Puisi Yang Tersampaikan

215 31 69
                                    

Silvanna masih terjaga, ia gelisah dengan pernyataan yang tak lama sebelumnya didapati Ketika menghadap cahaya lord of light. Ia sudah lama tak terpikirkan masalah cinta, apalagi sampai ada pernyataan yang baru diterimanya tersebut. Ia masih bimbang tentang lelaki yang selama ini dikaguminya, dan itu seperti Alucard seperti juga Granger. Alucard adalah ksatria tertangguh yang pernah ia temui selain Tigreal, sejauh ini Alucard yang paling begitu dipercaya oleh sang raja Aurellius I, ayahandanya, dalam mengemban misi dan tugas secara langsung di bawah perintah ayah Silvanna tersebut. Namun mengamati adiknya, Aurellius (Dyrroth), sejak pertama kali bertemu dengan pria itu, adiknya itu sekalipun tidak pernah ramah dan selalu bersikap sinis. Hal ini selalu membuatnya bertanya-tanya mengenai suatu hal yang terjadi antara adiknya dan Alucard. Perlahan kekaguman itu sedikit memudar meski ia berusaha menepis berkali-kali segala kemungkinan negatif yang dipikirkannya tentang Alucard, sebab ia tahu betul Alucard adalah pria yang baik.

Tetapi sikap adiknya tersebut bertolak belakang jika sudah bertemu dengan Granger. Granger begitu jeli tentang sifat orang-orang di sekelilingnya, meski ia tak merubah sikapnya sendiri untuk menyesuaikan. Tetapi kepada adik Silvanna, ia tak segan berubah menjadi seorang kakak yang sangat baik hanya dengan memahami Bahasa tubuh juga apa yang bocah itu inginkan. Silvanna sendiri tak habis pikir, dengan alasan apa Granger peduli pada adiknya?.

Granger adalah pria yang dengan mudahnya memberi nuansa dingin ketika berinteraksi dengan siapapun, namun tabiat dasar lain yang ia miliki adalah perilaku yang halus dan bertoleransi hingga terkadang membuatnya begitu naif. Meski begitu, sekedar secuil masalah baginya untuk menyelesaikan masalah baru dengan cepat akibat kelengahan dari dirinya yang timbul karena sifatnya yang bisa sering bertoleransi itu. Aurellius II, adik Silvanna, begitu mengakuinya. Granger sering menculik anak bernama lain Dyrroth tersebut di kamarnya ketika ia berhasil membuat para penjaganya lengah, dan setelah aksi penculikan itu berhasil maka merekapun berlatih bertarung bersama. Tentu itu adalah suatu penguat hubungan pertemanan.

Silvanna mendengar ketukan tipis di jendelanya, ia yakin itu adalah Alan. Ia seketika bangkit dari ranjang, bergerak dengan tempo yang teramat lambat, berjalan lalu membuka jendela kamarnya. hembusan angin pagi buta berhamburan masuk ke dalam ruangan secara agresif sekaligus membekukan disusul seekor burung elang emas yang kian membawa sepucuk kertas di paruhnya. Silvanna cepat-cepat menutup Kembali jendelanya. Menghampiri binatang aves itu yang kian hinggap di atas sprai kasurnya. Sebelum ia duduk di tepi ranjang, burung itu terlebih dahulu terbang ke arahnya. Silvanna menyadari ada sepucuk kertas yang ingin burung itu berikan.

Di sebuah kegelapan
Pada negeri yang kaya
Aku dapat melihat wajah kesedihan dengan senyum di baliknya yang berpihak padaku
Aku masih ingat
Aku masih ingat masa lalu itu

Kening di antara kedua alisnya berkerut, Silvanna mulai dirundung rasa penasaran yang begitu kuat.

Masa di mana…
Ia sebagai penyebab dadaku terasa tak memiliki celah
Sang pembuat kepincangan pada kakiku
juga bukan pemberi harapan
namun ia adalah wanita yang adil
semua itu karena aku mencintainya
sampai bidikan itu tersampaikan padanya
berharap ia mengerti dan membalasku secara adil

wahai siapapun…
aku tak menyindir satu dari para wanita jalang terhebat di belahan dunia ini
aku menyindir dewi cintaku dengan gelar putri di Moniyan

silvanna tertawa sesaat pada bagian bait terakhir puisi tersebut.

Ini bukan lagi sindiran, dia menulisnya dengan begitu terang-terangan,” ia berkomentar secara monolog.
Perempuan itu tersenyum, lalu melipat kertas itu.

Penulis puisi ini cukup buruk dalam menciptakan puisinya. Alan, bisakah kau tunjukan padaku dari mana kau dapatkan kertas ini? Entah kenapa aku ingin membalasnya, aku jatuh cinta pada puisinya.”

Silvanna menatap langit berwarna biru gelap lewat jendelanya yang terbuka dengan posisi masih terduduk di tepi ranjangnya juga seraya tersenyum. Secara perlahan detak jantungnya mulai bekerja dengan irama semakin cepat. Burung emas itu masih bertengger di bahunya. Tiba-tiba saja wajahnya berubah menjadi cemas.

“Tidak, tidak, tidak, aku masih belum bisa jatuh cinta kepada siapapun....”

*****

Sinar matahari telah bekerja membuat penerangan, Dyrroth sedari tadi berlatih untuk membiasakan gerakan bertarungnya juga melatih instingnya.

Guinevere hanya memandangi dari tempatnya duduk di bawah pohon. Tatapan gadis itu, layaknya tatapan kesedihan seseorang yang ingin merebut Kembali sesuatu yang telah lama menjadi miliknya akan tetapi sesuatu itu telah dilepaskan darinya secara terpaksa sekaligus sedikit rasa rela. Ia seperti merasa, bahwa Pangeran Aurellius dua yang baru dikenalnya itu bukanlah orang baru yang datang dalam kehidupannya, meski di sisi lain ia meragukan itu.

Guinevere, bisakah kau membantuku?”
“Membantu…?”
“Ya, membantuku berlatih dengan cara kau menjadi lawanku, bukankah tadi Malam kau sempat bilang bahwa kau punyi sihir penyerang semacam….”

Dyrroth berjalan ke arah Guinevere dengan tampak berpikir keras dan mengingat-ingat mengenai suatu jenis sihir yang telah dibicarakan gadis itu semalam dengannya.

“Ah, entahlah apapun sihir itu tolong bantu aku berlatih!”

Dyrroth kemudian duduk bersila di hadapan gadis itu, sayangnya ia justru membuat Guinevere terpaku menatapnya hingga tak ada tanggapan sebagai jawaban di sana. Dyrroth semakin bingung.

*****

Silvanna terus mengikuti arah burung itu terbang. Hingga akhirnya burung itu berputar-putar mengitari tubuhnya di depan sebuah kapel yang terdapat di ujung pertigaan Lorong, memperlihatkan sebuah ruang yang tertutup rapat.

Puisi itu kau ambil dari ruang pribadi Granger, Alan?”

Burung itu berhenti terbang mengelilinginya, dan kemudian bertengger di bahunya.

“Tidak mungkin…, ini sulit dipercaya,” ucapnya lirih.

*****

Kuda yang ditumpangi Granger terhenti tak jauh di depan sebuah portal berukuran besar. Di benaknya, Ia seakan ingin segera masuk namun juga menimbang-nimbang.

Jadi, aku masuk atau tidak?” gumamnya.

Tak membutuhkan waktu yang teramat lama keputusannaya adalah masuk ke dalam portal tersebut. Dan ia menghilang di tengah hutan itu.

*****

Maverick membuka mata dari keterpejaman dan keterdiamannya di atas kursi. Lalu salah seorang anak buahnya tiba-tiba datang dari pintu masuk ruangan itu. Sebelum anak buah itu menuturkan sesuatu, Maverick terlebih dahulu bergumam.

“Rivalku telah tiba… “

Pandangan Maverick masih kosong.

“Maksud anda, apakah anda sudah tahu tentang kedatangan seorang ksatria Moniyan itu? Ia saat ini berada di halaman, di tahan oleh sepuluh penjaga dan tak dibiarkan masuk terlebih dahulu.”

Maverick Kembali memejamkan mata.

“Tapi saat ini, dia sudah mengalahkan semua penjaga itu, bahkan sudah mulai masuk ke dalam markas ini, dan nantinya ia pasti akan membebaskan Carmilla. Masa depan yang kulihat tidak pernah berbohong tapi bisa dicegah selama kejadian itu berada di hari yang sama dengan aksi penghentian dariku”

Pria pimpinan penyihir ruang, waktu, dan teleportasi itu mengepalkan tangannya. Ia masih terpejam, keningnya berkerut.

“Ia bisa saja merebut perempuan impianku, tapi tidak, untuk mengalahkanku.”

*****

Maaf ya, terlambat update. Author banyak urusan akhir-akhir ini. Terima kasih bagi yang telah menagih Update annya, tagihan kalian sangat berarti buat author begitu juga bagi para pengevote, komentator dan pembaca. Semoga hari kalian semua menyenangkan. 😊🤟

Gold Bird and Late PoetryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang