Matahari mulai bersiap-siap ke peraduan, menyisakan selembar dua lembar garis jingga kemerahan di ufuk barat. Awan sirus menghiasi langit menambah keelokkan sore itu. Kawanan burung antah berantah terbang melintasi Kota Tabanan.
Hm. Di Jalan Gajah Mada terlihat sedikit macet. Wajar, sore adalah waktu orang-orang keluar kantor, pulang sekolah kalau fullday, dan mencari makan kalau sedang lapar. Di pinggir jalan sudah penuh dengan lapak-lapak yang dibuka para pedagang kaki lima. Menawarkan barang dagangan mulai dari aneka makanan sampai baju-baju diskonan. Pemandangan tawar-menawar memenuhi sepanjang jalan. Pengendara motor saling berlomba menekan klakson karena pengunjung pasar menghalangi mereka. Ramailah pasar senggol.
Tapi masa bodo dengan itu. Seramai dan sekeras apapun suara pasar malam tak akan terdengar oleh gadis berkucir satu itu. Telinganya tersumbat sepasang headset. Gadis itu berjalan santai sambil membawa tas ransel hitam di pundak kanannya. Sesekali kepalanya menggeleng-geleng menikmati musik. Tangannya tak bisa diam, memutar-mutar gelang motif kayu yang sengaja ia lepas dari pergelangan tangannya. Kebiasaan mungkin?
Dia berjalan lurus menyeberangi keramaian pasar malam, hingga ia temui pertigaan lalu belok kiri menuju sebuah gang selebar tiga meteran. Jalannya semakin santai. Suara siulan terdengar mengikuti nada lagu dari handphonenya. Kakinya ia seluncurkan, kaki kanan lalu kaki kiri, bergantian. Tangannya bertepuk-tepuk. Bergaya seperti King of Pop. Terus seperti itu tanpa peduli pandangan aneh anak-anak kecil yang kebetulan berpapasan. Dasar gendeng, mungkin itu yang dipikirkan anak-anak itu.
Tak terasa, ia sampai di tujuannya. Rumah kecil gaya minimalis dengan teras halaman penuh dengan tanaman hias. Ia dorong pagar hitam sebatas dada itu. Tariannya masih ia lakukan kawan. Malah semakin heboh. Berlalu ke teras rumah lantas ia buka pintu sedikit cepat. Sehingga menimbulkan suara agak keras. Tak lupa ia ucapkan salam. "Assalamu'alaikum!"
Dia terkejut. Andai dia sedang membintangi sinetron TV mungkin wajah gadis itu sudah di close up, lantas dibarengi dengan backsound ala-ala drama. Matanya hampir keluar. Mulutnya setengah terbuka. Bukan karena suara keras dari pintu yang ia buat tadi. Sama sekali bukan. Dia terkejut betapa ramainya ruang tamu sekarang. Ah, dasar. Kenapa ia tak sadar ketika dia melihat banyak sepatu di teras? Oke, salahkan lagu Idol dari BTS yang membuat alam sadarnya tak berfungsi betul. Orang-orang di dalam pula sama terkejutnya. Obrolan sedari tadi sekejap langsung terhenti. Membuat suasana semakin sunyi. Sampai-sampai terdengar suara kawanan burung antah berantah yang sengaja melewati langit di atas rumahnya.
"Oh, Letta. Kamu sudah pulang? Sini! Salim sama Paman dan Bibimu." Suara wanita yang diyakini sebagai ibu dari gadis kucir satu itu memecah keheningan. Letta, sebut dia begitu sekarang, seketika ia cabut headsetnya lalu mendekati mereka.
Matanya mengamati sekilas orang-orang di ruang tamu ini. Di depan, di sofa single duduklah ayah Letta. Di sisi kanannya ada ibunya. Lalu di seberang ayah ada Paman lantas menyusul Bibi. Kemudian di sisi kiri ayah ada... Letta menyipit. Siapa gerangan laki-laki itu? Ia tak mengenalinya.
Tangannya sudah mencium tangan Paman dan Bibi.
"Maaf Paman, Bibi. Letta bau keringet. Habis latihan basket tadi." Ujar Letta. Dia dibalas anggukan oleh mereka.
"Wah, ikut basket, Nduk? Keren dong." Ucap Bibi. Letta hanya mesem-mesem malu. Lalu dia toleh kiri menatap laki-laki itu. Umurnya... mungkin sepantaran. Atau lebih tua? Letta merengut berpikir. Bibi yang menyadari hal itu langsung berkata.
"Oh, Letta pasti bingung ya. Ini lho sepupu kamu, Andri. Yang dulu suka main sama kamu pas waktu Bibi masih tinggal di sini. Ingat tidak?" Letta merengut memikirkan siapa gerangan yang sedang menatap dia datar. Oh-oh, dia baru sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANDI TAK MANDI SAMA SAJA
Kısa HikayeLetta berang kawan! Salahkan sepupu laknat yang sok higienis!