22. Secarik kertas

142K 11.8K 868
                                    

Setidaknya dulu aku pernah merasa baik-baik saja
Aku pernah tersenyum bahagia
Aku pernah tertawa tanpa beban
Aku juga pernah merasakan pelukan hangat dari orang tersayang
Namun itu dulu
Sebelum takdir berhasil menjungkir balikkan segalanya.
Dan sekarang aku sadar,
Jika aku tak akan bisa kembali lagi.

-Miserable

****

Seharusnya sehabis makan malam dia sudah minum obat. Tetapi obatnya itu sama sekali tidak dapat di temukan. Bella sudah membongkar isi kamarnya, namun hasilnya nihil.

Dia juga sudah memeriksa tasnya karena obat itu selalu Bella bawa ke sekolah. Tapi hasilnya tetap sama.

Gadis itu terduduk di bawah ranjangnya. Dia harus mencari obat itu kemana lagi? Bella selalu menaruh obat itu pada tempat yang sama di dalam tasnya. Dia tidak mungkin salah letak. Dia yakin itu.

Obat itu mahal. Bella bahkan tidak dapat membelinya dengan uang tabungannya. Bersyukur Dokter Robert memberinya obat itu setiap bulan. Bella sangat-sangat berterima kasih.

Tapi dia harus bagaimana sekarang? Jika satu hari saja dia tidak minum obat, maka bisa dipastikan dia akan berakhir di rumah sakit lagi.

Gadis dengan kaus putih itu duduk di atas kasur. Dia ingin menelepon Merza. Namun tidak jadi karena dia tidak ingin merepotkan gadis itu.

Kepalanya tiba-tiba terasa sakit disertai penglihatannya yang mulai mengabur. Bella tidak tahan dengan semua ini. Dia ingin menyerah saja, dia benar-benar tidak kuat.

Satu panggilan masuk dan itu dari Arkan. Namun Bella tidak menjawab. Dia tidak ingin cowok itu tahu keadaannya sekarang. Sudah lima panggilan tak terjawab. Dan tak lama setelah itu satu pesan masuk. Bella dapat membaca pesan itu melalui lockscreen ponselnya.

Arkan : lo dmn?

Arkan : angkat tlpn gue.

Arkan kembali menelepon. Dan Bella terpaksa menerima panggilan. Agar Arkan tidak curiga dan berpikir jika dia baik-baik saja.

"Lo kemana aja?" ucap cowok itu saat panggilan tersambung.

Bella menyentuh kepalanya yang terasa begitu nyeri. Dia pun berusaha untuk membuka mata.

"Gue di rumah." jawab gadis itu. Berusaha agar suaranya terdengar normal.

"Kenapa lama banget angkat telpon gue?"

"Nggak denger." Bella tidak dapat berkata panjang. Dia menyentuh dadanya yang terasa sesak.

"Gu-gue ngantuk."

"Suara lo kenapa gitu?"

"Udah dulu ya." kata Bella lalu memutuskan panggilan. Dia tertunduk, oksigen di sekitar seolah habis untuk dirinya.

Sebelumnya Bella tidak pernah merasa sesakit ini. Seluruh tubuhnya terasa begitu sakit sekarang.

Kenapa Tuhan terus nyiksa gue? Kenapa dia biarin gue hidup menderita? Kalau dia nggak bisa nyembuhin penyakit ini, kenapa dia nggak bawa gue pulang?

Lagi dan lagi, Bella tersenyum dalam hati.

Dia benar-benar kecewa pada takdir.

****
"Mama kenapa nggak bisa bersikap baik sama Kak Bella?" tanya Shae. Gadis itu menghampiri Mamanya yang tengah duduk di depan meja rias.

"Dia anak yang tidak tahu diri. Pantas tidak punya siapa-siapa." jawab Renata acuh.

"Ma, Kak Bella itu keluarga kita. Dia cuma punya kita."

Miserable [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang