2. Kemunculan Shilla

153 12 35
                                    

Matematika di jam pelajaran pertama hari senin seperti paket komplit untuk mengumpat dengan keras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matematika di jam pelajaran pertama hari senin seperti paket komplit untuk mengumpat dengan keras. Apalagi kalau ada ulangan dadakan, rasanya seperti ingin menenggelamkan diri hidup-hidup. Mungkin akan bersyukur kalau bisa mengerjakan tanpa harus mengeluh, atau paling tidak mendapatkan jawaban gratis dari teman yang dianggap pintar.

Kalau dapat, kalau tidak-ya, pasrah.

Dan, hal yang paling sering dilakukan saat ulangan berlangsung adalah; tengok kanan-kiri, siul-siul pelan seraya memberi sandi tangan, kode-kodean jawaban, dan meraba kolong meja berharap bisa melihat contoh rumus. Itu juga kalau sempat, karena biasanya baru mengerjakan beberapa soal, guru sudah berteriak meminta kertas jawaban untuk segera dikumpul. Bisa ditebak apa kelanjutannya? Ya, remedial, dengan berpuluh-puluh butir soal yang beranak-pinak, yang bila dikerjakan rasanya ingin merebus guru yang membuat soal tersebut ke dalam kuali mie ayam.

Atau apa pun yang setidaknya bisa dijadikan pelampiasan.

Seperti yang saat ini Billar dan Galen rasakan. Apalagi, saat ulangan tadi, Arden-satu-satunya harapan mereka untuk mendapatkan jawaban gratis, malah dipindahkan ke bagian paling depan oleh bu Nopika. Membuat Billar hanya bisa gigit-gigit pulpen, sedangkan Galen malah menjadikan kertas jawabannya seperti buku gambar dan menggambar bagaimana wajah bu Nopika saat sedang marah-marah. Jangan dikira Galen jago gambar, gambarnya jauh dari kata bagus, apalagi bila bu Nopika yang menjadi objeknya.

Tahu wayang golek? Kurang lebih seperti itu lah gambar Galen tadi.

"Mual gue rasanya," kata Galen mengeluh, rasa mualnya lebih buruk dari pada rasa mualnya tadi malam.

"Emang tuh ya, Bu Nopika suka banget bikin kita sengsara," ujar Billar ikut mengeluh, ia saat ini sedang mengambil penggaris besi milik salah satu dari teman cewek dan memotong penghapus Galen menjadi potongan kecil-kecil, iseng. "Coba aja tadi Arden nggak dipindahin ke depan, pasti hidup gue adem ayem seminggu ini tanpa bayang-bayang remedial."

Arden yang jadi bahan pembicaraan hanya diam saja, menelungkupkan kepalanya di antara kedua lengan yang menjadi bantalan. Matanya terpejam sedari tadi, tapi kesadarannya masih ada dan bahkan mendengar semua yang dibicarakan Galen dan Billar. Setelah semalaman tidak tidur, Arden hanya ingin memejamkan mata barang sekejap saja hari ini. Tetapi keinginannya tidak terlaksana saat mendengar suara Ivan dan Anjar yang datang ke kelas dan mengajaknya membolos. Bukannya Arden tidak suka membolos, berada di kelas dan mendengarkan ocehan guru bukan lah hal yang menyenangkan untuknya.

"Dari pada cuma nongkrong di halaman belakang kayak gini, mending sekalian cabut sekolah aja, dah." Galen menggerutu, tetapi tak ayal tetap mengikuti langkah Ivan dan Anjar.

"Lagi nggak bisa cabut kita, pasti ketahuan soalnya yang jaga buldog," balas Anjar seraya terkekeh saat menyebutkan panggilan buldog yang memang mereka sematkan untuk pak Tarmiji, wakil kesiswaan di sekolah dan hari ini kebetulan pak Tarmiji yang sedang berjaga dan menjadi guru piket.

Adshilla, Pacar dari Masa DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang