Melodi di atas kastil

302 31 15
                                    

Alan, burung elang berwarna emas peliharaan Silvanna, rupanya belum kembali hingga Malam selarut ini. Kemanakah ia sedari tadi, batin gadis itu bertanya-tanya. Beberapa saat, ia merutuki dirinya sendiri yang ceroboh dalam berpakaian, tak ada sehelai kainpun yang menutupi leher dan bahunya dengan lebih sempurna, ia merasa tubuhnya lebih menggigil diterpa udara dingin. Sayup-sayup dalam kesunyian malam itu, ia mendengar bunyi semacam petikan biola yang manis. Di nada pertama yang baru terdengar olehnya merupakan suksesi nada yang rendah, kemudian nada itu perlahan berubah semakin naik dan terdengar seperti melodi rayuan yang menyedihkan.

Seraya membawa lentera, ia terus melangkah menyusuri koridor sesudah merubah Haluan ke arah yang dapat mengantarkannya pada muasal suara. Ia berhenti, setelah melewati pintu kapel dan mendapati hembusan angin yang lebih dingin. Ia mendapati seorang pemuda tengah duduk bertongkat lutut bersandar pada dinding pembatas sambil memainkan biolanya. Silvanna mengenal pemuda tersebut adalah Granger, salah satu penembak jitu andalan kekaisaran juga salah satu yang terbaik di negeri ini. Pemuda itu berhenti Ketika melihat Silvanna berdiri tak jauh di hadapannya.

"Maaf, membangunkan anda."

Suara berat yang terkesan lembut dan taat itu hampir tenggelam diantara reributan angin dengan kekencangan tak stabil. Pemilik suara tersebut kemudian menurunkan stik biolanya, dan menatap perempuan dihadapannya.
⠀ ⠀ ⠀
"Tidak! kau tidak perlu menghentikannya!" Silvanna menggeleng. Menatap pemuda itu secara antusias.

Tatapan mereka bertemu dan bertahan cukup lama. Beberapa saat Granger menyadarinya, ia cepat-cepat mengalihkan pandangan ke arah lain dan berhenti ke arah biolanya. Silvanna tertegun, kemudian berjalan perlahan mendekati pemuda itu dan duduk di sampingnya dengan anggun. Pemuda itu memainkan musiknya kembali sekaligus berada dalam suatu tatapan yang tak ia rasa. Mantel hitam polosnya yang baru dilihat oleh siapapun hari itu hampir menjadikannya terlihat tak ada bedanya dengan bayangan hitam akibat hasil pantulan cahaya remang dari obor yang terpasang di dinding sekitar. Granger menghentikan musiknya kembali dengan tiba-tiba , melepas syal hitamnya dan memakaikannya kepada sang tuan putri di sampingnya.

"Maaf, saya baru menyadari," ucapnya singkat.

Embun keluar dari mulutnya begitu ia berbicara. Hal ini juga berlaku pada silvanna begitu mulutnya kemudan bergerak bersamaan dengan sembulan nafasnya yang hangat.

"Terima kasih, Ganger."

Silvanna tersenyum. Granger meletakkan biolanya ke sisi yang kosong, kini ia memilih untuk diam.

"Kenapa kau tidak melanjutkannya? Apa aku mengganggumu?" Silvanna bertanya khawatir.

"Apakah anda tidak memiliki cerita apapun?"

Silvanna menggeleng.

"Permainan biolamu lebih menarik ketimbang cerita yang kumiliki saat ini."

"Anda yakin?"

"Apakah aku pernah berbohong kepadamu? Tolong! Mainkan satu lagu lagi, dan setelah itu aku akan beristirahat," gadis itu memohon.

Granger tersenyum, menatap gadis di dekatnya begitu lama, begitu dalam. Silvanna merasa jantungnya berdetak lebih cepat.
..........

****

Di kegelapan hari yang bertambah larut, diantara rangkaian pepohonan hutan, mata tajam berkilauan aves predator membersihkan jalanan yang sudah membelah di wilayah itu.

"Mengapa harus putri Silvanna? kenapa tidak pangeran Moniyan yang baru kembali itu saja yang dijadikan pemimpin tertinggi kerajaan? Tumben sekali Kekaisaran Moniyan memiliki kebijakan seperti itu?"

Rekannya seketika menoleh, sebab ketertegunannya dari pertanyaan itu.

"Patriaki memang lebih diutamakan, tapi apakah kau tidak berpikir bagaimana jadinya bila seorang bocah yang labil dan masih sedang melakukan ritual penyucian langsung diangkat menjadi pemimpin tertinggi di sebuah kerajaan yang besar. Ingat! Kekaisaran Moniyan bukanlah kekaisaran yang kecil."

"bocah tetaplah bocah... ," desah orang itu, melanjutkan argumennya.

"Palzo... kurasa, tak ada masalah bila ada seorang bocah yang diangkat menuju jabatan seperti halnya seorang raja, tapi aku memang pernah mendengar rumor bahwa Pangeran Moniyan itu dulunya seorang pemimpin kalangan Abyss yang kemudian juga memimpin pertempuran di kalangannya itu untuk menyerang Moniyan, dan kau tahu sendiri pertempuran dimenangkan oleh pihak Moniyan, itu artinya jika seandainya ia menjadi seorang pemimpin tertinggi Moniyan... ,"

"Belum tentu juga, bisa jadi setelah ia Kembali ia bertambah kuat, aku yakin... ia tak jadi pewaris tahta untuk sementara karena ia masih di bawah umur," potong orang itu terhadap argumen rekannya.

"Ah... aku benar-benar penasaran."

Tanpa mereka sadari, pengintaian sedang merekam apapun yang sedang mereka lakukan juga yang sedang mereka bawa.

"Aku membawa sesuatu yang pasti kau akan terkejut mendengarnya."

"Apa itu?"

"Bunga Eeron, bunga keburukan yang pernah kuceritakan padamu"

"Ya ampun! kau gila?!  jika itu merupakan bunga keburukan, bagaimana kau mendapatkannya? dan untuk apa?!"

Langkah mereka terhenti seketika, begitu juga sesekor kuda yang sedari tadi mengiringi mereka.

"Soal bagaimana aku mendapatkannya itu merupakan cerita panjang, seseorang memerintahkanku untuk membunuh putri Silvanna, dia memberikan janji sebuah imbalan yang besar dan kita akan kaya."

"Tidak, Palzo! kuharap kau jangan ceroboh, jangan katakan, seseorang yang memerintahkanmu untuk membunuh putri Silvanna adalah dari kalangan yang pernah mengalami kekalahan di pertempuran yang lalu?"

"Memang iya."

"Oh, Palzo celakalah kita!! hentikan itu...!"

"Kita tidak akan pernah celaka! tak ada guna berpihak terus menerus ke Kaisaran Moniyan, kita tetap jadi miskin dan terus menerus menjadi tikus jalanan!!"

" Hanya karena kesulitan harta kau menjadi buta dan mengorbankan keselamatan nyawamu sepanjang waktu kedepan, oh, aku tak menyangka memiliki rekan karib sepertimu."

Rekan Palzo tersebut seketika berjalan cepat meninggalkan Palzo sendirian bersama seekor kudanya. Palzo tak diam, ia mengambil satu anak panah dari belakang punggungnya, dan membidik rekannya terus menerus hingga rekannya benar-benar tewas.
.........

******









Gold Bird and Late PoetryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang