"Lo enggak apa-apa? Kenapa tadi malah lari? Kan, gue ada di belakang lo."
Abey memandangi Fal dengan raut wajah cemas. Kedua tangannya terulur. Menarik Fal dalam pelukannya. Sedikit mengeratkan pelukan untuk meyakinkan diri, bahwa gadis yang ada dalam dekapan adalah nyata dan baik-baik saja.
Tubuh Fal seketika menegang. Alarm waspada dalam dirinya berbunyi nyaring. Nyaris didorongnya dengan kasar tubuh Abey. Gerakan berontak kecil dilakukan Fal. Berusaha merenggangkan rengkuhan dari sahabatnya itu.
...
Maria memperhatikan sepasang anak manusia di depan toko ayahnya. Rasa ingin tahu, yang selalu muncul saat memperhatikan Fal, kian mencuat. Ingin hati mendekat untuk mencari tahu.
"Kayaknya Abey sayang banget sama Fal. Tapi, kenapa Fal kayak ketakutan gitu, ya?"
Maria menggelengkan kepala. Mencegah keingintahuannya menguasai diri dan membuatnya bertindak ceroboh.
...
Abey, yang merasakan usaha Fal untuk melepaskan diri, segera mengurai pelukannya. "Maaf, Fal. Gue cuma terbawa suasana. Gue terlalu panik dan takut lo kenapa-kenapa. Gue juga terlalu senang lihat lo baik-baik saja." Abey mundur selangkah dan menundukkan kepala.
Fal pun refleks melangkah mundur. Menjaga jarak. Berusaha menenangkan diri dan mengatur rasa paniknya. "Enggak apa-apa, Bey. Gue ngerti," ujarnya datar. Berusaha menormalkan deru napas dan debur degup jantungnya.
Abey mengangkat kepalanya. Tersenyum. "Gue sudah panik tadi. Gue takut kalau tuh bajingan berhasil dapetin lo sebelum gue datang, tapi syukurlah lo selamat, Fal."
Fal mengangguk mendengar ucapan Abey. Berterima kasih dalam hati atas bantuan Maria. Jika saja Maria tak menyembunyikannya di dalam toko, mungkin Kevin berhasil menyusulnya.
"Oh ya, kok lo bisa sih masuk toko ini?" tanya Abey. Mengendikkan kepala ke arah toko milik Ayah Maria. Toko Tua, begitu nama yang tertera di atas pintu kaca toko.
Fal menoleh ke arah toko. Terlihat Maria, yang tengah duduk di balik meja kasir dengan kepala menunduk. "Tadi gue numpang sembunyi. Ini toko punya orang tuanya Maria, teman sejurusan gue."
Dahi Abel berlipat seketika. "Teman? Sejak kapan lo mau berteman dengan anak kampus, Fal?" tanya Abey dengan nada sanksi. Wajah Abey jelas menyiratkan kebingungan.
Namun dalam hitungan detik, sebuah senyum menggantikan ekspresi bingung Abey. Ditepuknya bahu Fal. "Gue senang dengar lo menyebut salah satu anak kampus kita dengan sebutan teman. Akhirnya, setelah sekian lama, Fal."
Fal mendengus. Wajah di balik maskernya kian dingin. Fal memalingkan tatapannya dari Maria, yang tanpa sadar sejak tadi jadi objek penglihatannya. "Gue bukan teman dia. Gue baru kenal dia. Itu juga dia duluan yang nyapa gue."
Abel menghela napas. "Kapan lo bisa membuka diri untuk pertemanan, Fal? Sudah selama itu, lo masih belum bisa melupakan semua?"
Fal menatap dingin Abel. Seolah ingin membekukan pemuda itu. "Gue enggak butuh teman yang bermuka dua. Gue lebih memilih sendiri dibanding harus bersosialisasi dan ketemu dengan manusia-manusia bermuka dua, yang pura-pura peduli cuma untuk memuaskan rasa penasaran dan rasa ingin tahu mereka."
Fal berbalik. Melangkah menjauh. Ingatan masa lalu kembali terlepas. Rasa sesak kembali membekap dada.
"Gue enggak butuh teman!!!" umpat Fal dengan emosi tertahan.
...
"Gimana enggak kayak begitu? Gue yakin, diam-diam si Fal itu sebenarnya anak nakal. Wajar saja sih kalau sekarang kayak gitu!!! Salah sendiri mau sama cowok model berandalan begitu. Lagian ya, gue enggak yakin sih, kalau dia tuh korban paksaan, kayak yang dia bilang ke orang-orang. Pasti mereka ngelakuin itu semua karena mau sama mau, cuma karena terlanjur malu, dia ngarang alasan kalau dia dipaksa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Faldhita (GxG Story)
Romance"Seharusnya hidupku berjalan senormal yang lain, tapi mereka membuatku memilih jalan yang berbeda." Faldhita Raditya