Kopi sudah dihidangkan, pertanda meeting santai itu sudah usai. Beberapa lelaki memilih keluar untuk merokok, sedang Seokjin duduk diam di ujung sofa, mengamati Jimin yang masih sibuk mempelajari berkas-berkas di tangannya.
Jimin bukanlah lelaki yang bisa membaur, lelaki ini penyendiri, dan wataknya yang terkenal membuat orang-orang segan mendekatinya. Seokjin tidak akrab dengan Jimin, mereka hanya berbicara tentang
bisnis. Dan apabila menyangkut bisnis, Jimin cukup kooperatif. Kerjasama mereka telah membuahkan banyak keuntungan bagi perusahaan masing-masing.Seokjin ragu untuk menanyakan perihal Yeorin kepada Jimin. Rasanya terlalu aneh untuk membahas masalah itu di sini. Tetapi istrinya – Sooyun yang cantik – telah berhasil membuatnya berjanji untuk melakukannya. Seokjin berdehem, menarik perhatian Jimin dari
berkas-berkas yang ditelusurinya dengan serius.“Kami, aku dan istriku bertemu dengan kekasihmu semalam.”
Kepala Jimin langsung terangkat seperti disentakkan, ia menatap Seokjin dengan waspada.
“Oh ya?” nada suaranya santai, tetapi ketegangan dalam suara Jimin tidak bisa menipu Seokjin.
Ada sesuatu disini. Batin Seokjin dalam hatinya, ada sesuatu yang dirahasiakan Jimin.
“Ya, dia berkenalan dengan istriku kemarin, dan berbicara panjang lebar dengannya.” Seokjin berusaha memancing Jimjn dan sepertinya pancingannya kena karena mata Jimin menyipit dan menatapnya curiga.
“Apakah dia mengatakan sesuatu kepada istrimu?”
Seokjin menatap Jimin lurus-lurus.
“Dia meminta tolong kepada istriku untuk diselamatkan, supaya dia bisa keluar dari rumahmu.”
Bibir Jimin mengetat membentuk garis, lalu segera berdiri.
“Bilang pada istrimu untuk tidak melakukan apa-apa. Perempuan itu milikku, dan siapapun tidak akan bisa melepaskannya dari rumahku, kecuali atas seizinku,” Jimin menatap Seokjin lurus, menimbang-nimbang, “Aku menghormatimu hyung, kau adalah salah satu dari sedikit orang yang aku hormati dan aku tidak ingin hubungan saling menghargai ini rusak. Maaf aku permisi dulu, karena ada janji pertemuan dengan pihak lain setelah ini.”
Setelah mengangguk kaku, Jimin melangkah pergi meninggalkan ruangan meeting besar itu.
Seokjin duduk diam dan menyesap kopinya, matanya masih menatap pintu di mana Jimin menghilang di baliknya. Tingkah Jimin mengingatkannya pada dirinya dulu, senyum muncul di bibir Seokjin. Jimin mungkin akan mengalami hal yang sama seperti dirinya, kalau dia tidak hati-hati kepada Yeorin.
.
.
.Yeorin.
Ketika pintu kamarku dibuka dari luar, aku tidak menyangka kalau Jimin-lah yang masuk. Dia telah sepenuhnya mengabaikanku akhir-akhir ini. Aku bahkan hampir tidak pernah melihatnya, kecuali dari pemandangan ketika Jimin memasuki mobilnya di teras bawah yang kelihatan dari jendela lantai dua tempat ku dikurung.
Dan seperti biasanya, dia tampak marah. Aku mengerutkan alisnya, kenapa lelaki itu tidak pernah sedikitpun tampak ceria dan tersenyum?
Kalaupun tersenyum, senyumnya hanyalah senyum jahat dan sinis. Apakah dia tidak pernah merasakan bahagia sedikitpun di dalam hatinya?
Tanpa basa basi, Jimin melempar jasnya ke kursi dan melonggarkan dasinya, lalu menatap ku tajam.
“Apa yang kau katakan kepada istri Seokjin hyung?”
Aku langsung mengkerut takut. Sooyun mungkin telah menyampaikan permintaan tolongnya kepada Seokjin, dan Seokjin mengatakannya kepada Jimin.
Ketika rasa ketakutan menggelayuti, aku langsung menggelengkan kepalanya mencoba mengembalikan keberanianku. Ku ingat wajah ayah dan ibuku yang bahagia, lalu tergantikan dengan wajah pucat mereka yang terbaring di peti mati. Kebencian dan kemarahan adalah senjataku untuk menghadapi Jimin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Yoon [Devil] Jimin
Romance[Completed] "Aku harus memiliki perempuan ini." Jimin memutuskan dalam hati. "Aku harus memilikinya segera."