Puisi Granger

124 17 5
                                    


"Akan kuberikan semua alat tulis ini, asal aku mengawasimu," kata sang prajurit yang sebelumnya juga merupakan sang pengantar makanan untuk Granger.

"Aku tidak keberatan," sahut Granger, dengan nada datarnya yang lumrah sebagai bagian dari kepribadiannya.


Dia, Granger, tak sedikitpun menoleh ke arah sang prajurit itu.

*****

Silvanna sudah berada di kamarnya. ia dapat dikatakan baru selesai dengan acara berendam air hangatnya. Setelah itu, ia berniat untuk segera beristirahat.

"Adara, apa kau mengerti apa itu cinta?"

Adara yang ketika itu sedang bersiap membantu mengganti pakaian Silvanna terkejut dan merasa heran dengan Silvanna, lantaran yang mulia putrinya itu seingatnya selama ini tak pernah menyinggung hal semacam itu. ia memandang wajah Silvanna yang terpantul di cermin. Wajah itu begitu menggambarkan kekalutan yang seakan memang sulit untuk dipahami.

"Saya juga tidak memahaminya yang mulia, tetapi yang saya lihat dari orang-orang yang mengaku bahwa mereka dan kekasih mereka saling mencintai, mereka terlihat bahagia ketika bersama dan juga terlihat bahagia ketika berbicara dengan orang lain tentang kisah cinta mereka," urainya.

" Begitu ya...,"

Silvanna tersenyum. Berarti aku sedang tidak mencintainya, batin Silvanna.

*****

Jika suatu Malam tiba,


mataku penuh dengan kabut


Dan ketika aku melihatnya,


Ratuku menjelma sebagai lentera


yang paling terang yang pernah ada



Jika suatu Siang tiba,


Mataku penuh dengan kegersangan


Dan ketika aku melihatnya,


Ia seakan mencairkan dirinya seperti mata air



Siapapun tidak perlu bertanya


tentang siapapun yang menyadari


tentang Langit turut menjadi teduh


Udara menjadi bagian dari prosa yang manis


dengan setiap tapakan kaki indahnya di Moniyan



ketidakberdayaan hasrat mengungkap


Padahal ia telah menyentuh relung ini sedalam-dalamnya


Aku tunduk dibawahnya


Lantas aku harus bagaimana?



Aku menginginkan pujianku daripada kelembutan suaranya ketika ia bernyanyi


Sungguh, suara itu lebih indah dari permainan dawaiku



Aku menyadari kehidupanku


Tetapi ia dapat menyadarkanku bahwa aku benar-benar hidup



Oh... duhai ratuku


Tahukah kau tentang rasa sakit yang dapat dinikmati?


Hanya kau yang dapat memberikan itu



Hasil tulisan Granger tersebut, kemudian ia selipkan dibawah bantal. Malam itu, ia benar-benar memikirkan seseorang yang akhir-akhir ini benar-benar mengusik pikirannya, ia Berharap ia dapat bertemu dengannya di alam mimpi.
Berkat perasaanya yang membara, ia seakan tak merasakan sakit sedikitpun terhadap kejamnya perlakuan yang ia terima sejak beberapa waktu yang telah berlalu dan seakan penderitaan itu tidak pernah ada.

Pelukan sesosok ilusi yang menyerupai Silvanna yang ia dapati saat di sebuah hutan pada malam itu masih ia rasakan dan seakan memberi kekuatan untuknya hingga saat ini. Ketika mata itu hampir saja memulai memejam, ia ditegur oleh sosok prajurit yang mengawasinya.

"Kemarikan kertas itu!"

Granger mengambil kertas dari selipan di bawah bantalnya, kemudian memberikan benda yang prajurit itu minta.

"Jangan sekali-kali kau merusak tulisan itu!" ucap Granger.


Prajurit itu menatap sejenak ke arah Granger, kemudian mengamati isi daripada secarik yang ia genggam.

*****

Carmilla memberikan penyerangan bertubi-tubi terhadap Maverick, yang dengan mudahnya oleh Maverick sihir wanita itu ia batalkan.

"Percuma saja jika kau terus berusaha melawanku, nona, kau belum ada peningkatan pada sihirmu, hentikan penyeranganmu, atau kau tidak akan pernah bertemu dengan kekasihmu..."

Tiada gubrisan dari Carmilla, Maverick justru dikejutkan dengan dirinya yang mendapat dampak dari bloodbath energy oleh Carmila dan ia ter-stune, kemudian dengan seketika Carmilla memberikan eksekusi dengan curseblood ultimate. Dan Maverick merasa energinya berkurang dengan cepat, juga bersamaan dengan itu, ia menatap mata Carmilla yang menatapnya penuh dendam. Dalam diam, Maverick mengingat masa lalunya.

Kilas Balik

Tepatnya ketika Maverick berusia 11 tahun, ia kehilangan ibunya oleh para demon biadab yang menyerang desanya dan menghancurkan rumah kebahagiaanya. Kedatangan pahlawan yang menolongnya, dasarnya telah memberikan harapan untuknya untuk membalaskan dendam atas kematian ibunya.

Ia kemudian bertempat tinggal bersama sang pahlawan itu di dalam rumah di sebuah hutan. Dan ia dilatih oleh pria yang merupakan penolongnya yang juga merupakan seorang mage spasial tersebut, kala itu ia hanya sekedar memiliki sihir ruang tanpa sihir waktu.
Sayangnya, sihirnya tak kunjung berkembang, dan ia terkejut pria yang melatihnya dan yang menurutnya baik hati tersebut suatu ketika berubah menjadi sosok dengan sikap yang tak sekalipun ia bayangkan sebelumnya, pria itu selalu memarahi dan menyiksanya dengan jahat di setiap kali ia gagal dalam latihan.

Hingga suatu ketika di hari yang seharusnya menjadi pemenuhan akhir target, Maverick bocah memperlihatkan perkembangan sihirnya yang lumayan sebagai pertahanan namun sayangnya bagi pria yang melatihnya itu tak cukup kuat sebagai sihir penyerangan yang siap digunakan, itu merupakan perkembangan di bawah tingkat penargetan. Maverick seketika mendapat hajaran sihir ruang oleh pria itu, dan ia tiba-tiba terbanting di tembok sebuah gudang. Pria itu kemudian tiba-tiba muncul dihadapannya, menghajarnya sampai berdarah-darah dan Maverick bocah berakhir sebagai korban sekapan hingga bertahun-tahun lamanya dan itu membuatnya setengah gila.

*****

Terima kasih bagi yang telah meluangkan waktunya untuk sekedar membaca fanfic ini apalagi sampai menge-vote. Dan apalagi bagi yang setia menunggu pembaharuan chapter ini, yang pasti kalian adalah para pembaca terbaik bagi author 🤗. Seperti biasa, author berpesan agar kalian jaga kesehatan, dan enjoy dengan hari-hari kalian. Salam sayang dari author... 😊💕







Gold Bird and Late PoetryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang