"Rere, seneng enggak?" Tanya seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi depan bersama seorang laki-laki yang sedang menyetir. "seneng ma pa. makasih" ujar Rere sambil tersenyum. Suara klakson mobil terdengar sangat keras dari arah yang berlawanan. Dan semua terlihat gelap.
"Neza..Neza..Neza..NEZAAAA!" Rere terbangun dari tidurnya. Napasnya tersengal-sengal, tubuhnya bergetar dan keringat dingin bercucuran kemana-mana. Rere mengusap rambutnya kebelakang. Menenangkan dirinya setelah mimpi buruknya yang entah sudah berapakali terulang terus. "kamu siapa sih sebenarnya? Kamu siapa?" ucapnya yang mulai menangis. Dia beranjak dari tempat tidurnya berjalan menuju jendela, perlahan membuka tirai. Membiarkan sinar matahari masuk menerangi semua sudut kamarnya. Rere menyenderkan kepalanya di pinggir jendela memandang ke langit biru yang di hiasi awan putih. Semenjak kecelakaan yang ia alami saat kecil, membuatnya kehilangan semua kenangan masa kecilnya. Namun, hanya satu yang membuatnya resah. Satu nama yang selalu ia ingat Neza. Tapi ia tak ingat siapa dan bagaimana Neza itu. Dan satu-satunya petunjuk hanya sebuah gelang yang selalu ada di perfelangan tangannya. Rere menghela napasnya panjang. Lalu melangkah keluar dari kamarnya.
Harum bau masakan mama sudah tercium dari jauh. Kemikmatan yang luarbiasa adalah ketika bisa makan masakan mama tercinta. Rere memeluk Mama dan mengucup pipiya. "pagi ma" ucap rere sambil menarik kursi lalu duduk. Rere menghirup bau masakan mamanya. "masakan mama itu yang terbaik deh, chef yang kerja di restoran atau hotel yang bintang lima aja kalah lo mah masakannya sama masakan mama. Percaya deh sama Rere" puji Rere sambil mengajungkan dua jempol miliknya. Mama tertawa "bisa aja kamu tuh". Mama meletakan piring lalu mengambilkan nasi dan juga lauknya. " makan yang banyak ya" ucap mama. Tak lama kemudian papa keluar dari kamarnya dengan setelan jas dan tas kantornya. "Pagi, semuanya" sapa Papa sambil mencium pipi mama dan Rere. Papa menarik kursinya. "Biasanya, kamu bangun pagi Re" ucap Papa. Raut wajah Rere berubah masan. "apaan sih pa? bangun pagi salah bangun siang juga salah. Serba salah Rere" ujar Rere kesal.Papa dan Mama tertawa. "aduh, duh, anak Papa kesel ya? Kan Papa cuman Tanya doang.
"Oh ya, Re. kamu udah nyiapin barang-barang kamu kan? Kalo untuk sekolah kamu Papa udah nyiapin semua termasuk sekolah kamu yang ada di Yogyakart" Kata Papa.
"udah kok Pa, udah beres. Rere juga udah pamitan sama temen-temen Rere dan guru di sekolah. Ya walaupun berat ninggalin semua tapi Rere suka di yogya ketimbang di sini panas, hehehe" ujar Rere.
" Papa berangkat dulu ya" mencium kening Rere. "berangkat dulu ya Ma" mencium kening mama lalu beranjak pergi sambil melambaikan tangan.
Rere kembali ke kamarnya. Ia merapikan lagi barang-barang untuk kepindahannya. Keluarga Rere harus terpaksa pindah ke Yogya karena Neneknya sakit dan juga Papa ada kerjaan di sana. Rere membuka isi lemarinya, dia menemukan sebuah tas. "ini tas ku?" sambil melihat tas itu. Rere mengeluarkan seluruh isi yang ada di dalamnya, sebuah gambar yang sangat banya. "Rere, Papa, Mama" eja Rere. Rere tersenyum melihat seluruh gambar-gambar itu. Hingga sebuah gambar membuatnya terkejut. "Rere dan Ne, Neza?". Tiba-tiba kepala Rere terasa sakit. Suara anak kecil yang tertawa terdengar di telinganya. Membuatnya semakin sakit. Napas Rere tersengal-sengal. "Apa itu tadi? Kenapa aku gini sih? Sebenarnya aku itu siapa?" ujar Rere kebingungan matanya memerah, ia mulai menangis.
Semua barang mulai di masukkan ke dalam Truk. Rere dan Mama menunggu Papa di dalam Mobil. Rere memandang keluar, tatapannya kosong. Kejadian tadi pagi masih membuatnya syok dan memenuhi pikirannya. "Re" tegur mama. Berulangkali Mama menegur Rere tapi Rere tak meesponnya. "Rere" tegur mama sakali lagi sambil menepuk dengkul Rere. "eh, iya Ma. Ada apa?" jawab Rere.
"Kamu tuh kenapa sih?" Tanya mama. "dari tadi ngelamu aja, Mama panggil-panggil enggak respon. Jangan keseringan ngelamun nggak baik. Kamu enggak kenapa-napakan?"
"Iya Ma. Rere baik-baik aja kok".
***
Mobil berhenti di depan rumah bergaya tradisional dengan sentuhan modern dengsn halaman yang luas. Seorang wanita paruh baya berumur 60 menunggu di depan rumah dengan senyum gembira. "Nenek" teriak Rere yang turun dari mobil lalu berlari menuju Neneknya. Rere memeluk Neneknya. "Rere kangen". Nenek mengelus pipi Rere. "Nenek juga, ayo masuk Nenek udah masakin makanan kesukaan kamu". Rere tersenyum bahagia, "Yes. Ayo, Nek"
Sore hari Rere jalan-jalan di taman kota. Udara yang segar masuk ke dalam hidung Rere menyegarkan paru-parunya yang selama ini mungkin sudah sesak karena polusi di Jakarta. "Rere!" seseorang memanggilnya. Rere menengok kebelakang, terlihat seorang perempuan sebaya dengan dirinya. Dahinya mengerut, dia terus memperhatikan perempuan itu mengingat siapa dia. Perempuan itu mendekati Rere, di tepuknya pundak Rere dengan Kasar.
"Kamu lupa ya sama aku?" wajahnya masam kesal. "Aku Asya, Re, A S Y A. Asya" ejanya pada Rere. Mata Rere melirik ke atas mengingat nama itu. Perempuan itu makin kesal, wajahnya di tekuk, dengan tangan yang sudah menyilang di dadanya. "Temen kamu waktu kecil, masa kamu lupa sih" ujarnya dengan kesal. Rere tertawa, melihat wajah temannya yang sudah sangat jengkel padanya. "Ya Allah, komuk mu Sya" ia tak berhenti tertawa.
"-__-!" (asya)
"Ih, ngambek. Aku enggak mungkin lupa dong. Seorang Asya Putri Wardani, yang selalu juara 1 di sekolah waktu SD" wajahnya berseri senang. "Sini peluk! Rere kangen". Mereka saling berpelukkan melepas rindu.
***
Mereka duduk di café dekat dengan taman tadi. Rintik hujan diluar mengingatkan Rere akan suatu hal. "Re, ini pesenannya" meletakkan dua cangkir coffe latte dan maccaron. "oh, ya kamu ke sini ngapain? Kan ini enggak waktunya libur sekolah" Tanya Asya sambil menyruput coffe lattenya.
"Aku pindah ke Yogya" mengambil sebuah macaroon berwarna merah muda. "enak!" ucapnya setelah memasukkan macaron ke dalam mulutnya.
"berarti kamu sekolah di sini dong".
"Ya pastilah Sya. Masa aku tinggal di sini sekolahku masih di Jakarta, kan enggak mungkin".
Asya mengangguk. "Sekolah dimana?" Tanya Asya lagi. "Sma Merdeka Yogyakarta". Asya terkejut, dia senang bukan main. "Aaaa, beneran?". Rere mengangguk, "kenapa sih?".
"Rere kita satu sekolahan!" jawab Asya dengan senang. "Moga aja kita satu kelas juga, kan seru". Rere hanya mengangguk, tersenyum melihat reaksi temannya. Mereka terus mengobrol bertukar kabar dan cerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
forgotten thoughts
Teen FictionCover cantik by bee graphic kami saling memandang. lima menit kami beradu mata tanpa sepatah kata yang terucap. saat itu aku ingin bilang padamu bahwa aku ingin bertahan. tapi semua aku tidak bisa dan hanya kata maaf yang bisa ku ucap. "Kenapa tak...