9
Malam mulai larut, tidak ada aktifitas lagi di kediaman Jenderal Li. Hanya para penjaga yang berkeliling bergantian untuk memastikan keamanan tuannya.
Di Paviliun Musim Semi, nyala terang lilin hanya tersisa di aula, sang pemilik paviliun itu tengah berjalan mondar-mandir diiringi tatapan lelah pelayannya.
"Aiyaa nona muda, malam sudah larut tidakkah nona merasa mengantuk?" Ucap Li Mei sambil menguap. Dayang itu begitu setia menemani tuannya.
"Ini tidak benar, sangat tidak benar." Gadis itu tampak frustasi.
"Sebenarnya apa yang tidak benar nona?" Li Mei ikut berdiri dan mulai membuntuti setiap langkah yang dibuat nonanya.
"Li Mei, seharusnya aku tidak mengikuti kompetisi pemilihan permaisuri itu. Seharusnya aku tidak perlu masuk istana entah sebagai permaisuri atau selir. Aku takut kepala ku akan menggelinding sewaktu-waktu," tiba-tiba Meihua berbalik badan dan hampir bertabrakan dengan Li Mei.
"Aiyaa nona muda. Kalau mau berbalik bilang dulu."
"Kau yang salah, kenapa mengikuti ku?"
"Nona tidak mau berhenti sejak tadi. Kepalaku sampai pusing melihatnya. Lagipula apa yang tidak benar? Nona muda, setiap gadis di kerajaan ini mengharapkan menjadi istri Kaisar, bisa menjadi selirnya sungguh suatu keberuntungan, apalagi menjadi permaisuri."
Meihua menghela nafas,"Tapi aku takut sewaktu-waktu kepala ku ini bisa dipenggal."
"Nona, tidak boleh menghela nafas atau nanti keberuntungan akan menjauh. Mengatakan sesuatu yang membawa sial juga tidak boleh dilakukan. Nona jangan sembarangan berkata kepala dipenggal, sama sekali tidak boleh berkata yang seperti itu!"
"Haaaahhh, lalu aku harus bagaimana?"
"Aiyaaa nona, tidak boleh menghela nafas, kenapa anda lakukan lagi?" Li Mei panik sendiri.
"Sudahlah, yang akan datang bagaimanapun harus kuhadapi juga. Jangankan kompetisi pemilihan permaisuri, pergi ke ujung dunia juga akan kulakukan. Sudah larut, pergilah tidur, besok kita ke istana Mei'er. Ingat kita harus berhati-hati!"
(Mei'er - panggilan khusus dari Meihua untuk Li Mei)"Siap nona, ayo nubi antar ke kamar anda."
"Tidak perlu. Aku bisa sendiri. Kau segeralah beristirahat!"
"Siap nona."
Aku tidak mengerti, kenapa harus ikut pemilihan permaisuri? Apa besok aku pura-pura bodoh saja ya? Ahh tapi bagaimana reputasi ayah dan ibu kalau aku mempermalukan mereka. Bagaimanapun mereka sungguh begitu baik padaku,batin Meihua.
.
.
.
.
.
Keesokan paginya, di istana ibu suri.
Tiga kandidat utama telah hadir ditemani dayang pribadi mereka. Setelah memberi salam penghormatan kepada ibu suri, mereka lalu menyelesaikan satu demi satu tugas yang di bagi menjadi tiga tahap.Tahap pertama seni ketrampilan, tahap kedua seni lukis, dan tahap ketiga seni sastra. Tahap pertama bagi Meihua sangatlah mudah, mereka hanya diminta menyulam, sulaman terindah akan ditetapkan sebagai pemenang. Meihua sangat percaya diri dengan hasil sulaman miliknya, karena dia telah berlatih sejak kecil. Sekarang dia bersyukur, mendiang ibunya di masa depan selalu menyuruhnya menyulam ternyata ada manfaatnya.
Tahap kedua adalah melukis, mereka diminta melukis apapun yang menurut mereka cocok untuk menghiasi ruangan ibu suri. Tahap ini hampir dilakukan dengan sempurna oleh Meihua sebelum insiden itu membuat kepalanya serasa mendidih.
"Sebentar lagi selesai,"monolog Meihua pada dirinya sendiri.
"Kakak, kau melukis apa ?" Hongmei lewat sambil membawa palet catnya. "Ah indah sekali lukisan kakak, lukisanku sudah pasti kalah jauh."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Empress from the Future (END)
FantasyHighest Rank on Wattpad: #1 - Empress (25/11/2020) #2 - Empress (27/11/2020) Bai Meihua terjebak di dunia yang sama sekali asing baginya. Ketika ia melarikan diri dari kejaran anak buah Tuan Choi yang berniat menjadikannya istri. Saat ia terdesak di...