di lantai dua, mana sempat pejalan kaki sukarela mendongakkan kepalanya hanya untuk melihat Lumie. Lucu.

Sekarang, tugasnya tinggal mendalami lagi tahap kedua dan terakhir—Inti dari Pengendalian Cahaya. Tahap yang paling sulit dibanding satunya. Jauh lebih sulit.

Kau tahu film The Last Airbender, readers? sama halnya dengan Aang—Sang Pengendali 4 Elemen itu harus bersusah payah dahulu dalam mengendalikan 4 eleman yang berperan penting dalam kehidupan reinkarnasinya itu. Bedanya, Lumie bukan Si Pengendali Cahaya reinkarnasi.

Lumie tak pernah patah arang, meski ia tahu akan ada banyak hal-hal gelap yang telah bersiap datang pada kehidupannya. Meski ia tak bisa mengubah arah kehidupannya sendiri, karena sekalipun ia makhluk immortal, apa yang dinama takdir selalu lebih kuasa pegang kendali. Takdir yang menggariskannya untuk hidup sendiri. Tanpa sepasang insane yang dapat memanggilnya kiddo. Tanpa teman bahkan sahabat yang mungkin bisa menjadi sandarannya saat ia jatuh, yang mungkin bisa menjadi media dalam menularkan apa yang tengah membuatnya bahagia. Bahkan tanpa seorang pendamping yang mungkin bisa menjadi sebaik-baik sahabat untuk menjalani keabadiannya. Atmospher tempat tinggalnya bahkan kehidupannya benar-benar suram. Ah, damn!

Luz Eleonore [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang