7 - Hilang Kendali

18 5 0
                                        


***

"Kemaren waktu gue sama Fisya ke rumah mang Ujang, dia lihat tante Ineu lagi katanya."

"Gak mungkin, gue gak percaya."

"Serius, gue yakin dia gak bohong."

"Rel, Rel. Lo tau sendiri kan dia udah mati?"

"Bisa jadi enggak."

"Mustahil."

"Gak mustahil juga, tante Ineu itu 'temen'nya banyak. Gue bisa pastiin."

"Jadi maksud lo yang tabrakan sama Dira itu temennya tante Ineu?"

Farel mengangkat sebelah alisnya.

"Dira juga waktu meninggalnya gak wajar, jadi bisa aja belum bener-bener mati. Yakan?" ucap Farel.

"Itu dia, Rel. Di bayangan gue, Dira bilang kalo dia belum mati. Dia juga ungkit-ungkit masalalu. Lo tau sendiri, Rel. Kalau soal masalalu itu jelas gue banget yang berdosa," ungkap Jessica.

"Mungkin mimpi itu pas lo lagi koma."

"Bisa jadi," ucap Jessica santai.

"Masalalu apa?" Fisya mematung di ambang pintu.

Jantungnya berdetak cepat. Jessica berfikir keras bagaimana menjelaskan semuanya pada Fisya. Bagaimana bisa Fisya tiba-tiba ada di dekat mereka. Padahal sedari tadi ia meminta izin keluar untuk membersihkan rumah.

Apakah Fisya menguping sejak tadi?

"Bukan apa-apa. Masalah kecil yang di besar-besarin." Farel mendekati Fisya, ia mengusap pelan pundaknya. Lantas Fisya menolaknya dengan kasar.

"Masalalu apa Jes? Apa ada yang lo sembunyiin dari gue?"

Sejak cekcok tadi pagi, Fisya semakin frontal. Suara yang keluar dari mulutnya tak selembut biasanya. Panggilan lo-gue ia pakai baru saja, tidak seperti biasa.

"Sya, lo tau kan semua rahasia keluarga gue. Gak mungkin ada yang gue disembunyiin," jelas Jessica sembari memelas di hadapan wajah sangar baru-baru ini.

"Fisya ngeliat tante Ineu aja lo kekeuh gak percaya. Padahal? Ini buat hidup lo juga!" Ia memalingkan wajah dari hadapan Jessica. Keduanya berdebat begitu sengit.

"Iya gue percaya. Maaf..."

"Percaya diri boleh, tapi gak terlalu percaya sama orang juga gak baik," ucap Fisya. "Punya pendirian emang harus, tapi ngeliat kenyataan juga perlu."

Farel menangkap sesuatu yang membuat keduanya selalu sehati. Perdebatan-perdebatan kecil yang nantinya akan berbuah besar. Hal itulah yang membuat mereka tidak pernah saling menyakiti, melainkan membeberkannya agar tidak ada salah paham apapun.

"Maaf."

Sore ini mereka mengemasi barang-barang untuk pulang ke rumah. Begitupun Farel, ia harus pergi meninggalkan Indonesia untuk sementara waktu. Urusannya di Singapur belum benar-benar tuntas.

ABSTRAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang