4 - Pemanis

30 5 0
                                    

***

Sebuah pernyataan sekaligus kenyataan semakin menggerogoti tubuh dalam kesakitan yang sama sekali tidak kurasakan. Tekanan itu hadir saat aku tidak merasakan apapun lagi. Semuanya semu, hanya sebuah rasa sakit di lubuk hati yang sulit diobati. Di tempat paling dasar, dengan nyeri yang paling kasar.

Aku merasakan rasa ngilu dari kata per-kata yang diucapkan oleh Dira.

"KEMENANGANKU TERGANTUNG DARI BAGAIMANA CARA KAU MATI!" serunya lantang.

Mataku terpejam, berusaha menabahkan diri. Kesadaran berkomunikasi dengan Dira terasa hilang dalam otakku. Kini, semuanya seperti telah terkendali.
_______

Terbaring lemah, gadis bermata coklat itu semakin kesulitan mengambil nafas. Di sana pula gadis seusianya tengah panik tak karuan.

Bagaimana bisa, Jessica temannya koma selama empat jam dan dia belum sadar juga sampai sekarang. Hatinya tercabik-cabik, semakin merasa bersalah karena sudah meninggalkannya sendirian.

"Segalanya akan kita buat normal. Sa-dar! Fi-Fisya mohon Jess," serunya terpotong-potong. Tangisan sejak beberapa jam membuat Fisya seperti kehabisan air mata, dan malah sesegukan saat ini.

Jemarinya bergerak, nafasnya mulai naik turun tak karuan. Sontak Fisya langsung memanggil dokter agar segera memulihkan keadaan sahabat sejatinya.

Mulutnya terbuka lalu mengatup lagi. Begitu seterusnya. Jessika terlihat ingin mengucapkan sesuatu.

Entah mengapa Fisya yakin kalau Jessica bisa berkomunikasi dengan Dira saat koma, pikirnya dalam hati.

"Ma-af, a-aku sa-lah," bisik Jessica seperti kehabisan tenaga untuk berbicara.

"Sebesar apasih kesalahan lo heh?" tanya Fisya sambil berlinang air mata.

"Ku-kurang a-jar." Nafasnya tersengal, bibirnya semakin pucat. Matanya bahkan masih sulit terbuka.

"Lo anggep Fisya adek lo kan? Seberapa sering kita berantem dengan kelakuan kurang ajar dari kita masing-masing, kita bakal tetep saling memaafkan."

Bekas cakaran di lehernya, juga dengan luka lebam di kepala dan pundaknya semakin membuat Jessica memiliki usia yang tidak lama lagi. Begitulah kata dokter.

Fisya terlambat membawanya ke rumah sakit karena terlalu sibuk dengan urusan yang memang tak kalah penting. Rumah sakit seperti neraka yang membuatnya terus merasa bersalah.

Mungkin dengan meninggalkan Jessica di rumah sakit akan lebih aman karena Fisya harus mencari uang untuk biaya rumah sakit.

Ia mencoba menelpon nomor lama papanya Jessica, yang katanya sudah tidak aktif lagi. Memang beberapa kali ditelpon, nomornya tidak aktif. Tapi ia masih berusaha, karena ada layanan menelpon internasional.

Tiba saat Fisya menelpon dengan nomornya sendiri, suara berdering membuat Fisya luar biasa senang. Lalu bagaimana bisa Jessica menyerah begitu saja saat nomornya memang kadang bisa sedang tidak aktif.

"Halo, halo?" ucapnya sambil mengusap air mata yang sejak tadi mengalir.

"Halo, siapa ini?" jawabnya dari sebrang sana.

"OM! JESSICA CELAKA!" bentak Fisya.

"Kenapa dengan anak saya?" tanyanya polos.

Bajingan banget, batin Fisya.

"Om, tega banget sih ninggalin anak sendirian di sini!" cecarnya.

"Apa yang kamu mau dari saya?" ucapnya masih dengan nada tanpa dosa.

"Fisya gak punya biaya buat bayar rumah sakit perawatan Jessica, om."

"Oh jadi nama kamu Fisya. Sahabat Jessica itu? Mana nomor rekening kamu. Biar om kirim uangnya."

"JANGAN CUMA NGASIH DUIT DONG! TANGGUNG JAWAB SAMA ANAK SENDIRI!" Fisya malah semakin emosi setelah mendengar perkataan papanya Jessica.

"Kamu butuh uang atau tidak? Kirimkan nomor rekening kamu atau saya akan berubah pikiran."

"Om, inituh buat anak sendiri, ngapain hitungan sih? Iya-iya Fisya kirim noreknya!"

Telponnya mati. Rupanya papa tua itu masih mau menanggung biaya hidup anaknya. Setelah melihat m-banking, dia mentransfer lumayan besar.

Tubuh sedikit lebih kecil daripada Jessica, matanya hitam, dan rambut yang diikat rapi itu menjadi ciri khas Askanafisya.

Dia menenteng buah-buahan dan juga sarapan sehat untuk temannya. Berharap, hari ini saudaranya itu akan pulih.

Manusia bukanlah tempat kesempurnaan. Jika kesusahan yang kamu rasakan atas dosa masa lalumu. Maka tidak masalah bagiku, untuk menemanimu agar bisa mengambil dan menelaah pelajaran berharga dari kehidupan.

Soal kepedihan hari ini mungkin bagian dari bahagia yang akan diraih esok hari. Percayalah tidak ada suatu hal yang sia-sia saat kamu menikmatinya.

Di depan mata, sesuatu itu menanti. Akan lenyap jika kamu menghabiskan waktu untuk berfikir saja tanpa memutuskan.

Hidup itu pilihan. Tetapi tidak ada pilihan yang pasti.

Hidup itu abstrak, hanya sebuah pemanis kejujuran yang pahit.

____________

Boleh di vote kalau suka.
Terima kasih!

Instagram penulis nsfauziah17

ABSTRAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang