5. Meet again

84 24 15
                                    

Ujian berjalan lancar, meskipun tadi Chalista harus mengikuti ujian susulan di jam delapan lewat beberapa menit. Jangan tanya apa sebabnya, tentu saja karena melabrak pemuda yang dengan lancangnya menggores mobil Chalista lalu berujung harus menjalani hukuman dari guru piket yang bertugas hari ini.

Saat ini ia berada di pojok kantin, tanda pengenal tadi terus Chalista genggam, sampai-sampai kertasnya yang terbilang cukup tebal menjadi kusut.

"Dor!"

Chalista terkesiap. "Kaget mbak? Haha ...."
Buru-buru ia menyimpan kertas dalam genggaman, memperhatikan temannya.

"Benget bego!"

Suara decitan kursi terdengar kala kursi ditarik oleh gadis bersuara cempreng tadi. "Auh gak seru lo, masak gitu aja kaget. Mikirin apa sih?" tanya gadis itu.

Mata Chalista mengerling mencari topik pembicaraan lain, tak ingin temannya yang punya penyakit penasaran akut ini ikut campur. "Eh bangsul, kemaren kemana lo?"

"Aissh ... pake ditanyain segala, gue kan udah bilang gue gak masuk."

"Iya tau, tapi lo kemana, o'on? Huh?"

Perempuan dengan alis bak ulat bulu itu bergumam tak terima kala ia disebut o'on oleh sahabatnya. "Inget ye ... lo gak lebih pinter dari gue, kita sama." Chalista mendengus lalu menyedot minumannya.
"Kemaren gue maraton drakor, akhirnya kesiangan, yaudah bolos deh." jelas Hilda pada akhirnya.

"Idiih ... dasar ya. Nonton drakor tuh boleh-boleh aja, asalkan tau waktu."

Hilda Putri. Perempuan bersuara cempreng dengan alis tebalnya itu meyambar es teh lemon milik Chalista, membuat sang empunya melotot garang. "Iya-iya, maap ...." gumamnya. Chalista mengagguk mengiyakan. "Eh Da -"

"Hilda!" Bola mata Chalista berputar malas, lalu ia berkata, "Iya, itu maksud gue, Nanas ke mana ya?"

"Tadi pamit ke toilet bentar, bocor katanya." Hilda berbisik di akhir kalimat.

***

"Lis, ayo dong ... please anterin gue ke supermarket deket perempatan, bentar ... aja," Chalista tetap melanjutkan langkahnya. " ..., persediaan roti bulanan gue abis." lanjutnya tetap membuntuti gadis Bramasta.

"Beli sendiri Nas."

"Lo tega banget ya .... Ini si Hilda similikiti juga kemana lagi, elah!" gerutu Nanas, gadis dengan nama asli Nasfisya Julia itu ikut masuk ke dalam mobil Chalista tanpa izin terlebih dahulu.

"Yaudah, keburu yang punya mobil ngamuk entar."

Mobil mengeluari tempat parkir dan mulai melaju dengan pelan.

"Lo sih, pamer mulu." ucapan Nanas barusan membuat Chalista melayangkan tatapan mautnya. "Diem lu, apa mau gua turunin di sini?" ancam Chalista yang tentu saja hanya berupa candaan, tapi meskipun candaan, biasanya Chalista tak pernah main-main dengan ucapannya.

Setelah satu setengah jam berada di dalam mobil, Chalista dan Nanas segera menuju ke dalam supermarket guna mempersingkat waktu agar tak terlambat sampai di rumah.

Dengan langkah seribu Nanas menuju bagian khusus kewanitaan, sedangkan Chalista malah lebih dulu mengambil keranjang belanjaan yang letaknya tak jauh dari kasir.

Berdiri di antara ratusan jenis makanan ringan dan minuman kemasan membuat Chalista lupa waktu. Ia menyempatkan diri untuk membenarkan cepolan rambutnya asal-asalan, padahal di sini banyak pendingin ruangan tapi Chalista tetap merasa gerah.

Setelah mengambil dua botol teh, satu keripik kentang, dua roti sobek, satu kemasan besar susu ultra dan dua kacang bermerek garuda, Chalista segera menuju tempat di mana Nanas berada. Jarak yang lumayan jauh.

Besar juga nih supermarket, batinnya.

Sesampainya di sana ...

Lah, kemana tuh bocah? Gua kira masih milih pembalut.

"Bayar dulu aja, siapa tau udah di mobil." monolognya.

Kaki jenjang itu terus melangkah. Sampai di depan kasir ia turut mengantre, tidak terlalu banyak orang yang mengantre. Sambil menunggu gilirannya —karena tinggal dua orang saja— tangan Chalista merogoh saku kemeja namun tak ditemukan apa-apa. Merogoh saku rok spannya, namun nahas, lagi-lagi ia tak menemukan sepeser uang.

Dompet gue ... bego! ketinggalan di dalem mobil.

Di tempat yang sama, seorang pria bergumam, "Tepung terigu, tepung tapioka, gula sama coklat udah. Tinggal margarinnya." Berusaha mengingat barang apa saja yang akan ia beli.

Nah, sudah lengkap.

Saatnya membayar....

Netra pria itu menyipit, punggung seorang wanita pendek dengan rambut dicepol asal-asalan yang berada tepat di depannya ini seperti tak asing baginya.

Pernah liat di mana ya?

"Total semuanya lima puluh delapan ribu lima ratus rupiah, mbak." Mbak-mbak kasir itu menyerahkan barang belanjaan dengan ramah.

Gue mesti gimana ini?

"Dompet saya ketinggalan di mobil, boleh saya ambil dulu, mbak?" tanya Chalista takut. Bagaimana mau tidak takut, mbak kasir dengan lipstik merah itu seperti terlihat garang.

Waduh, mbaknya marah. Gimana dong?

"Kalo gak punya uang sebaiknya jangan masuk ke sini! Ini bukan area untuk seorang pengemis, cepet bayar atau saya panggilkan satpam?"

Menganga, Chalista tak percaya bahwa dirinya disangka pengemis.

Segitu buluknya ya gue ....

Lalu dari arah belakang nampak lengan berotot menyerahkan sekeranjang penuh berisi belanjaan dan sebuah kartu ATM yang ia serahkan kepada orang kasir.

Chalista menyingkir sebentar, bibirnya berkata, "Maaf, jangan asal serobot aja." bersamaan dengan itu kepalanya berpaling. Matanya bersitubruk dengan netra indah berkilatan itu. Speechles, satu kata yang menggambarkan keadaannya sekarang.

"Punya dia juga."

"Baik, Pak. Totalnya dua ratus enam puluh empat ribu tujuh ratus rupiah, tiga ratus rupiahnya bisa didonasikan untuk ——" Nathan mengangguk menyetujui, ia menerima satu kantong plastik belanjaannya dan satu kantong lainnya ia berikan kepada gadis yang ia temui beberapa hari lalu, namun belum ia ketahui identitasnya.

Chalista terdiam cukup lama, banyak pasang mata memperhatikan kegugupannya. Setelah sadar sepenuhnya, ia buru-buru ikut melangkah keluar dan menghampiri Nanas, ia harus pulang sebelum matahari tenggelam di ufuk Barat .

 Setelah sadar sepenuhnya, ia buru-buru ikut melangkah keluar dan menghampiri Nanas, ia harus pulang sebelum matahari tenggelam di ufuk Barat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalian belum tahu, seberapa sulitnya membuang ide baik demi ide-ide terbaik.

Berkomentar dan berikan dukungan dengan bijak ya teman.
Terimakasih.

HEART HARBOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang