(SUDAH DI REVISI)
Menjadi anak yang di sayangi keluarga adalah impian bagi setiap orang.
Di sayangi, di pedulikan dan tentunya di banggakan adalah hal paling dan sangat sangat paling ingin di dapatkan oleh seorang anak.
Begitu juga dengan Armatta, menjadi kesayangan orang tuanya adalah hal yang di inginkan Armatta.
Gadis bernama Armatta ini adalah gadis yang di benci keluarganya, kecuali oleh abangnya Gio.
Awalnya semua berjalan dengan baik, Armatta yang menjadi kesayangan kedua orang tua sekaligus abang-abang nya.
Sebenernya Armatta memiliki dua orang abang, yang pertama bernama Zirgi Aleo Rahmana dan yang kedua Sergio Putra Venus.
Kejadian naas yang menimpa benerapa tahun lalu membuat kedua orang tuanya membenci dirinya.
Gadis kecil itu di tuduh membunuh abang nya sendiri, apa itu masuk akal? Tentu saja tidak.
Bagaimana mungkin gadis sepolos itu bisa membunuh abang nya sendiri.
Namun kedua orangtuanya gelap mata, kebencian pada dirinya seakan sudah mendarah daging.
Armatta seakan ada dan tiada. Hidup yang penuh dengan kekejaman membuat Armatta mau tak mau hidup dengan keras. Hingga memiliki paman yang mengajari nya cara bela diri.
Ketekunan Armatta dalam belajar bela diri membuat dirinya semakin kuat, dia bukan gadis yang mudah di tindas.
"Selamat pagi semuanya." Sapa Armatta dengan senyuman termanisnya menyapa semua anggota keluarganya yang baru saja turun dari tangga.
Bram dan Vani menatap tak minat dan mengabaikan Armatta, begitu juga dengan Ziva.
Sedangkan Gio tersenyum manis pada adik kesayangannya. "Pagi princess abang." Balas Gio tersenyum manis.
Melihat senyum manis Gio seakan menjadi kekuatan bagi Armatta.
Semuanya duduk di meja makan, memakan makanan mereka dengan khidmat.
Kehangatan dan keceriaan Armatta hanya akan di perlihatkan pada keluarganya. Di luar sana, gadis ini begitu dingin tak tersentuh.
Sifat pendiam dan dinginnya ini di dapatkan dari permasalahan keluarganya. Semenjak itu, Armatta berubah seratus satu persen.
Setelah selesai makan, Armatta tersenyum dan mengumpulkan semua piring kotor tadi ke dapur, sudah menjadi rutinitas nya.
Tangan halusnya tak lagi tampak, digantikan dengan tangan kasar dan kulit yang sedikit mengelupas.
Setelah selesai Armatta kembali ke maja makan, melihat Bram dan Vani hendak berangkat ke kantor.
"Sayang, mama sama papa ke kantor dulu ya." Pamit Vani pada Ziva, lalu mencium pipi putrinya tersebut begitupun dengan Bram.
"Mama sama Papa hati-hati ya." Ujar Ziva lalu tersenyum manis.
Kini Vani dan Bram beralih pada Gio, sedangkan Armatta hanya tersenyum getir melihat hal tersebut.
Rasa iri membuncah di hatinya, dirinya iri dengan Ziva yang selalu di nomor satu kan oleh Bram dan Vani.
"Mama, papa hati-hati ya." Ujar Armatta yang hanya di acuhkan oleh keduanya.
Melihat adiknya, Gio merasa sedih dan mendekap Armatta dalam pelukannya.
"Ututututu princess abang mana boleh sedih, senyum dong!" Gio berusaha menghibur adik kesayangannya.
Bagi Gio, Armatta adalah yang nomor satu. Prioritas yang memang pantas di prioritaskan.
Jika kalian bertanya apakah Gio percaya dengan hal yang mengatakan jika Armatta pembunuh abang nya, jawabannya adalah tidak.
Tentu saja Gio tidak akan percaya dengan hal itu, melihat wajah polos adiknya membuat hati Gio menghangat. Mana mungkin gadis seperti adiknya ini membunuh abang mereka.
"Abang ih, aku bukan anak kecil lagi." Kesal Armatta saat Gio memperlakukan nya selayaknya gadis kecil.
"Tapi bagi abang kamu tetap Princess kecil nya abang, gimana dong?" Gio memasang raut sedih yang membuat Armatta semakin jengkel.
Ziva yang memperhatikan interaksi keduanya mengepalkan tangannya kuat. Ziva tak suka jika Armatta mendapat kasih sayang dari siapapun, Armatta tak pantas.
"Ekhm." Ziva berdeham pelan.
Lalu Gio menatap Ziva datar tak minat. "Kenapa lo?" Sinis Gio.
"Eh gak papa kok bang, cuman serek aja." Ucap Ziva tersenyum polos.
Kalian tau? Gio tak menyukai adiknya yang satu itu. Bagi Gio, Ziva adalah wanita liar dan tukang bully. Seberapa pun dan sekuat apapun Ziva menyembunyikan itu, Gio akan mengetahuinya. Terbukti saat salah seorang teman Gio tanpa sengaja melihat Ziva berlenggak-lenggok dengan pakaian seksi di club malam.
Tak hanya itu, Ziva bahkan mabuk dan terlihat seperti wanita liar di sana. Kedua, saat sedang menunggu Armatta pulang, Gio tanpa sengaja melihat Ziva membully salah satu siswi yang kelihatan cupu, Ziva tanpa segan menginjak kacamata siswi itu hingga rusak.
"Kenapa lo masih disini?" Tanya Gio terdengar dingin.
"Em anu bang, hari ini aku boleh ya numpang sama kalian soalnya pak Hadi lagi cuti." Ujar Ziva takut-takut, seperti gadis polos.
Dasar gadis munafik. Batin Gio.
"Ya." Jawab Gio singkat, tak minat.
"Ayo dek, kita berangkat." Gio menggenggam lalu menarik tangan Armatta menuju mobil.
"Argh! Gue benci lo pembunuh!" Geram Ziva melihat interaksi dua orang di depannya.
Gio, Armatta dan Ziva sudah sampai di sekolah ternama di salah satu kota.
"Assalamualaikum abang." Ujar Armatta lalu menyalami tangan Gio.
Dengan sayang, Gio mencium kening adiknya. "Waalaikumsalam, belajar yang bener."
"Siap Abang!" Jawab Armatta sambil menirukan gaya hormat, membuat Gio terkekeh melihat tingkah adiknya ini.
"Assalamualaikum bang." Kini Ziva yang menyalami tangan Gio.
"Waalaikumsalam." Jawab Gio cuek.
Ziva segera keluar dari mobil dengan kesal.
--
Armatta berjalan dengan wajah datar dan dinginnya di koridor sekolah. Hal yang sebenarnya dia benci adalah sekolah, baginya sekolah hanya tempat mencari pacar, pembullyan dan tak jauh dari korupsi.
Dan tak lupa, yang ber-uang yang berkuasa. Tch!
Banyak pasang mata yang menatapnya kagum, karna tak dapat di pungkiri Armatta memiliki wajah cantik.
Di sekolah Armatta tak mempunyai teman, baginya tak ada teman yang benar-benar teman. Semuanya hanya palsu.
Hati Armatta dingin bak es, seakan hatinya terkunci rapat dan kuncinya sudah membeku sehingga hatinya tak dapat di buka.
Semua yang ada hanya dendam, dendam dan dendam. Armatta tak akan mengelak, dia bukan orang baik dan orang suci.
--
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear ARMATTA(REVISI)
Fiksi RemajaNamanya Queena Armatta, gadis yang menjadi sasaran kebencian orangtuanya. Armatta kecil di fitnah sebagai pembunuh abangnya sendiri. Apa itu masuk akal? Tentu saja tidak. Kobaran amarah merasuk dalam jiwa gadis tersebut, baginya balas dendam adalah...